SURAT PERMOHONAN MAAF

Sebagai manusia, sebagai Muslim maupun sebagai bangsa Indonesia, perkenankan saya menyatakan pendapat dan turut memohonkan maaf kepada saudara-saudara yang menjadi korban penjarahan, pemerkosaan dan segala macam bentuk kekejaman dan kebrutalan terutama yang berlangsung pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di sejumlah tempat di Indonesia.

Sebagai pribadi saya tidak turut melakukan satu jenispun dari daftar kekejaman itu, namun sebagai bagian dari sebuah masyarakat, namun tidak bisa dipastikan bahwa saya tidak memiliki andil sekecil apapun, dalam pengertian bahwa semua yang berlangsung dalam sebuah masyarakat tentulah senantiasa terkait secara sistemik, struktural dan kultural.

Surat ini bermaksud menyampaikan bahwa dalam hal apapun saya takut kepada hukuman Allah yang menyaksikan segala sesuatu sampai selembut-lembutnya, serta bermaksud mengikarkan kembali bahwa sebagai manusia hidup saya selalu wajib menjalankan apapun berdasar penomersatuan kasih sayang sosial (rahman), baru kemudian cinta pribadi (rahim).

Menurut pengamatan dan analisis yang sejauh saya mampu lakukan, ada tiga kemungkinan jenis pelaku kekejaman tersebut :

1. Orang yang beragama Islam pada taraf yang awam, yang tenggelam dalam pengaruh ajaran sejumlah pemuka Agama yang berpandangan sempit, yang menghayati Islam sebagai kebenaran eksklusif-subyektif, yang membatasi pandangan keIslamannya pada level formalistik-simbolik, yang memahami Kaum Muslimin sebagai suatu kelompok yang memonopoli kebenaran dan melihat kalangan lain sebagai subyek kebatilan. Bahkan 'kalangan lain' ini termasuk juga kelompok-kelompok penghayat Islam lainnya yang tidak sependapat dengan mereka, yang juga kafir bagi mereka dan dihalalkan darahnya.

2. Orang yang beragama Islam atau tidak, yang nilai Agama tidak merupakan arus primer dalam kesadaran mereka, yang dikumpulkan, dimobilisasikan, dibayar untuk melakukan kekejaman-kekejaman, dengan paket skenario yang memang disengaja untuk mendiskreditkan Agama Islam dan Ummat Islam -- umpamanya melalui paket ucapan "Allahu Akbar" atau "Kamu harus diperkosa, karena kamu bukan Muslim dan kamu Cina!", dst, yang diucapkan tatkala melakukan kekejaman-kekejaman itu. Sejauh yang saya pelajari, skenario diskreditisasi Islam dan Ummat Islam itu merupakan prinsip dari suatu grand design yang berskala internasional yang juga menggunakan pelaku-pelaku pada level nasional -- dengan target menggunting setiap kemungkinan dan potensi penguasaan Ummat Islam atas kekuasaan politik dan ekonomi, serta merusakkan berlakunya nilai-nilai Islam pada wilayah kultural. Insyaallah saya bisa menjelaskan outline dan route design besar ini sejak beberapa bulan sebelum Suharto jatuh hingga sesudahnya, namun surat ini bukan forum yang tepat untuk itu.

3. Orang yang beragama Islam atau tidak, yang karena ketidaktahuan dan kemiskinannya, yang terkurung dalam situasi dendam sosial yang kronis karena parahnya kesenjangan sosial-ekonomi -- melampiaskan emosi dendamnya melalui cara-cara yang tidak terkontrol oleh akal sehat dan prinsip nilai Islam sendiri. Namun hal itu tidak sejak semula merupakan inisiatif mereka sendiri yang orisinal, melainkan potensialitas emosi dendam itu dipancing untuk 'meledak' oleh arus skenario yang saya jelaskan di point-2 di atas. Sejarah dan pengalaman hidup saya tidak memungkinkan saya untuk bisa memahami bahwa Kaum Muslimin yang awam yang juga merupakan rakyat biasa sanggup melakukan kekejaman-kekejaman itu, kecuali jika sebagian di antara mereka dikabuti oleh asap hasutan atau pancingan yang memanfaatkan kebodohan, kemiskinan dan dendam sosial mereka, dalam suatu situasi yang crusial.

Bangsa Indonesia hari-hari ini sedang semakin terperosok ke jurang krisis perekonomian yang benar-benar semakin parah, sedang diancam oleh gejala dan kenyataan disintegrasi dalam berbagai bentuk secara sangat serius, serta semakin terpuruk ke dalam kenyataan kebuntuan total, hampir dalam segala arti.

Di tengah kesengsaraan semacam itu, melalui surat ini saya meneguhkan diri untuk memilih reintegrasi, pembangunan kembali nasionalisme-plural-demokratik, agar semuanya bisa menyatu sebagai satu subyek -- yakni bangsa Indonesia -- serta menatap satu kiblat, yakni penyelamatan nasib rakyat dan seluruh bangsa Indonesia.

Sebab memang demikianlah Islam yang saya pahami. Islam berpusat pada asma Allah 'Adil. Menyalahkan siapapun saja yang salah, membenarkan siapapun saja yang benar. Dengan tekanan khusus: yakni menempatkan diri dalam perjuangan membela mustadl'afin, kaum yang dilemahkan. Islam itu rahmatan lil'alamin, rahmat bagi semua, saling menyelamatkan di antara sesama hamba Allah.

Jakarta 17 Juni 1998

Emha Ainun Nadjib
HP- 0816682048

Dicopy dari Padang Bulan Net - http://maga.co.id/emha/

Back to Opinion