Home | Renungan

Antara Memuji dan Menyembah

"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu." (Mrk. 12:30)

Dalam kuliah bahasa Sansekerta dulu, dosen saya melontarkan pertanyaan menarik. "Apa perbedaan antara memuji dan memuja?"

Saat itu kami hanya bisa berpandangan penuh tanda tanya. Akhirnya beliau sendiri yang menjelaskan. "Memuji itu vokal, lantang, terang-terangan. Adapun memuja itu diam-diam, seperti orang yang jatuh hati dan mengagumi kekasihnya."

Ketika belajar tentang pujian-penyembahan, saya melihat adanya kesejajaran antara memuji-memuja dan memuji-menyembah. Pujian-penyembahan di satu sisi bersifat tenang memuja, namun di sisi lain juga lantang memuji. Itulah "bahasa" ibadah kita.

Kebanyakan orang mengaitkan ibadah dengan kekhidmatan. Memang tidak salah. Sayangnya, sebagian orang menganggap bentuk ibadah yang "benar" hanya seperti itu. Mereka risi dengan ibadah yang serba riuh rendah. "Terlalu emosional dan kedagingan!" kilah mereka. "Hanya cocok untuk anak muda."

Pujian-penyembahan adalah ungkapan kasih kita kepada Allah. Menurut nas malam ini, kasih kepada Allah melibatkan emosi dan "kedagingan" kita juga (bdk. Roma 12:1-2).

Selain itu, ekspresinya tentu tidak monoton alias itu-itu saja. Adakah orang yang terus-menerus hanya memberikan bunga untuk mengungkapkan cinta kepada pacarnya?

Alkitab sendiri mencatat berbagai bentuk ibadah. Ada sujud, berlutut dan mengangkat tangan; ada pula sorak-sorai, tari-tarian dan permainan musik penuh sukacita. Namun, tidak dikatakan bahwa bentuk ibadah tertentu lebih benar daripada bentuk ibadah lainnya.

Allah bukan hanya menginginkan penyembahan yang setenang telaga di kaki pegunungan, namun Ia juga merindukan pujian yang bergelora bagaikan gelombang lautan ganas. Karena itu, marilah kita memuji dan menyembah Tuhan! ***

© 2003 Denmas Marto