Please visit our sponsors.
Click Here to Visit our Sponsor

PBHI Menduga Ita Korban Pemerkosaan Mei

Jakarta, JP.-

Meski pembunuhnya sudah ditemukan, kasus tewasnya Marthadinata alias Ita justru semakin ruwet. Kali ini polisi yang berhasil menangkap pembunuhnya justru dipersalahkan. Wakil Ketua Komnas HAM Prof Dr Saparinah Sadli sangat menyayangkan pernyataan pejabat kepolisian karena mengeluarkan pernyataan yang tak semestinya.

Menurut Saparinah, seharusnya polisi tidak membeberkan hal yang dialami korban. Sebab, belum tentu itu benar. Sebelum ini memang ada pejabat Polda Metro Jaya yang mengatakan bahwa korban sempat disodomi tersangka Otong. Tapi, akhirnya penjelasan itu dicabut oleh pejabat yang bersangkutan. ’’Kita harus mengerti bahwa bagaimanapun pernyataan pejabat di media akan membentuk suatu opini di masyarakat,’’ kata Saparinah kepada wartawan saat acara persiapan pembentukan Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (AKTP) di Jakarta kemarin.

Sementara itu, PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia) menduga keras, Ita sesungguhnya adalah salah seorang korban kekerasan seksual pada kerusuhan Mei lalu. Dia bukan pendamping korban kekerasan seksual pada kerusuhan Mei lalu seperti yang diberitakan media massa selama ini.

’’Status sebagai pendamping korban yang diberikan kepada Ita adalah usaha menyamarkan status yang sebenarnya. Dan, hal itu dilakukan demi memberikan perlindungan yang cerdas atas keselamatannya sebagai salah seorang korban,’’ kata Direktur PBHI Hendardi kemarin.

Menurut Saparinah, yang juga anggota Komnas HAM ini, pemberitaan terhadap kasus Ita sejak awal sudah simpang siur. Dengan demikian, itu sempat membingungkan masyarakat. ’’Saya tidak ingin memberikan tanggapan apakah kasus itu merupakan kriminal murni atau bukan. Tetapi, dari fakta-fakta yang ada di koran, bisa jadi, kasus ini ada kaitannya dengan hal-hal negatif yang terjadi pada Ita. Tetapi, pada hari berikutnya pejabat kepolisian memberikan pernyataan yang berbeda,’’ ujarnya.

Ditegaskannya, kasus Ita juga merupakan fenomena blaming the victim. Artinya, bukan hanya terjadi pada gadis berusia 18 tahun itu, tapi juga pada wanita korban kekerasan lain seperti Marsinah. ’’Hal ini kami anggap tidak bertentangan dengan prinsip keadilan. Oleh karena itu, kami menuntut agar hal-hal demikian tidak terulang lagi,’’ katanya.

Dalam persiapan pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di PKBI (Pusat Keluarga Berencana Indonesia) Jakarta itu hadir sejumlah tokoh dan aktivis perempuan anggota tim Komnas AKTP, antara lain, Hj Nuriah Wahid, Dra Taty Krisnawaty, Rita Serena Kalibonso SH MA. dan Dr Mely G. Tan.

Tim persiapan pembentukan Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan itu terdiri atas 21 anggota. Selain Prof Dr Saparinah Sadli, ada KH Ali Yafie, Mayjen (Pur) Koesparmono Irsan, Nursyahbani Katjasungkana SH, Herawati Diah, Dr Boen Setiawan, Maria Olandia Isabel Cairo Alves, dan Dra Nunuk Murniati MA. (mik)

IHCC - Indonesian Huaren Crisis Center Back to Witnesses/News