Ambon Rekayasa Gulingkan Pemerintah

Lagi 4 Tewas, Belasan Rumah Hangus

Ambon, JP.-

Reda beberapa hari, Ambon kemarin berdarah lagi. Teror bom kembali mengguncang serta menewaskan sedikitnya empat orang dan menghanguskan belasan rumah penduduk. Korban yang tewas itu, kabarnya, adalah jamaah yang sedang melakukan salat subuh di sebuah masjid.

Ironisnya, kerusuhan terbaru itu muncul hanya sehari setelah penandatanganan naskah perdamaian antara para latupati (kepala desa-kepala desa), saniri negeri, lurah, dan camat baru dilakukan Ahad petang, 28 Februari.

Peristiwa tersebut terjadi di Kampung Rinjani, Kelurahan Ahuru, Kecamatan Sirimau, Kodya Ambon, Senin pagi, pukul 05.00 WIT, yang mengakibatkan sedikitnya 15 rumah penduduk terbakar serta empat orang diduga meninggal dunia.

Selain itu, diperkirakan tujuh penduduk mengalami luka ringan dan berat akibat terkena senjata tajam maupun tertembak aparat keamanan.

Menurut kantor berita Antara, kerusuhan itu berawal ketika sekelompok orang, termasuk beberapa yang diduga anggota polisi, pukul 05.00 WIT, melakukan penyerangan di kawasan Ahuru, Kodya Ambon, yang mengakibatkan empat jamaah masjid tewas dan sejumlah orang luka-luka.

Serangan tiba-tiba itu diduga muncul dikomandoi beberapa orang berseragam polisi berpangkat perwira pertama, antara lain, berinisial JL, ID, dan SB. Penyerangan juga dilakukan terhadap penduduk sekitar masjid sehingga suasana mencekam dan penduduk ketakutan.

Polisi belum memberikan keterangan resmi mengenai insiden itu. Hingga Senin siang, pukul 13.00 WIT, suasana di Ambon masih mencekam. Rangkaian kerusuhan ini membuat pemerintah dan ABRI frustrasi. Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto dengan berang menuduh ada konspirasi untuk menggulingkan pemerintah di balik rangkaian kerusuhan tersebut.

Kepada wartawan di Jakarta kemarin, Wiranto mengatakan bahwa ABRI telah mengantisipasi meluasnya kerusuhan dengan menempatkan prajuritnya dalam jumlah besar di wilayah-wilayah yang dianggap potensial rusuh. ’’ABRI telah bertindak cepat dalam menangani kerusuhan Ambon. Dua hari setelah kerusuhan, ABRI telah mendatangkan pasukannya dalam jumlah besar di Ambon,’’ kata Wiranto menanggapi pertanyaan wartawan seusai meresmikan pembentukan Pasukan Penindak Kerusuhan Masal (PPRM) di Kelapa Dua, Jakarta Timur, kemarin.

Ketika wartawan menanyakan adanya pendapat yang menyebutkan ABRI kurang cepat mengatasi kerusuhan Ambon, ia mengatakan, ’’ABRI telah bertindak cepat dalam mengatasinya.’’

Ketika kepada Menhankam/Pangab disebutkan bahwa kerusuhan Ambon kembali terjadi pada Senin, 1 Maret, Wiranto menegaskan, ’’Di Ambon selalu ada kejadian, namun pasukan ABRI ada di sana untuk menindaknya.’’

Ia menyebutkan, perlu ada waktu untuk menangani aksi kerusuhan itu sehingga semestinya tidak perlu buru-buru menilai bahwa ABRI lamban mengatasi kerusuhan Ambon. ’’ABRI selalu komit untuk berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan permasalahan bangsa ini, khususnya dalam aspek keamanan. Namun, dalam penanganan masalah aspek keamanan, dukungan pihak lain tentu diharapkan,’’ katanya.

Ketika dimintai tanggapannya tentang adanya usul agar Megawati Soekarnoputri disertakan dalam menyelesaikan kasus kerusuhan Ambon, Menhankam/Pangab mengatakan, ’’Partisipasi siapa pun diharapkan, asalkan dengan wajar, ikhlas, dan jujur.’’

Kasus Ambon bisa disebutkan sebagai masalah moral. Dan, dalam hal ini, Indonesia sebagai negara hukum sering dilupakan. ’’Kalau masing-masing pihak menyadari hukum sebagai panglima, tidak akan terjadi kerusuhan,’’ ucapnya.

Beberapa saksi di Ambon kemarin mengaku melihat sejumlah massa menyeberang sungai kecil secara diam-diam sambil melemparkan bom rakitan. Akibatnya, sekitar 15 rumah penduduk terbakar. Hingga berita ini diturunkan, aparat keamanan melakukan penjagaan ketat di sekitar lokasi tersebut.

Korem 174/Pattimura Ambon sejak Ahad, 28 Februari, memprakarsai penandatanganan naskah perjanjian damai antara para latupati, saniri negiri, lurah, camat, bupati Maluku Tengah, dan wali kota Ambon yang disaksikan gubernur, Danguskamla (Koarmatim), Danrem, serta Kapolda setempat.

Upaya perdamaian yang ditempuh ini merupakan kali kedua setelah yang pertama dibentuk Tim Enam beranggotakan masing-masing dua orang dari agama Islam, Protestan, dan Katolik, namun mengalami jalan buntu sejak kerusuhan baru pecah pada 23 Februari lalu di Desa Batu Merah Dalam.

Warga yang meninggal akibat terkena peluru itu adalah Armin Haini, 30 tahun; Husain Umar, 25 tahun; Mui Ekoran, 25 tahun; dan Usman Wakano, 29 tahun.

Dengan adanya empat mayat tersebut, berarti ada sembilan mayat yang disemayamkan di Masjid Al-Fatah kemarin. Lima mayat adalah korban kerusuhan, Sabtu, 27 Februari lalu, dan hingga kemarin petang belum dikebumikan karena dikhawatirkan terjadi serangan lawan ketika upacara pemakaman.

Lima orang yang tewas itu merupakan satu keluarga yang Sabtu lalu terkepung sekelompok pemuda yang bersenjata tajam. Gerombolan tersebut langsung menyerang satu keluarga yang beranggotakan enam orang itu. Lima orang itu meninggal mengenaskan. Sementara itu, seorang anak yang berusia sembilan tahun, anggota keluarga lainnya, melarikan diri hingga kemarin belum diketahui keberadaannya.

Mayat lima orang tersebut Sabtu lalu sempat dibawa ke markas kepolisian dan kemarin dievakuasi ke Masjid Al-Fatah. Warga yang mengungsi di Al-Fatah tidak bisa menerima begitu saja korban pembantaian ini. Hal ini menimbulkan ketegangan sepanjang hari kemarin.

Kerusuhan yang terjadi kemarin itu menunjukkan bahwa perdamaian masih sulit dilakukan di kota Ambon. Isu tentang penyerangan terhadap satu warga oleh warga yang lainnya menjadi santapan tiap hari di kota Ambon.

Akibat ledakan bom kemarin itu, masyarakat berhamburan ke luar rumah masing-masing. Mereka melengkapi diri dengan senjata tajam sambil bersiaga. Suasana kota Ambon menjadi tegang. Warga muslim yang berkumpul di Masjid Al-Fatah keluar dengan teriakan jihad. Demikian juga warga nonmuslim yang ada di Lapangan Merdeka, mereka siap siaga menyerang. Perang terbuka hampir saja terjadi kalau aparat tidak sigap.

Kota Ambon menjadi tegang. Masyarakat mempersenjatai dirinya dengan parang panjang, tombak, dan sejenisnya, serta turun ke jalan raya. Suasana semakin panas dengan adanya isu sejumlah orang Kristen akan menyerang kaum Islam.

Kesepakatan itu hanya merupakan simbolis yang tidak lagi dihargai masyarakat Maluku. Berselang beberapa saat saja dari perjanjian itu, ledakan bom terjadi.

Polisi Provokator Ditangkap

Sehari sebelumnya, enam orang meninggal akibat kerusuhan di beberapa tempat. Yang memprihatinkan, masyarakat Ambon sekarang sudah dikotak-kotakkan antara kelompok putih dan kelompok merah.

Wartawan Jawa Pos News Network (JPNN) yang memantau di lokasi kejadian (Kampung Rinjani, Red) melaporkan, beberapa warga mengomplain tindakan aparat yang mereka anggap tidak adil dan memihak. Bahkan, ada indikasi beberapa aparat memprovokasi kelompok merah untuk menyerang kelompok putih.

Menurut tokoh agama desa tersebut, Imam Husen Toisuta, aparat seharusnya tidak memihak kepada salah satu golongan mana pun. Namun yang terjadi di lapangan, aparat sudah tidak lagi berlaku adil.

Kini aparat yang dalam tugas berlaku tidak adil telah diamankan. Mereka yang diamankan, antara lain, Kapten Pol L. Soplantila, Letda Katje Sunyalut, Letda Ely Sopacoly, Letda Dace Timisela, Serma Stevanus, dan Serma Benny. ’’Mereka akan diproses susuai hukum,’’ ungkap Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease Letkol Pol Drs Afrisal Asyari kepada JPNN.

Kapolres kepada masyarakat yang bertikai menyerukan agar segera membersihkan barikade-barikade guna memperlancar proses pengamanan. Ia mengajak masyarakat untuk segera mengakhiri kerusuhan yang sudah menyengsarakan penduduk Ambon itu.

Penjelasan Kapolres tampak mendapat respons dari kedua belah pihak yang bertikai. Respons itu diwujudkan dalam bentuk penanggalan senjata yang mereka miliki. Lalu, masyarakat kepada Kapolres meminta agar dalam penempatan petugas harus betul-betul jujur, tidak memihak kepada suatu golongan.

Mereka juga meminta agar aparat ditempatkan di perbatasan kedua kubu yang bertikai. Hingga saat ini dua satuan keamanan dari brimob dan marinir telah ditempatkan di perbatasan kedua belah pihak yang bertikai.

IHCC - Indonesian Huaren Crisis Center Back to Witnesses/News