Sekelompok kecil orang begitu rasis-nya sehingga kelihatan
sekali kebodohannya.
Silakan menyimak 2 surat pembaca Gatra 25 Juli 1998.
Saya rasa, kita sekalian akan cukup sering menjumpai orang2
seperti ini. Kiranya ini merupakan tantangan bagi kita
semua (khususnya WNIK) agar "terbiasa" dan tidak cepat
terbawa emosi dalam menghadapinya.
|
1)
"Korban Kerusuhan : Terkesan Memojokkan Pribumi"
Saya merasakan adanya upaya sistematis untuk mendiskreditkan
kalangan pribumi melalui dramatisasi peristiwa kerusuhan,
pertengahan Mei lalu. Sebagian media cetak secara
berlebihan menyamakan peristiwa itu dengan holocaust skala
Melayu. Ada pula yang menafsirkannya sebagai pembersihan
etnis.
Tak kalah serunya adalah pemberitaan lewat internet yang
sangat memuakkan karena cenderung manipulatif,
disinformatif, dan insinuatif. Salah satu diantaranya
mengatakan, seorang gadis Cina diperkosa secara bergiliran
oleh sejumlah lelaki sambil meneriakkan kata2 berbau agamis.
Kita tentu tidak boleh menutup kemungkinan terhadap adanya
dugaan tindakan pemerkosaan yang dilakukan sekelompok orang
kepada etnis Cina. Namun, adanya dramatisasi seperti itu
justru mengaburkan keadaan. Simpati masyarakat, yang semula
mulai bangkit, kini menjadi muak dengan pemberitaan sebagian
media dan internet yang terkesan membodohi.
Kalangan etnis Cina sebaiknya juga menyadari, mereka
bukanlah satu-satunya korban. Kalangan pribumi yang mati
terpanggang dan berjumlah ribuan orang juga korban, dan
mereka bukan promotor aksi kerusuhan dan penjarahan. Mereka
diprovokasi, dipanas-panasi, agar mau menjarah, bahkan
terkesan diberi peluang. Setelah terpancing, merekapun
dibakar hidup2 ketika masih berada di gedung pertokoan.
..... (deleted) ....
Drs. .... (nama dihapus)
(Bogor)
2)
"Kok Itu Saja Diberitakan"
Saya, sebagai penduduk pribumi asli, protes keras dengan
pemberitaan di media elektronik atau cetak di Jakarta. Pola
mereka hampir sama dengan di zaman Order Baru: bila ada
masalah, pasti digembar-gemborkan dengan ditambah sana-sini.
Contohnya kasus pemerkosaan yang menimpa warga non-pribumi.
Seolah-olah cuma kasus itu yang membuat seluruh rakyat harus
ikut menyimak terus. Kenapa pers tidak melakukan
investigasi tentang kebenaran berita-berita tersebut ?
Apakah dengan sekian orang yang diperkosa cukup
menghilangkan ribuan manusia terpanggang dalam toko2 tanpa
diekspose seperti kasus tersebut ? Belum lagi tuntutan2
dari golongan nonpribumi, yang meminta dispensasi sampai
meminta diakui sebagai bagian dari suku di Indonesia.
Tolong Bung-bung yang bekerja di pers turun ke lapangan,
mencari data yang lebih baik dan akurat untuk lebih
mencerdaskan bangsa.
(nama dihapus ....)
(Jakarta Pusat)
|