Kasus Vivian sudah dikonfirmasi !

Kasus pemerkosaan Vivian sekaligus pembunuhan Veny [adik Vivian] - keduanya nama samaran - ternyata sudah Confirmed, Keluarganya sudah berani mengadukan! Puji Tuhan!!

Saya termasuk orang yang TIDAK RELA.. para biadab pemerkosa / pembunuh masih berkeliaran bebas! Saya ikut berdoa, dan saya beriman "Pedang Keadilan" Allah akan mencapai mereka.. lihat saja!

DICARI: PELAKU PERKOSAAN

SEORANG gadis diperkosa saat tak sadarkan diri. Adiknya, malah tewas terbunuh. Kedua orangtuanya tak mampu menahan para pria pemerkosa, yang jumlahnya konon tujuh orang. Malah mereka juga kena gebuk, pagi hari 13 Mei lalu, di apartemennya, di Jakarta.

Pengakuan keluarga malang itu diterima Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (KPIKD). LSM ini juga menghimpun pengakuan dari korban- korban lain, yang rata-rata WNI keturunan Cina.

Berapa jumlah perkosaan itu sebenarnya? Sebanyak 152, mayoritas keturunan Cina. Begitu yang tertera dalam dokumen Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang diserahkan kepada Komnas HAM, Senin (13/7) lalu. Dari jumlah tersebut, 20 di antaranya telah meninggal. Malah ada yang dengan cara bunuh diri.

Menurut Debra Yatim dari Kalyanamitra dan aktivis Koalisi Perempuan, isi dokumen itu separo berisi data korban, separo pertanyaan-pertanyaan keras kepada pihak keamanan. Di sana disinyalir, perkosaan dijadikan sebagai alat kepentingan politik untuk menghilangkan kemanusiaan manusia, dan menjadikannya sebagai barang. Dan kasus perkosaan tersebut disinyalir dilakukan bukan secara spontanitas, melainkan terorganisasi oleh sekelompok orang.

Bicara soal jumlah korban perkosaan itu, kemungkinan besar masih akan berkembang. Berbagai pengaduan masih terus mengalir ke meja Tim Relawan untuk Kemanusiaan yang dikoordinatori Ita F. Nadia dari Kalyanamitra, dengan Mira Diarsi yang mengurus Divisi Kekerasan terhadap Perempuan. Bahkan seperti pernah diperkirakan relawan Romo Sandyawan, korban perkosaan itu tidak kurang dari 400-500.

Sehubungan dengan keprihatinan terhadap kasus pemerkosaan tersebut, Prof Dr Saparinah Sadli (anggota Komnas HAM dan Ketua Program Studi Kajian Wanita UI) bersama wakil 22 organisasi dan LSM, Rabu (15/7) pekan lalu mendesak Presiden B.J. Habibie agar menuntaskan kasus aksi kekerasan terhadap perempuan, khususnya korban perkosaan Mei.

Hasil dialog dua setengah jam yang berlangsung tertutup tersebut, adalah pernyataan Habibie yang secara resmi mengutuk berbagai aksi kekerasan pada peristiwa kerusuhan pertengahan Mei lalu di sejumlah tempat, termasuk aksi kekerasan terhadap perempuan.

"Saya menyatakan, pemerintah akan bersifat proaktif memberikan perlindungan dan keamanan kepada seluruh lapisan masyarakat guna menghindari terulangnya kembali kejadian yang tak manusiawi dalam sejarah bangsa Indonesia," tutur Presiden di depan tokoh-tokoh wanita, seperti Saparinah, Ny Nuriah Andurrahman Wahid (Muslimat NU), Ny Hartini Hartarto (Ketua Dharma Wanita), Ny Nelly Adam Malik, Ny Umi Nurcholis Madjid, Rita Kalibonso (Koalisi Perempuan), dan Ita F. Nadya (Kalyanamitra).

Kalangan perempuan umumnya merasa tak cukup dengan pernyataan Presiden yang sekadar mengutuk saja. Mereka menghendaki Presiden bisa mengambil langkah-langkah konkret dan tuntas, termasuk mengadili para pemerkosa, serta aktor intelektual yang ada di belakangnya.

Sebar Foto

Siapakah gerangan hidung belang pemerkosa itu? Belum ada jawabannya. Tapi ada dugaan adanya jaringan dan kepentingan fundamental di balik itu. Apalagi, sebagian aktivis relawan terus-menerus diteror. Akibatnya, sebagian dibayangi kecemasan dan ketakutan akan keselamatan jiwa dan keluarganya.

"Bayangkan, peneror itu dapat dengan detail menyebut nama anak, nama sekolah, jam berangkat," tutur seorang relawan menceritakan pengalamannya. Selain itu, teror serupa juga dialami para korban, keluarga korban, petugas rumah sakit, dan dokter yang memberikan data-data. Teror terhadap korban itu selain melalui telepon, juga penyebaran foto-foto mereka sewaktu diperkosa.

Dengan adanya foto-foto pemerkosaan itu, Debra bertambah yakin, ada skenario yang rapi di balik tindak kekerasan terhadap perempuan. "Kalau tidak direncanakan dengan rapi, mana mungkin dalam situasi genting seperti itu, ada orang berani memotret pemerkosaan?" ujar mantan pembawa Buah Bibir di RCTI itu.

Masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan kasus pemerkosaan terhadap warga keturunan ini, memang menjadi perhatian dan keprihatinan banyak orang, termasuk kaum pria yang menaruh hormat terhadap kaum perempuan, tokoh-tokoh reformis, hingga organisasi kemasyarakatan seperti Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam Dialog Interaktif II Membangun Kebhinekaan dalam Kesatuan Bangsa yang berlangsung di Jakarta, Kamis (16/7) pekan lalu, masalah pemerkosaan itu tak urung mengemuka. Semua berharap, kasus memilukan itu secepatnya tampil juga ke pengadilan, meski para tersangkanya masih belum jelas.

(Yusuf Susilo Hartono)

[Surabaya Post]

IHCC - Indonesian Huaren Crisis Center Back to Witnesses/News