Home | Renungan

Yesus di Buritan

"Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Maz. 4:9)

"Saya bertemu seorang hamba Tuhan dari luar negeri," cerita teman saya yang baru pulang dari Bali, sekian pekan setelah pengeboman. "Ia mengatakan, saat ini lebih dari delapan puluh negara di seluruh dunia berdoa dan berpuasa secara khusus untuk Indonesia dan Bali. Mereka yakin, di tengah berbagai musibah yang menimpa, Tuhan akan melawat bangsa ini dengan kebangunan rohani."

"Waktu mendengar itu, saya merasa ditegur," lanjut teman saya. "Kalau orang-orang di luar negeri begitu peduli, mereka berdoa dan berpuasa, bagaimana dengan kita sendiri? Selain itu, kenapa kita cenderung baru ribut-ribut berdoa setelah musibah terjadi?"

Pertanyaan yang patut direnungkan.

Waktu murid-murid dihantam badai di tengah danau, mereka kalut. Sebagai nelayan berpengalaman, mereka mengeluarkan segenap akal dan kemampuan mereka untuk mengatasi gangguan tersebut. Ketika segala daya upaya mereka terbukti gagal, baru mereka teringat, Yesus ada di perahu bersama mereka. Dan mereka menemukan Yesus tidur di buritan. Mereka kesal dan menuduh Yesus tidak peduli. Yesus langsung bangun, menghardik angin dan danau itu. Pernahkah Anda berpikir bahwa kejadiannya akan jauh berbeda seandainya mereka mengandalkan Yesus sejak awal?

Kita pun sering seperti para murid. Alih-alih menjadikan Yesus sebagai pemandu jalan, kita menganggapnya sebagai dongkrak: baru dikeluarkan ketika muncul gangguan. Saat teduh hari ini bukan sekadar kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah kita alami sepanjang hari ini, dan sekaligus untuk mencari wajah Tuhan dan meminta pimpinan-Nya untuk kehidupan dan pelayanan kita. ***

© 2003 Denmas Marto