SINAR HARAPAN, Kamis, 24 April 2003
Bendera RMS Tetap Akan Dikibarkan Tanpa Pidato
Ambon, Sinar Harapan - Hari Jumat (25/4) esok, bendera Republik Maluku Selatan
(RMS) tetap akan dikibarkan oleh sebagian masyarakat di Ambon dan sekitarnya,
bertepatan dengan HUT ke-53 RMS yang jatuh pada 25 April 2003. Tetapi pada
peringatan esok tidak akan ada pidato politik dan tidak ada deklarasi tentang
kemerdekaan Maluku, serta tidak akan ada tindakan kekerasan.
"Kami tidak akan memproklamirkan kemerdekaan karena bagi orang Maluku, Maluku
sudah pernah merdeka. Jadi tidak ada kemerdekaan dua kali. Selama ini dan yang
akan datang, cita-cita kami tidak diperoleh dengan cara kekerasan tetapi secara
damai," kata Ketua Front Kedaulatan Maluku (FKM) Jakarta, Louis Risakotta, kepada
SH, di Jakarta, Selasa (23/4).
Louis hanya mengingatkan, supaya Maluku tidak memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), seharusnya Maluku juga mendapat perhatian
dari pemerintah pusat termasuk diberi otonomi khusus (Otsus) seperti Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua.
FKM adalah organisasi yang dibentuk pada 18 Desember 2000, setelah terjadi konflik
horizontal di wilayah Maluku sejak tahun 1999 yang menimbulkan ribuan korban jiwa
sehingga akhirnya diterapkan Status Darurat Sipil di Wilayah Maluku dan Maluku
Utara. Kemudian tiap tahun sejak tahun 2001 diperingati HUT RMS, dimana pada
2002 dikibarkan bendera di beberapa desa di Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Seram
dan Pulau Buru.
Dari Ambon dilaporkan, Wakapolda Maluku Kombes Bambang Suedy menjelaskan
dua pewira di jajaran Polda Maluku terlibat dalam RMS. "Memang benar ada perwira
Polda Maluku yang terlibat dalam gerakan separatis RMS yang mana satunya
berpangkat Komisaris sedangkan satunya lagi berpangkat Iptu," kata Wakapolda
kepada SH, di Ambon, Kamis (24/4).
Sementara itu, bintara Provost Polda Maluku, Briptu AK yang merupakan anak mantu
dari Pimpinan Eksekutif FKM, Alex Manuputty, kini sudah mendekam di rumah
tahanan Satuan Brimob Polda Maluku untuk diperiksa. "Briptu AK ditahan karena
kedapatan memesan 13 setelan seragam Satuan Tugas (Satgas) RMS (warna hitam
mirip seragam Korps Brimob-red) yang ditemukan aparat keamanan di salah satu
penjahit di Kota Ambon," jelasnya.
Tujuh Ditangkap
Personel Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Rabu (23/4) menangkap tujuh
pendukung RMS di Ambon, karena menyebarkan selebaran yang intinya
menanamkan antipati kepada pemerintah Indonesia. Rein Nanlohy, salah satu
diantaranya, mengaku ikut FKM karena selama ini pemerintah tidak memperhatikan
nasib rakyat di Provinsi Maluku.
"Saya termasuk salah satu korban konflik antarkomunitas yang terjadi di Desa Hative
Besar, Kecamatan Baguala, Kota Ambon tanggal 26 September 2000 lalu dan hingga
kini saya tidak pernah mendapat bantuan dari Pemerintah Republik Indonesia,"
ungkapnya. "Yang saya tahu, FKM-RMS berjuang untuk mencari keadilan bagi rakyat
di Maluku yang selama ini seperti dianaktirikan oleh Pemerintah Indonesia."
Rein Nanlohy mengaku menyebaran ratusan selebaran di Ambon atas keinginan
pribadi dan tidak ada yang menyuruh. Sementara itu, Partai Islam Indonesia (PII)
Provinsi Maluku sudah menyiapkan sedikitnya 15 ribu massanya untuk bersama
aparat keamanan untuk menumpas gerakan (RMS). "Tetapi dalam penanganan
masalah keamanan dan penumpasan gerakan separatis di Maluku diserahkan
sepenuhnya kepada aparat keamanan baik TNI maupun Polri," kata Ketua PII Provinsi
Maluku, Hamid Rahayaan kepada SH di Ambon, Rabu (23/4).
Gerakan Pemuda Islam (GPI) Maluku, juga mengeluarkan maklumat yang
menyerukan kepada semua umat beragama melakukan ibadah di Masjid maupun
Gereja pada 25 April 2003 guna memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk tetap
menjaga keutuhan NKRI. Meski demikian, hingga saat ini situasi di Kota Ambon tetap
kondusif. (izc/ayu)
Copyright © Sinar Harapan 2002
|