Sriwijaya Post, Kamis, 13 Februari 2003
Ali Imron Jadi Umpan
USTADZ Ja'far Umar Thalib, kini lebih banyak diam di pondoknya. Padahal,
sebelumnya ia dikenal sebagai Panglima Laskar Jihad. Tepat, ketika tragedi berdarah
12 Oktober 2002 --Bom Bali-- meletus, Laskar Jihad mendadak dibubarkan. Apa
tugas-tugas Ali Imron --salah seorang tersangka bom Bali-- sewaktu di Afghanistan?
Benarkah ia perakit bom yang ulung? Ja'far Umar Thalib yang pernah berjuang di
Afghanistan memberikan kesaksian kepada Sripo mengenai aktivitas pejuang dari
Indonesia:
Ali Imron kemarin berbicara di televisi secara terbuka mengenai bom Bali. Ada apa di
balik kelonggaran yang diberikan Polri kepada tersangka?
Ha...ha..ha... Kalau saya melihat, mungkin Polri ingin meyakinkan kepada publik
bahwa mereka itulah sesungguhnya pelaku peledakan di Bali. Karena sebelumnya
ada keraguan di kalangan publik tentang pengakuan mereka membikin bom yang
sedahsyat itu. Apalagi barang bukti yang disita oleh pihak polisi adalah dalam bentuk
bahan-bahan peledak yang jauh dari kemungkinan untuk bisa menghancurkan wilayah
seluas itu. Sehingga massa media sempat membikin pemberitaan yang miring
tentang kemungkinan mereka sebagai pelakunya. Mungkin kemarin itu dilakukan
polisi dan tersangka untuk meyakinkan publik.
Ali Imron mengaku bisa merakit bom karena memiliki guru di Afghanistan. Benarkah
para pejuang kita di sana diajari untuk merakit bom?
Kalau saya lihat keadaan di Afghanistan menurut pengalaman saya tahun 1987-1989,
itu bom-bom yang dibikin sangat tradisional. Bom-bom yang modern beli dalam
eadaan built up dari AS, bukan bikin sendiri.
Misalnya?
Umpamanya seperti bom ranjau, itu sangat tradisional, hanya sebatas memiliki
kemampuan untuk membunuh satu orang atau hanya sampai putus kaki saja. Jadi
nggak sehebat bom di Bali. Ha...ha...ha... Ya itu yang mungkin ingin dibantah oleh
pihak polisi.
Jadi Anda meragukan kalau Ali Imron dapat ilmu dari Afghanistan untuk membuat
bom Bali?
Iya. Sejak awal saya sangat meragukan bahwa mereka adalah pelaku.
Kenapa?
Dari barang bukti yang disita polisi, kemudian urut-urutan cerita dalam bentuk BAP,
Polri membikin urut-urutan cerita yang... Kelihatannya ada sesuatu yang
sesungguhnya sedang disembunyikan. Ada apa di balik semua ini? Saya nggak tahu.
Kira-kira orang sekelas Ali Imron, di Afghanistan dulu tugasnya apa?
Anu saja... Kalau sekelas Ali Imron itu kurang lebih ya sama dengan saya.
Konkritnya?
Ya di sana dia jadi umpel. Umpel itu umpan peluru. Ha...ha...ha... Saya dulu itu
umpan peluru. Berbeda dengan teknolog, itu lain perkara. Tugas mereka meracik bom
dan merakit senjata anti-tank. Waktu itu pemerintah sementara di Afghanistan yang
dipegang oleh para mujahidin secara bergiliran itu mengimpor senjata-senjata
anti-tank, anti-pesawat. Impornya itu dalam bentuk onderdil dan baru dirakit di dalam
negeri. Nah, tugas merakit itu dipercayakan kepada para teknolog. Jadi, kalau orang
seperti saya atau Ali Imron berangkat ke Afghanistan, ya cuma maju saja untuk
bertempur. Ada nasib alhamdulillah sahid, kalau nggak ada nasib ya pulang.
Paridah Kaget
Secara terpisah Paridah, kakak ipar Ali Imron, merasa kaget sekaligus jengkel
mendengar pengakuan adik iparnya di hadapan puluhan wartawan di Mapolda Bali,
Selasa (11/2). Ali Imron sengaja dihadapkan polisi kepada wartawan untuk menjawab
keraguan sejumlah kalangan yang meragukan kemampuan Ali Imron cs merakit bom.
"Pernyataan Ali Imron bikin jengkel. Ucapannya kayak anak-anak, seperti tidak
serius. Padahal kita mati-matian menunggu nasib di sini seperti ini," tegas istri
Muchlas alias Ali Ghufron (kakak Ali Imron) itu kepada Sripo, semalam.
Ibu lima anak yang hamil tujuh bulan itu diwawancara melalui handphone di rumah
kontrakannya di Bendo, Tulung, Klaten, Jawa Tengah. Warga negara Malaysia yang
jadi tersangka dugaan pemalsuan KTP dan dugaan pelanggaran keimigrasian ini
mengaku mendengar pengakuan Ali Imron lewat siaran langsung di radio.
"Termasuk yang bikin jengkel adalah ucapan Ali Imron bahwa mereka salah sasaran,
jelas menunjukkan tak bertanggungjawab. Apalagi Ali Imron mengatakan tidak tahu
Australia itu sekutu Amerika atau bukan. Itu sangat tak masuk akal," ungkap
Paridah.
Sebelumnya, Paridah menyatakan kekagetannya atas pengakuan adik iparnya
tersebut. "Kaget. Karena nggak sesuai harapan saya (bahwa keluarga Muchlas tak
terlibat bom Bali, Red)," ucapnya.
Namun, imbuhnya, setelah beberapa pekan lalu polisi menyita uang Rp 3 juta dari
dirinya --yang berdasar versi polisi merupakan uang Muchlas untuk operasional
kegiatan Muchlas Cs-- Paridah sudah mempersiapkan diri jika memang Muchlas
Cs-lah pelaku bom Bali.
"Saya sudah mempersiapkan diri untuk satu bagian (diri saya), kalau memang benar
mereka melakukan, ya saya siap untuk mendengar. Tapi, diandaikan hati saya ada
10 bagian, satu bagian saya siapkan untuk percaya, tapi sembilan bagian lain belum
percaya. Seluruh hati saya baru percaya kalau bertemu langsung suami saya,"
tandas Paridah.
Sedangkan ustadz Abubakar Ba'asyir membenarkan pengakuan Ali Imron di televisi
bahwa ia tak pernah bertemu secara khusus dan memberi restu Ali Imron sebelum
peledakan bom Bali. Hal itu dikemukakan Ba'asyir kepada Sripo, melalui orang
dekatnya, Ustadz Hasyim Abdullah, yang setiap hari menemani Ba'asyir di sel
tahanan Mabes Polri Jakarta.
"Kata beliau, Memang begitu. Saya tidak pernah ketemu dia. Kalaupun dia datang ke
pondok (Al-Mukmin Ngruki) itu karena dia alumni, sering datang ke pondok. Tapi
kalau masalah itu (bom, Red), dia nggak pernah ngomong ke saya," ujar Hasyim
mengutip pernyataan Ba'asyir. (jun/bec/Dtc)
|