balik ke depan

Nama: Triono Wahyu Sudibyo

TTL: Kediri, 30 Desember 1977

Alamat: Jl. Supriyadi 114 Kapas, .............. Kunjang, Kediri

PH: 08179474282

.Private Story
Sewaktu SD cowok Capricorn ini bercita-cita jadi guru seperti bapaknya. Masuk SMP ia pengin jadi dokter, SMA pengin jadi teknisi atau kimiawan, dan saat kuliah, ia mengubah semua cita-citanya menjadi seorang penulis. Lalu ketika menjelang lulus kuliah ia nggak lagi punya cita-cita (putus asa kali ya...soalnya belum ada satu pun cita-citanya yang betul-betul kesampaian).
Di ED97, ia adalah satu-satunya cowok yang berasal dari Jawa Timur, Kediri. Karena itulah, ketika temen-temen bertualang ke Bali atau Bromo atau daerah Timur, ia kebagian jatah menjadi tuan rumah. Untunglah ia sangat baik orangnya: tidak pernah menolak kedatangan siapapun ke rumahnya. Maklum ia lahir pada hari Jum'at Wage. Asal tahu saja, orang yang berkelahiran Jum'at Wage itu selalu baik. Dalam primbon Betaljemur Adamdanhawa, orang tersebut...Akan, tetapi, dalam Primbon Nukusadino, orang terseb...(Iiiihhh, kok kayak kuliahnya anak Sastra Daerah sih)
Meski kuliah di Sastra Inggris, namanya sangat Javanese: Triono Wahyu Sudibyo yang artinya kira-kira adalah "Ada Tiga Wahyu Yang sangat Agung." Ia sangat bangga dengan nama itu. Tapi, kadang ia kecewa juga ketika bertemu dengan seorang penjual mie ayam di Jl Slamet Riyadi Solo dan seorang tukang tambal ban di Palur dengan nama Triono. "Nggak apa-apalah, itu kan hanya kebetulan saja namanya sama," kata cowok yang oleh temen laki-lakinya di ED97 dijuluki Petruk ini pelan untuk menenangkan hatinya. Padahal ia sama sekali nggak mirip dengan tokoh wayang tersebut.

Hitam, sesuai dengan warna kulitnya, adalah warna kesukaaannya. Katanya, hitam merupakan lambang kekuatan (kuat makan, kuat angkat-angkat, kuat mikir, kuat di ranjang--maksudnya kuat tidur--sampai kuadasen). Bukankah sebuah pepatah mengatakan: "Bagai pungguk merindukan hitam". Atau, seperti judul lagunya Slank, "Hitam nggak hitam asal ngumpul." Bahkan nama raja Majapahit pun menggunakan kata hitam, "Hitam Wuruk" Contoh-contoh sepele di atas yang membuatnya kian yakin bahwa hitam itu penuh pesona.

Untuk urusan hobby, barang kali, cowok yang satu ini nggak ada bandingannya. Ia suka apa pun. Ia suka baca-baca, mulai buku seputar organ tubuh perempuan alias cerita saru sampai buku agama, bahasa, teori sosial, atau filsafat. Pokoknya, buku apapun ia lahap. Makanya, ketika memandang wajahnya yang mirip bintang Bollywood Sahrukh Khan ini, yang terbayang adalah huruf-huruf berceceran.
Ia juga sangat hobby berolah raga. Olah raga apapun ia geluti. Temen-temennya sampe heran, bagaimana bisa cowok yang satu ini mampu bermain sepak bola, basket, volley, bilyard, bulu tangkis, karambol, catur dengan baik. Olah raganya tidak hanya di lapangan, bahkan sampai di kamar mandi pun ia juga berolah raga. "Biasa mengencangkan otot," katanya ringan. Di kamar mandi kontrakannya memang tersedia beberapa alat olah raga. Jadi, dari pada ngganggu temennya yang sedang beristirahat, ia biasa berolah raga di kamar mandi.
Ia juga suka bertualang kemana saja. Karena hobby terakhirnya ini, ia suka nekat. Nggak punya uang, ia berangkat kemana pun tempat. Pernah ia main ke Kebumen hanya dengan uang 2.000 rupiah. Untung saja Ia suka apa pun yang temennya suka (sampe-sampe cewek yang disukai temen laki-lakinya juga ia sukai...wah berat). Pokoknya apa pun ia suka, kecuali yang nggak ia sukai (silakan bingung...yang nulis saja juga bingung kok!!!).

.Pesona hitam itulah yang barang kali membuat beberapa cewek tergila-gila. Kabarnya, empat cewek sudah "di-"hitam"-i-nya. Entah, dengan apa dan bagaimana caranya. "Rahasia," katanya. Yang jelas, ia nggak pernah bersikap aneh-aneh pada perempuan (kalo pun bersikap aneh paling-paling hanya di beberapa "tempat" saja). Ia sangat menghargai perempuan. Karena itu ketika lewat di seputar RRI, Alkid, atau Jurug, ia selalu bertanya,"Berapa, Mbak?" Kadang ia dimaki perempuan gara-gara menyebut harga terlalu murah.
Untuk belajar dewasa, cowok satu ini ikut nimbrung di organisasi, PMII dan LPM KENTINGAN UNS dan beberapa komunitas kajian. Tapi, "Saya merasa nggak pernah bisa menjadi dewasa," tuturnya dengan nada datar dan kelihatan sok. Buktinya, ketika temen-temen sudah banyak yang lulus, ia malah enak-enakan dan santai menjalani kemoloran kuliahnya. Padahal, umurnya sudah bisa dikatakan matang alias tua, di atas rata-rata temen seangkatannya (maklum, ia sebetulnya angkatan '96 yang baru bisa mengenyam kursi kuliah di tahun '97). Barang kali, karena ia ingin berpikir sederhana menghadapi masalah yang begitu kompleks (kompleks perumahan, atau kompleks lokalisasi)