Mereka telah Kehilangan Segalanya

WAWANCARA

KETIKA amuk sudah reda, asap kebakaran toko-toko dan pusat perbelanjaan di Jakarta sudah padam, terdapat serpihan peristiwa yang meninggalkan trauma mendalam. Dialami oleh warga keturunan berbagai usia, terutama wanita, suatu peristiwa yang sungguh sulit diterima siapa saja yang masih punya hati nurani: penjarahan terhadap 'milik' perempuan yang paling berharga, dari pelecehan seksual sampai tindak perkosaan, bahkan pembunuhan. Bau busuk peradaban ini susah untuk ditutupi. Paling tidak Komnas HAM sudah mengawali mengungkapnya dalam jumpa pers pekan ini. Sejumlah kasus perkosaan dan pelecehan seksual yang terjadi bersamaan dengan kerusuhan 13-14 Mei lalu, telah dilaporkan ke Komnas HAM.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, sebenarnya diam-diam telah mengupayakan gerakan pendampingan terhadap para korban ini. Mereka menyadari, sampai saat ini sebagian besar korban belum tertangani. Juga belum ada advokasi yang terorganisasi untuk membantu para perempuan yang menjadi korban pelecehan dan perkosaan. Akhirnya berbagai organisasi dan individu dengan latar belakang dan kalangan yang beragam, sepakat membentuk Tim Relawan Kemanusiaan Divisi Perempuan.

Tim yang dikoordinatori Ita F Nadia ini siap memberikan bantuan dari penanganan medis, pendampingan, shelter, terapi psikologis, jaminan keamanan, sampai bantuan hukum. Data yang dikumpulkan Tim Relawan Kemanusiaan Divisi Perempuan makin enunjukkan, betapa hak dan harkat perempuan, bahkan juga nyawa, menjadi takberharga begitu kerusuhan melanda. Untuk mengetahui berbagai hal berkaitan dengan kerja para relawan ini, Lintang Rowe melakukan wawancara dengan Ita Nadia. Berikut sebagian petikannya.

Bagaimana proses terbentuknya tim relawan yang mengkhususkan pada akibat kerusuhan Mei 13-14 lalu pada korban perkosaan, pelecehan seksual, dan sejenisnya?

Kalyana Mitra merupakan bagian dari tim relawan untuk kemanusiaan yang diketuai Romo Sandi. Tim ini melakukan pekerjaan untuk mengungkap fakta, jumlah korban, siapa pelaku, modus, pola, dan berbagai hal di balik peristiwa Mei kemarin. Di dalam tim relawan ada divisi yang namanya Divisi Kekerasan Kepada Perempuan.

Bagaimana awal terungkap adanya korban perkosaan?

Awalnya berdasarkan laporan dari posko tim relawan yang tersebar hampir di seluruh Jakarta, terutama posko yang mayoritas komunitasnya, etnis Cina. Posko ini mengungkapkan persoalan perkosaan yang menyertai pembakaran dan perusakan. Dari laporan ini, tim relawan dalam hal ini Romo Sandi mengatakan harus segera dicarikan jawabnya. Untuk itu menangani divisi saya, saya lalu mengajak kelompok lain yang mau terlibat di dalam perosalan-persoalan ini. Nah, di dalam divisi ini ada Mitra Perempuan yang ternyata sudah melakukan juga kegiatan pendampingan dan telah pula membuka hotline tentang kasus perkosaan. Ada juga LBH Apik ada LBH Jakarta dan lain-lain. Kemudian bergabung pula Satuan Petugas UI yang antara lain terdiri dari tenaga psikiatri.

Lalu, apa tugas divisi Anda?

Semua harus bergabung karena persoalan perkosaan ini korbannya tidak sedikit. Banyak telepon yang masuk, baik yang ingin menjadi relawan, informan yang melihat kejadian dan keluarga korban perkosaan atau pelecehan seksual, perkosaan, ditelanjangi, atau hal-hal semacam itulah. Ada juga korban yang melaporkan sendiri pada kami, bahwa dirinya diperkosa oleh sekian orang pada tanggal sekian hari ini. Sekarang tugas yang sedang kami lakukan adalah verifikasi dan investigasi dari informasi yang masuk. Secara simultan kami juga menyediakan pendampingan untuk korban yang sudah dilakukan juga oleh Mitra Perempuan. Kalyana Mitra tidak melakukan pendampingan secara langsung, tetapi memberi rujukan pada korban agar minta bantuan ke Mitra Perempuan maupun Satgas UI atau menempatkan di suatu rumah aman (rumah yang dijaga kerahasiaan alamatnya). Jadi dalam hal ini Kalyana Mitra melakukan fungsi sekretariat.

Selain pendampingan psikologis, apakah ada juga pendampingan medis dalam melakukan pemeriksaan pada korban?

Ketika korban melapor, kami juga harus memeriksa, dan ada tim dokternya sendiri. Jadi yang paling utama dari pendampingan ini, memulihkan fisik maupun psikis korban. Dan bagi kami yang paling utama adalah menjaga kerahasiaan korban. Itu adalah nomor satu. Kami tidak akan menyebutkan atau memberikan nama dan alamat korban kepada siapa pun. Karena bagi korban perkosaan traumanya luar biasa apalagi tidak hanya dilakukan satu orang tetapi beberapa orang dan disertai penyerangan pula.

Pendampingan dari segi hukum?

Dari segi hukum tim relawan punya TPHKI (Tim Pembela Hukum Keadilan Indonesia). Nah, TPHKI ini nantinya yang akan mendampingi para korban, ketika mereka akan melakukan satu tindakan hukum. Dari laporan yang masuk, apakah sudah terdata cukup banyak? Kesulitan dari korban perkosaan itu, biasanya korban mempunyai trauma sangat berat. Tidak hanya si korban yang trauma tapi keluarga korban juga mengalami trauma luar biasa. Nah, kesulitan kami ini dari korban perkosaan 12 Mei hingga 18 Mei, banyak yang sudah ke luar negeri. Kesulitan kedua, beberapa korban setelah diperkosa ada yang meninggal, terbunuh, ada pula yang kemudian bunuh diri. Kemudian kalau korban dirawat dalam keluarga, keluarganya akan sangat resistan terhadap campur tangan luar. Dengan cara proaktif, kami sering menemukan bahwa di beberapa rumah sakit ada korban yang pernah dirawat. Tetapi RS sendiri kadang sangat tertutup, padahal keluarga korban mengatakan di RS itulah ia dirawat. Saya sendiri kemarin malam pergi ke Jakbar tepatnya ke sebuah ruko di perumahan mewah. Menurut informan, di sana ada 6 korban. Ketika saya datang, ruko sudah terbakar semua, dan waktu saya bertanya pada masyarakat apakah ini rumah si anu dan telah terjadi perkosaan di rumah itu, mereka menjawab ya. Tapi ketika ditanya ke mana mereka? Sudah pergi, dan tidak ada yang tahu ke mana. Itu terjadi di beberapa tempat.

Bagaimana pola perkosaan itu?

Dari beberapa penuturan korban yang mengalami atau dari saksi, mereka diperkosa tidak oleh satu orang, tetapi sampai 3 atau 4 orang, bahkan yang diperkosa oleh tujuh orang. Jadi kami menyimpulkan bahwa pemerkosa 3 sampai 7 orang. Kejadiannya pasti di komunitas Cina, dan rata-rata terjadi serentak. Tanggal 12 Mei pemerkosaan sudah ada yang terjadi, tetapi paling banyak tanggal 14-15 Mei, dan terus berlanjut hingga tanggal 18 Mei. Jadi mereka menyerang, menganiaya, memperkosa kemudian membakar. Kami sudah menemukan dua kasus, setelah diperkosa, korban dianiaya dengan menyilet vagina. Nah, orang-orang ini bukan dari komunitas setempat. Itu tidak normal buat satu tindak perkosaan. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman Kalyana Mitra yang sudah beberapa tahun bekerja untuk korban perkosaan, pola yang umum, si korban dan pemerkosa sudah saling kenal atau sudah pernah melakukan komunikasi, baru ada perkosaan. Tanpa diketahui pemerkosanya, bagaimana TPHKI bisa menuntut? Nah, itu. Ini analisis saya. Ini yang bisa dikatakan suatu sistematik dan terorganisasi, karena dilakukan secara serentak, polanya sama dan ini tidak pernah terjadi di masyarakat umum biasa. Korban punya tiga ciri, perempuan, Cina, nonmuslim. Yang terpenting bagi tim relawan sekarang, adalah menyajikan fakta kepada masyarakat bahwa telah terjadi pelanggaran atau tindakan brutal seperti perkosaan. Nantinya masyarakatlah yang akan menuntut kepada pemerintah, untuk harus bertanggung jawab. Sebab, bagaimanapum, etnis Cina juga warga negara kita.

Sekarang pelaku masih berkeliaran ada tidak laporan tentang ketakutan orang?

Oh, iya... hampir semua mengatakan hal itu. Telepon di Kalyana Mitra, mungkin setiap hari menampung lebih dari 100 suara ketakutan. Kami takut menjemput anak, kami takut ke pasar, kami takut ke gereja, beribadah dan ketakutan lain bahwa peristiwa itu akan terulang lagi. Dan saya sudah menjumpai ibu-ibu etnis Cina yang mengatakan sudah membawa pisau. Karena apa pun mereka itu memilih mati. Dan bukan hanya etnis Cina yang sebenarnya takut, tetapi juga warga asli yang nonmuslim menjadi sangat takut. Dalam kasus perkosaan bagaimana kalau korban hamil, apakah sudah dibicarakan dan apakah sudah ada kasus? Dibicarakan sudah. Tapi semuanya dikembalikan pada korban. Pilihan korban itu yang dipentingkan. Meskipun kami punya guidance] bahwa korban perkosaan yang hamil, tidak boleh membiarkan kehamilan itu. Artinya itu bukan langsung aborsi, tetapi dilihat kondisi korban, kesehatannya, umur kehamilan dan semuanya. Tetapi kami tidak menutup kemungkinan kalau korban menghendaki aborsi, apa boleh buat hal itu harus dilakukan. Karena biasanya dari pengalaman yang sering kami tangani, kalau korban itu hamil dan melahirkan, kemudian sepanjang kehamilannya akan mengalami trauma yang luar biasa. Itu harus diperhatikan. Kemudian si anak yang tidak berdosa akan mengembalikan memori ibunya bahwa anak ini hasil perkosaan. Itu menimbulkan akibat yang luar biasa. Bukan kami menentukan, melainkan korban dan keluarganya yang akan dihadapkan pada tim dokter ahli kandungan untuk membicarakan keinginannya. Kami hanya menyediakan semua sarana untuk membantu mempermudah proses dan meringankan penderitaan. Sebab trauma mereka luar biasa apalagi dilakukan tidak hanya satu orang. Soal aborsi sendiri pasti akan terjadi pro-kontra. Bagaimana dilihat dari segi hukum dan etik kedokteran? Apa pedoman yang dipegang? Ya, saya tidak mau berpanjang lebar mengenai pro-kontra masalah aborsi dalam kasus ini. Tetapi untuk korban perkosaan, yang terpenting adalah korban dan kondisi korban. Kalau korban menghendaki demi kesehatan jiwa maupun fisik, kami akan bantu. Tetapi satu hal yang terpenting, mereka juga harus diperiksa apakah vaginanya rusak, atau adakah penyakit seksual yang ditularkan.

Soal bantuan yang diperlukan saat ini?

Bantuan yang terutama adalah dari masyarakat Indonesia. Cobalah untuk memahami bahwa mereka itu dikorbankan. Mereka ini korban dari sebuah teror politik. Kalau masyarakat luas sudah memahami ini, maka empati dan suport dapat diberikan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka sebagai manusia. Selain itu tentu bantuan dana, karena mereka tidak hanya kehilangan kemanusiaannya karena sudah diperkosa, tetapi mereka juga kehilangan ekonominya, kehilangan hak hidup yang sudah dicabut dan diinjak-injak. Itu suport yang dapat dilakukan masyarakat, lintas agama dan lintas etnis.

Apakah sudah ada perhatian dari dunia internasional?

Sebetulnya dunia internasional sudah mengontak kami untuk melakukan kampanye dan sebagainya. Tapi kami sendiri tidak mau gegabah tanpa investigasi. Proses itu sedang berjalan, kalau sudah berhasil nanti tim relawan akan melakukan semacam kampanye.
Hak cipta (c) 1997-1998 Media Indonesia

Back to Witnesses/News