Home | Resensi Film

Donnie Darko

Misteri Masa Puber

Siapakah Donnie Darko? Apakah ia sekadar remaja puber yang terkaget-kaget dan kalut menghadapi realitas hidup yang semrawut, dan seperti dikatakan psikiaternya, Dr. Lilian Thurman, "Perilaku agresif Donnie, keberjarakannya terhadap realitas yang kian menjadi-jadi, tampaknya berpangkal pada ketidakmampuannya untuk menghadapi kekuatan dunia yang dianggapnya sebagai ancaman"? Atau, ia seperti tokoh dalam cerita pendek Graham Greene yang dibacakan di kelasnya, The Destructors, tentang sekelompok remaja yang membakar rumah tanpa merampoknya? Atau, siapa tahu, ia adalah mesias yang mesti mengorbankan dirinya demi menyelamatkan dunia? Dan masih ada lagi kelinci raksasa, pesawat jet jatuh, pembicara motivasional, serta perjalanan menembus waktu.

Bingung? Terus terang, kalau diminta membikin sinopsis runtut film ini, aku angkat tangan. Kalau ditanya apa maksud film ini, aku bisa membagikan pendapatku, namun aku tidak terlalu yakin, apa memang begitu maksudnya. Ganjilnya, bila ditarik bagian per bagian, film pertama Richard Kelly ini menyajikan sejumlah bahan diskusi yang enak untuk dikunyah-kunyah.

Akan kucoba. Donnie Darko (Jake Gyllenhaal) adalah remaja Middlesex, Virginia, yang terbata-bata memasuki masa pubernya. Ia diperhadapkan pada semua dunia yang karut-marut, diwakili oleh sosok kelinci raksasa yang memberitahukan bahwa dalam waktu sekitar 28 hari dunia ini akan kiamat, dan kemudian kelinci itu memberinya sejumlah petunjuk. Perlu dicatat, Donnie tengah menjalani terapi, sering berjalan saat tidur, dan juga mengalami halusinasi di siang bolong. Jadi, kelinci raksasa itu entah hanya impiannya entah khayalannya entah halusinasinya, entahlah. Yang jelas, petunjuk kelinci itu menyelamatkannya dari pesawat jet yang jatuh persis di kamarnya.

Pertanyaan-pertanyaan tak ayal merebak dalam benaknya. Dan ia mendapatkan sejumlah "jawaban".

Ayah-ibunya (Holmes Osborne dan Mary McDonnell) angkat tangan, dan memilih menyerahkannya pada psikiater. Toh keluarganya tidak digambarkan sebagai stereotipe keluarga berantakan. Mereka memang bukan keluarga sempurna, ada pemberontakan, ada pertengkaran kakak-adik, namun mereka tampak menyenangkan, ada pengertian dan saling menyayangi.

Berikutnya adalah jawaban gampangan yang dilontarkan gurunya, Ms. Kitty Farmer (Beth Grant), pemuja pembicara motivasional, Jim Cunningham (Patrick Swayze). Menurut ibu guru ini, seluruh persoalan bisa dirunut akarnya pada dua emosi dasar: kasih dan ketakutan. Di manakah engkau berada, Donnie?

Kemudian, ada pula orang-orang dewasa yang mau mendengarkannya, mencoba menawarkan nasihat bagus, namun sekaligus menyadari bahwa tidak ada jawaban gampang bagi persoalannya. Sikap ini ditampilkan oleh psikiaternya, Dr. Lilian Thurman (Katherine Ross), guru bahasa Inggrisnya, Karen Pomeroy (Drew Barrymore), yang mengajarkan cerpen The Destructors tadi, dan guru fisikanya, Prof. Kenneth Monnitoff (Noah Wyle).

Cerpen Graham Greene itu menggambarkan bahwa penciptaan justru muncul dari perusakan. Begitukah cara kerja Tuhan? Di tengah dunia yang semrawut ini, bagaimana kita bisa menemukan Dia dan mengerti rencana besar-Nya? Apakah dunia ini serba kebetulan, atau semuanya sudah digariskan oleh Tuhan? Kalau Tuhan itu benar-benar ada, bagaimana semestinya kita hidup? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak terjawab secara memuaskan karena kedua guru ini menghadapi ancaman dipecat bila dianggap memberikan penjelasan yang di luar wewenang akademis mereka.

Melalui Prof. Kenneth, Donnie bertemu dengan buku The Philosophy of Time Travel, karya Roberta Sparrow, tetangganya yang kini dikenal sebagai Nenek Kematian (Patience Cleveland). Buku ini menjadi penuntunnya untuk membongkar misteri besar yang mencekamnya.

Namun, bisa jadi yang paling diperlukan Donnie adalah "jawaban" yang muncul dalam sosok Gretchen Ross (Jena Malone). Gretchen tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan Donnie. Ia menerimanya. Ia mencintai Donnie. Dengan itu ia menopang langkah-langkah kalut Donnie untuk menemukan jawaban. Sampai Donnie menjadi sesosok mesias dengan sebentuk pengorbanan diri yang ganjil dan berkaitan dengan dinamika perjalanan menembus waktu - semacam Back to the Future.

Salah satu kekuatan film ini adalah karakterisasinya. Tokoh-tokoh jahatnya -- Farmer, Cunningham, kepala sekolah -- memang terkesan karikatural. Namun, tokoh-tokoh baiknya, dan terutama Donnie sendiri, tampil sebagai sosok yang unik dan segar. Jake Gyllenhaal (October Sky) menampilkan sosok Donnie secara jitu. Kita mungkin tidak memahami dia, namun orang-orang yang pernah melewati masa puber tentunya bisa turut merasakan kegundahannya. Siapa yang tidak bertepuk tangan saat ia secara telak menangkis uraian Kitty Farmer dan Jim Cunningham?

Yang patut dicatat pula adalah efek khususnya. Untuk sebuah film berbiaya murah, Donnie Darko memamerkan beberapa efek mengesankan, salah satunya mengingatkan pada The Abyss-nya James Cameron. Bagusnya pula, efek itu bukan sekadar pameran kecanggihan, namun berhasil mendukung gagasan yang hendak disampaikan.

Memadukan thriller psikologis dan fiksi ilmiah, dengan plot bak labirin melingkar, Donnie Darko terkesan kaya, penuh lapisan gagasan, dan menawarkan keragaman tafsir. Karenanya, apa yang akan dibawa pulang oleh penonton memang terserah menurut persepsi mereka masing-masing -- paparan di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak kemungkinan. Sebuah film yang enigmatik. *** (25/02/2005)

DONNIE DARKO. Sutradara & Skenario: Richar Kelly. Pemain: Jake Gyllenhaal, Jena Malone, Drew Barrymore, Patrick Swayze, Noah Wyle, Mary McDonnell. Asal/Tahun: AS, 2000.

Home | Film Favorit | Email

© 2005 Denmas Marto