Hujat Kekejian dengan Cara Keji

Washington, JP.-

Demo solidaritas etnis Cina di AS terhadap perkosaan yang terjadi pada 13-14 Mei di tanah air, cukup merepotkan perwakilan-perwakilan RI di AS sepanjang Jumat pagi (Sabtu) hingga siang dan sore waktu setempat. KBRI-Washington dan KJRI-New York termasuk jadi sasaran demo.

Menteri Pernanan Wanita Ny Tutty Alawiyah yang saat ini berada di Washington DC harus menjawab dan memberikan tanggapan atas tudingan perkosaan masal yang berlangsung selama kerusuhan Mei lalu.

Tutty yang kebetulan berada di AS menghadiri Konfrensi Islam di Washington, berusaha menjelaskan kasus perkosaan di depan wartawan di ibukota AS. Ada belasan wartawan yang hadir dan umumnya menanyakan ketegasan pemerintah RI menghadapi kasus perkosaan. Ada juga yang mempertanyakan sikap pemerintah yang dianggap bereaksi terlambat atas kasus perkosaan yang menimpa wanita Tionghoa di tanah air.

Menperta menjelaskan kronologis peristiwa kerusuhan Mei hingga munculnya pemberitaan perkosaan belakangan. ‘’Bukan berarti pemerintah terlambat,’’ kata Tutty.

Soal warga nonpri yang sekarang masih berada di luar negeri, dia mengharapkan agar mereka kembali ke tanah air. ‘’Membangun Indonesia bersama-sama. Mereka kan lahir di Indonesia dan Indonesia adalah tanah air mereka. Pemerintah sendiri sudah memberikan jaminan perlindungan dan keselamatan mereka,’’katanya.

Di KBRI-Washington, para demonstran mengusung pelbagai poster dan spanduk yang sangat menghujat Indonesia. Selain itu mereka juga memampangkan poster-poster wanita yang ditelanjangi dan jadi korban perkosaan.

Sekitar 300 peserta unjuk rasa itu di bawah koordinasi masyarakat etnis Cina di AS, Amnesti Internasional, dan organisasi-organisasi yang muncul merespons kerusuhan Mei. Kata dan kalimat hujatan mendominasi pemandangan demo yang berkangsung di seberang jalan depan KBRI, 2020 Massachusetts Ave NW.

Wartawan Jawa Pos di Washington, Ramadhan Pohan tadi malam melaporkan, para demonstran mengutuk perilaku kekejian --sayangnya-- dengan cara-cara dan bahasa yang keji pula.

Kalimat-kalimat keji yang mereka gunakan antara lain: Barbaric Indonesia Republic of Rape (Indonesia Biadab, Republik Perkosaan, red) ; Stop Using Rape as Weapon (Hentikan Perkosaan sebagai Senjata, red)

Yang cukup mengejutkan, bendera Merah-Putih turut jadi sasaran kemarahan para demonstran yang diduga berasal dari etnis-etnis Cina Hongkong, Taiwan, dan Asia Tenggara. Sang saka Merah-Putih dicorat-coret dengan tulisan yang tak begitu jelas isinya.

Tidak terjadi insiden apa pun selama demo yang berlangsung sampai siang itu. Satu regu aparat keamanan Washington DC turut menjaga ketertiban demonstrasi tanpa kekerasan tersebut.

‘’Kita menghargai hak demo mereka. KBRI, Athan dan aparat setempat melakukan kordinasi mengupayakan penanganan agar demo tidak sampai mengganggu masyarakat Indonesia di Washington,’’kata Brigjen TNI Sudrajat, Athan RI di AS kepada JP.

Demo tersebut melengkapi teror dan makian yang selama ini diterima KBRI dan kantor Athan di Washington. Teror-teror yang menggunakan media telepon tersebut dilakukan dengan macam-macam bahasa.

‘’Ancaman fisik kepada orang Indonesia belum ada. Selama ini kita yang kita terima adalah teror telepon yang pakai bahasa Inggris, Cina, dan bahasa Indonesia,’’ kata Sudrajat.

Sejak Sabtu pagi waktu setempat (tadi malam) mereka sudah berbaris dan bergerombol sambil membawa poster-poster dan meneriakkan yel-yel anti Indonesia.

Di kantor KJRI-New York malah lebih marak lagi. Menurut sumber JP, demo dilakukan sekitar 5.000 orang. Humas KJRI menjelaskan, jumlah partisipan demo tersebut berjumlah sekitar 2000-an orang. Mereka memenuhi 3 blok jalanan di sepanjang 5 tf AvenueNew York, yakni jalan 67, 68, dan 69. Demo berlangsung ramai namun tidak menimbulkan kekerasa fisik apapun.

Para pendemo menggunakan yel-yel berbahasa Cina, megnutuk tindakan perkosaan yang menimpa etnis mereka di Indonesia. ‘’Pidato-pidato mereka berbahasa Tionghoa. Jadi kita sendiri nggak ngerti apa yang mereka teriakkaan,’’ kata Kabidpen KJRI Rizali Indra Kusuma, kepada Jawa Pos.

Menurut Rizali, ada sekitar 600 polisi yang turun menjaga ketertiban demonstrasi yang pelakunya terdiri dari kalangan bermata sipit dan keturunan Amerika Latin (Hispanic). pelbagai Puncak demo terjadi tepat pukul 12.30 siang, seoraang utusan demonstran menyampaikan surat protes yang diterima Konjen Kusnaredi Takarijanto.

‘’Letter of protest itu berisi sikap mereka yang tidak bisa menerima kejadian yang mereka anggap didiamkan pemerintah. Mereka ingin peristiwa Mei tidak berulang kembali,’’tambah Rizali, yang nota bene mantan anggota kelompok penyanyi kampus UI 1970-an "PSP" itu.

Yang menarik, sebelum menyampaikan surat protes, para demonstran mendahuluinya dengan bahasa Cina. Kalangan KBRI akhirnya mengerti, setelah diterjemahkan oleh anggota polisi yang bertugas. Polisi tersebut, sebut Rizali, adalah polisi Cina Amerika yang tentu saja bisa berbahasa Cina.

IHCC - Indonesian Huaren Crisis Center Back to Witnesses/News