Orang-orang Hilang dan Fenomena Gerakan Mahasiswa di Indonesia
Hendrik, dilahirkan di Kota Jakarta, 5 Januari1972. Hobi main bola.
Saat ini terdaftar sebagai mahasiswa semester akhir jurusan Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik di Universitas Nasional Jakarta. Berkeinginan besar menjadi
jurnalis, setelah menamatkan studinya.
Berikut petikan wawancara Hendrik dengan Suara DEMOKRASI pada saat
kunjungannya di Berlin.
Sejak kapan Anda mulai aktif dalam gerakan mahasiswa?
Hendrik: Kurang lebih mulai tahun 1991. Diawali dengan keterlibatan dalam gerakan di kampus.
Kenapa begitu?
Hendrik: Karena kepedulian terhadap persoalan realitas sosial dan politik yang masih sangat tidak mencerminkan keadilan dan tidak demokratis.
Anda aktif di organisasi yang mana saja?
Hendrik: Saya adalah mantan kordinator Advokasi Pijar Indonesia. Dan saat ini aktif sebagai anggota ALDERA (Aliansi Demokrasi Rakyat).
Apa tujuan Aldera?
Hendrik: Tujuannya adalah untuk menegakan reformasi sebagai jalan menuju demokratisasi di Indonesia.
Kegiatan apa saja yang sudah pernah dilakukan Aldera?
Hendrik: Demo ke DPR, advokasi masyarakat, misalnya terhadap petani Rancamaya, Jatiwangi dan lain-lain. Juga mengkoordinir penyelenggaraan diskusi, seminar dan forum-forum sejenisnya. Pendeknya, reformasi politik dan gerakan anti Soeharto.
Kenapa begitu simpel?
Hendrik: Reformasi politik dan gerakan anti Suharto dipilih Aldera sebagai strategi karena dalam persepsi politik organisasi, kendala utama dari reformasi politik adalah menjelmanya individu sebagai sebuah sistem. Dalam pengertian lain, terjadi sentralisasi kekuasaan dalam sistem politik orde baru yakni Lembaga Eksekutif (Lembaga Kepresidenan). Inilah alasan mengapa Aldera memilih isyu anti Soeharto sebagai strategi gerakannya. Dan, reformasi politik dipilih sebagai solusi pragmatis untuk menciptakan demokrasi di Indonesia. Pilihan reformasi adalah suatu pilihan realistis, mengingat karekteristik masyarakat itu sendiri yang sangat apolitis akibat strategi pembangunan orde baru yang menekankan pembangunan ekonomi sebagai landasan pembangunannya sehingga masyarakat tidak dilibatkan secara partisipatif dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada publik.
Sistim politik kayak apa yang dicita-citakan?
Hendrik: Yang jelas adalah sistem politik yang demokratis, dimana masing-masing lembaga kekuasaan mempunyai pembatasan dan pemisasahan yang tegas, yang tidak memungkinkan terjadinya dominasi salah satu lembaga kekuasaan terhadap lembaga kekuasaan lainnya. Sistem kepartaian pun harus dirubah. Harus diberikan peluang bagi munculnya partai-partai baru mengingat begitu pluralistiknya masyarakat, sehingga partai-partai yang ada sekarang sangatlah sulit diharapkan dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat yang begitu beragam.
Apakah Anda sudah pernah berurusan dengan aparat kekuasaan?
Hendrik: Ya, pernah beberapa kali. Kami ditangkap ketika (Aldera) melakukan aksi menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden pada sidang umum 1993. Dipenjara selama 10 bulan bersama dengan 20 aktivis lainnya, akibat terlibat aksi ke DPR 14 Desember 1993, yang tujuannya pada waktu itu mendesak agar MPR/DPR mengadakan sidang istimewa guna menuntut pertanggungan-jawab presiden atas banyaknya persoalan-persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah, seperti kasus-kasus penggusuran, kasus perburuhan, dan lain-lain. Terakhir 1 Agustus 1996 saya mengalami peristiwa yang amat menyedihkan, ketika saya diculik dan disiksa (dipukul, ditendang, disetrum, dan disunduti rokok) karena dituduh sebagai dalang dari Peristiwa 27 Juli 1996.
Apa ada alasan, kenapa justru Anda, kenapa bukan orang lain yang diculik?
Hendrik: Saya tidak tahu persis. Apa alasan mereka menangkap dan menyiksa saya. Memang saya aktif berdemonstrasi. Tetapi saat peristiwa 27 Juli, justru saya berada dirumah. Ketika itu saya sedang menonton siaran langsung olimpiade pertandingan bola basket antara Cina melawan Amerika Serikat. Kurang lebih pukul 13. 40 muncul tulisan dalam layar monitor tv. seperti ini: Nantikan laporan penayangan pengambil-alihan kantor DPP PDI. Dan wawancara dengan Soeryadi pada pukul 18.00 WIB, dalam Liputan 6 di SCTV. Itu saya ingat sekali.
Menurut Anda, saat ini ada berapa kelompok kekuatan politik yang sedang bergerak di Indonesia?
Hendrik: Wah, Banyak sekali. Bisa dikatakan semua kekuatan oposisi bangkit menentang pemerintahan yang saat ini sudah dianggap begitu korup. Krisis kepercayaan sudah begitu meluas terhadap Soeharto.
Bagaimana perkembangan terakhir di tanah air?
Hendrik: Selain munculnya perlawanan yang begitu hebat yang saat ini dimotori oleh masyarakat kampus tetapi dipihak lain terjadi represi yang begitu menakutkan yang dilancarkan oleh kekuasaan. Ini terbukti belakangan bahwa banyak aktivis pro-demokrasi yang hilang. Ada dugaan kuat bahwa mereka hilang karena diculik oleh aparat negara sehubungan dengan keterlibatan mereka dalam perlawanan yang saat ini terjadi di Indonesia. Sampai saat ini masih ada kurang lebih 9 aktivis yang tidak diketahui dimana keberadaannya.
Apakah Suharto bakal mengalami nasib yang sama seperti Marcos, Mobutu, atau, bagaimana menurut Anda?
Hendrik: Sampai saat ini saya tidak tahu pasti apa yang akan terjadi terhadap diri Soeharto. Yang jelas rakyat Indonesia sudah tidak menyukai lagi cara kepemimpinannya. Selain itu perlawanan rakyat akan semakin besar dan semakin kuat sebagai salah satu dari konsekwensi logis atas rasa ketidakpercayaan terhadap rezim ini. Apa yang sudah dicapai: proses bom waktu sedang bekerja. Dan kita tinggal menunggu ledakannya saja. Apa yang akan dilakukan: Saya pikir sebuah strategi tidak layak dikemukakan secara terbuka. [Tamat]