Face to face dengan Ghalib dan Muladi di Swiss
Revolusi dimulai dari Berlin
REVOLUSI dimulai dari Berlin, saat saya dan istri pada paskah awal April 1999 berkunjung ke Berlin. Umur "negeri reformasi" sudah genap satu tahun, saya lihat kegiatan antar warga Indonesia di swiss masih dipengaruhi suhu dingin pegunungan Alpen. Membuat hati ini terhentak-hentak, tak tahu akan berbuat apa untuk bangsaku di tanah air sana. Saya teringat teman lama dari bali yang sudah 7 tahun tak pernah bertemu yaitu Komang Aryana, kandidat doktor politolog di Berlin. Ketika kami tiba di rumahnya yang besar, dari jendela dia sudah melambaikan tangan, sesampai di tangga dia bilang:....kau masih ganteng ya ? Kami duduk2 di ruang tamu yang luas, lalu Komang menunjuk poster besar yang tergantung, siapa itu......?saya masih bingung, tapi istri saya membisiki... itu foto Che Guevara, simbol pembebasan, teman Fidel Castro dari Kuba, istri Komang Bu Gertrut pribumi jerman menerangkan itu Vorbildnya Komang, diatas kepalaku ada poster gede lagi, bertuliskan Mao Tse Tung. Setelah istirahat sejenak, kami ditawari:....mau tidur dikamar mana ? Kamarnya Ben Anderson, Rendra, Putu Widjaya, Adi Sasono, Arief Budiman, atau Emha. Belum saya iyakan, Komang menambahkan Ben Anderson sudah 2 kali nginap sini. Udah kau tidur di kamarnya Putu aja biar jadi penyair. Karena di Berlin itu ada APII (Aliansi Pemuda/i Independen Indonesia), maka malam itu pun para awak APII berkumpul. Saya diberi jatah "ngomong" tentang perburuan harta Soeharto di Swiss. Satu persatu para awak datang, saya mulai berkenalan dengan mereka, antara lain : Yanto, Yoyok, Ook, Asep, Paulus, Luthfie, Yogi, Husin, Rizanto, dr.Charles serta Iwan mantan Bos PPI Jerman yang sudah kukenal.
Dalam pertemuan malam itu dikejutkan oleh datangnya pendekar politik Pipiet, berseragam serba biru, dengan lencana lengkap "pemuda pancasila" dan berkaca mata hitam. Tak kalah serunya ternyata Ibu Bintang Pamungkas dengan putrinya Lisa yang cantik pas ada di berlin juga hadir dengan dikawal ketat oleh Sunarto, mahasiswa gaek kiriman Bung Karno. Setelah Ibu Bintang berceramah singkat tentang PUDInya, tiba giliran saya melaporkan tentang pelacakan harta Eyang di Swiss. Diskusi malam itu terasa hidup, bak nonton pertunjukan theater saja, karena setiap insan angkat bicara, terasa nafas keeropaannya menonjol, ketimbang keindonesiaanya. Komang yang dijuluki sebagai "Bhegawan Politik" oleh para awak lebih banyak diamnya, namun bila diskusi menuju kebuntuan atau otot-ototan, Komang nyeletuk dengan satu dua kata Gong sambil ngacir ke dapur, cari bir atau rokok.
Malam berikutnya pun kami melanjutkan diskusi di Kneipe, istilah bar di jerman untuk kaum pinggiran. Setelah plesir ke puri Sanssouci dan tembok Berlin, kami pulang ke swiss dengan satu kata" revolusi" harus dikobarkan.
Persiapan Demo
HABIBIE tanggal 25 mei memberi perintah anak buahnya Ghalib dan Muladi untuk terbang ke Swiss dan Austria, menindak lanjuti berita Majalah TIME. Majalah terkemuka edisi 24 mei itu, membeberkan korupsi Soeharto dan kroninya yang mencapai USD 73 milyar. Sedang hasil korupsi Soeharto dan familinya sendiri minimal USD 15 milyar. Investigasi Time yang memakan waktu empat bulan pada 11 negara itu juga melaporkan, bila ada USD 9 milyar uang Soeharto di transfer dari bank di Swiss ke Austria. Pada tanggal 30 mei terbanglah kedua menteri itu ke Swiss. Kami yang hanya mempunyai waktu sangat singkat, berpikir keras apa kiranya yang cocok untuk menyambut mereka ? Ternyata Demo adalah yang sangat ideal. Tugaspun kami bagi, perizinan ke polisi, sempat ditolak karena bersamaan dengan demonya warga Kurdi. Belum kantongi izin, spandukpun dipersiapkan. Kesulitannya, siapa yang akan demo ? Meski di Swiss ada beberapa organisasi , misal: PPI, Olahraga, keagamaan dll. Kami tak bisa minta bantuan mereka. Karena demo akan di gelar di depan gedung KBRI, tentu banyak yang takut. Sudah jadi tugas ritual KBRI dimana-mana selalu mengayomi PPI, agar tidakkritis dan menentang pemerintah. Satu jam kami telpon kawan2 lain, berjam2 berikutnya, telpon berdering bak gaung bersambut,.... mereka mendukung, yang menarik justru mereka adalah sebagai pekerja pabrik, seperti saya, Daniel Dilmi, Fajar, Pardi dan Gustu ada juga Eddy Hara, pelukis kondang asal Jogja dan Sany Roy mahasiswa arsitektur yang murtad dari PPI. Dukungan juga datang dari luar swiss, rekan Hok An, Apii berlin, Infid Brüssel dll. Roh reformasi belum cukup berani berhadapan dengan menteri dan demo di depan KBRI, dengan segala resikonya. Seperti biasa KBRI hanya punya nyali membekukan paspor warga yang usil. Sehari sebelum demo saya baca tulisannya Che Guevara tentang sistem sosial di Kuba, Che bilang ; REVOLUSI itu jalannya berbelok2, kadang naik, turun dan berhenti sebentar, lalu lari kencang, revolusi selalu akan terjadi dan tak pernah sirna dari muka bumi.
Bukunya Bung Karno "penyambung lidah rakyat" ku ulang2 tertulis ; Bung Karno mengutip perkataan pemikir India Swami Vivekananda,.....jangan buat kepalamu sebagai perpustakaan, tapi amalkan ilmu itu.....kira2 dua motivasi diatas yang juga menggencet semangat demo, terus terang malam sebelumnya saya tak bisa tidur, bukan takut pada Ghalib dan Muladi, tapi memikirkan bahan2 dialog, seandainya terjadi dialog bebas.
Face to face
TANGGAL 31 mei jam 11.20 kami bertujuh dan Peter Bosshard, pentolan NGO swiss/EvB, menuju KBRI di kota Bern dengan membawa spanduk dan petisi swiss. Jam 12.15 kami sudah berada di mulut gang Jl.Elfenauweg tempat kantor KBRI, seorang pejabat KBRI berjalan menyapa: ....jam setengah satu mulai ya ? saya agak kaget, lho kenapa dia tahu. Ternyata memang Peter yang buat pancingan, sehari sebelumnya kirim fax kepada kedua menteri, bila akan datang jam 12.30 untuk menyerahkan hasil investigasi. Kami berikat kepala dengan tulisan ; NO Habibie, Blokir $uharto, dll. Tepat jam 12.30 di depan gedung KBRI, dua polisi sudah berjaga, juga beberapa wartawan dan crew TV lokal, kami segera gelar spanduk setinggi dua meter bertuliskan : Switzerland +Indonesia: FREEZE SUHARTO ASSETS NOW ! Kami menyanyikan lagu: halo-halo bandung dan maju tak gentar, dengan penuh semangat, sehingga banyak staff KBRI keluar dan ada yang motret2, seorang pejabat Harry Kandou keluar bernegosiasi dengan kami yang hendak ketemu menteri, lewat handy ditangannya dia mengatakan, bila menteri siap bertemu. Moment itu kami gunakan untuk membacakan "PETISI SWISS". Tak berapa lama rombongan menteri datang, nyanyian patriotik teros melengking, disetujui hanya 3 orang yang akan diterima. Peter, Sany dan saya masuk kantor KBRI. Suasana terasa kaku dan tegang, hanya staff2 yang rendahan tampak tenang. Pada pertemuan itu kedua menteri didampingi oleh Dubes untuk Swiss Tati Darsoyo, sekretaris Golkar pusat. Di ruang itu Ghalib menyapa Peter ;... Do you Speak Indonesia ? Peter geleng kepala. Lalu Peter mulai laporan tentang studynya dengan George aditjondro, Peter bilang;... sudah terlalu banyak bukti bila Soeharto itu koruptor, kami kecewa pada kedua pemerintahan tidak di tangani secara serius,... pokoknya asset Soeharto harus segera dibekukan, TIDAK perlu menunggu sebagai tersangka dulu, langsung mintakan International Legal Assistance dari pemerintah kami, mumpung masih di sini. Muladi menanggapi dalam bahasa Inggris juga, intinya,... bila pemerintah tidak main2 dalam memberantas korupsi, tidak hanya Soeharto tapi juga seluruh kroni2nya. Muladi bilang:... coba yang indonesia. Ketika saya mulai akan bicara, Ghalib memotong;... siapa namanya, sambil mengeluarkan buku agenda dan mencatat nama saya, tampak sekali gaya represifnya, ini gertak sambal Orba. Saya mulai ngomong ;... bila kami warga indonesia di swiss ikut aktif memburu rekening Soeharto yaitu dengan kerja sama dengan Peter dan George Aditjondro, Peter sudah mengahadap ke pemerintah swiss Mr.Flavio Cotti (menteri luar negeri) tahun lalu, tapi pemerintah swiss tak akan bergerak sebelum Soeharto di kenai status pengadilan. Kasusnya Marcos bisa cair, karena Presiden Cory langsung bertindak "cepat dan gesit" memberi tugas khusus kedutaanya disini dan bekerja sama dengan Activist Philippino serta dimintakan International legal Aid. Sedang pemerintah Habibie tak memberi tugas serupa kepada KBRI maupun warga indonesia disini. Akhir pertemuan Peter menyerahkan sebongkok Studynya dan saya menyerahkan petisi swiss. Selama pertemuan Crew TVRI ikut meliput dan seorang dari Gatra. Kami keluar gedung, kawan2 masih tegak berdiri dan menyanyi lagu2 patriotik. Perlu dicatat, bila Demo ini adalah yang pertama dalam sejarah KBRI swiss dan kegiatan seperti ini harus ditradisikan untuk waktu2 yang akan datang, sampai harta Soeharto benar2 dicairkan. Malam harinya TV lokal Sf1 dalam acara Tagesschau, menayangkan acara demo dan kunjungan menteri ke pemerintah swiss, Ms. Ruth Metzler sebagai menteri kehakiman MENANTANG Muladi, apa pemerintah anda akan minta International Legal Assistance, sehingga kami bisa melangkah lebih maju...? Muladi dan Ghalib TIDAK berani menjawab. Jadi INTI kunjungan Ghalib dan Muladi di Swiss itu justru di TANTANG pemerintah swiss, tapi kedua menteri itu menolak. Dalam pertemuan dengan pemerintah itu ternyata yang banyak ngomong bahasa Inggris cuma Muladi, dan Ghalib diam, saya kira dia tidak bisa ngomong bahasa Inggris, meski sebagai jenderal berbintang tiga. Dalam tayangan itu Muladi dikerubuti wartawan usai bertemu pejabat swiss, dan ditanya apa mau minindak lanjuti, Muladi jawab sambil ngacir keluar ruangan :...No Comment, No Comment ! Konon kedua menteri itu juga membawa istrinya masing2. Setelah tidak berhasil di swiss, mereka terbang ke Austria. Belum genap dua minggu di tanah air, Ghalib pura2 dicopot oleh Habibie, karena disodori kopian rekeningnya oleh Teten Masduki dari ICW(Indonesia Corruption Watch) yang mengatakan Ghalib menerima suap dari penguasaha kakap.
Tamat
Sigit Susanto - Switzerland