TEMPO, 20 Feb 2003 19:23:1 WIB
Nasional
Harun Al Rasid : Pemekaran Papua Cacat Hukum
20 Feb 2003 19:23:1 WIB
TEMPO Interactive, Jakarta: Ahli hukum tata negara Harun Al Rasid menandaskan
bahwa UU no 45 tahun 1999 tentang pemekaran Papua adalah cacat hukum.
Kemudian muncul adanya inpres nomor 1 tahun 2003 tentang percepatan pemekaran
Papua. Padahal UU no 45 itu sendiri bertentangan dengan UU no 21 tahun 2001 yang
menyatakan harus meminta persetujuan DPRD Papua dan Majelis rakyat Papua yang
belum terbentuk.
Selain itu dari masyarakat Papua sendiri terjadi penolakan terhadap kebijakan
pemekaran papua menjadi tiga propinsi. Sementara usulan itu adalah dari DPR,
bukan atas usulan gubernur dan DPRD Papua. Padahal dalam UU Otda pemekaran
daerah itu harus atas usulan Gubernur yang disetujui DPRD, baru kemudian
diusulkan kepada presiden."Ini jelas menjadi cacat hukum. Kalau perlu bentuk
Pansus untuk meninjau kembali UU nomor 45 tahun 1999 itu,"tegas Harun Al rasyid,
Rabu (20/02) di LBH Jakarta.
Saat ini menurutnya ada tiga alternatif untuk membahas persoalan pemekaran Papua.
Yang pertama adalah meminta pertimbangan DPA, kemudian meminta presiden
meninjau perundangan itu, dan yang ketiga adalah melalui DPR untuk merevisi atau
mencabutnya.
Alasan lain kenapa perundangan itu cacat karena tidak diterima masyarakat.
Menurutnya ada tiga syarat perundangan itu akan diberlakukan. Syarat itu harus
mencakup yuridis, fisiologis dan yang tidak kalah pentingnya adalah sosiologis. "Nah
kalau secara sosiologis kan jelas sudah ada penolakan,"tuturnya.
Sementara itu menurut Satya Arinanto, masyarakat papua yang ingin menggugat
presiden Karena mengeluarkan aturan itu tidak berujung pangkal. Alasannya saat ini
yang menjalankan judicial review adalah Mahkamah Agung. Dilain pihak, MA sendiri
telah mengeluarkan laporan dengan nomor 2 tahun 2002 tentang pelaksanaan fungsi
MA sebagai Mahkamah Konstitusi. Padahal hingga saat ini MK belum terbentuk.
"Maka solusinya adalah dari pemerintah sendiri, yaitu meninjau kembali atau kalau
perlu dicabut,"kata dia.
Mengenai adanya perbedaan sikap diantara masyarakat Papua menengai soal ini,
dirinya menilai bahwa sebaiknya diadakan pooling untuk mengetahui aspirasi
masyarakat papua sebenarnya. Artinya dengan begitu tidak ada saling mengklaim
bahwa suara yang pro atau kontra yang mewakili masyarakat. "Tapi jangan untuk
referendum lho,"kata dia sambil tertawa. (Andi Dewanto – Tempo News Room)
Copyright @ tempointeraktif
|