Awal
yang Buram...
Orang bijak selalu mengatakan mulailah sesuatu dengan baik,
apakah itu dalam konteks bekerja, belajar, beribadah serta dalam
menetapkan rencana ataupun niat. Harusnya kitapun bisa “membumikan”
sejuknya ungkapan orang bijak tersebut, untuk memulai tahun 2004 ini
dengan segala kebaikan. Sayangnya justru tahun monyet ini, secara sadar
ataupun tidak telah diawali dengan berbagai hal yang tidak baik. Masalah keamanan nasional paling pertama tercabik, di Poso,
Makasar dan Medan, teror bom susul menyusul, dan korban-korban pun mulai
berjatuhan. Para pengamat sosial mulai mengaitkan korelasi aksi teror
dengan upaya menggagalkan Pemilu 2004. Mengingat
historis perjalanan Pemilu di Indonesia, analisis tersebut menjadi
logis. Banyak konspirasi yang memang berkepentingan untuk membuat suasana chaos,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kabar buruk lainnya adalah dari sisi moral
hazard yang tetap tumbuh subur. Hampir setiap hari,
halaman depan media cetak di tanah air dipenuhi berita-berita
tentang penyelewengan hukum dan korupsi. Kasus mantan Kabulog Beddu Amang
misalnya, meskipun putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai penolakan kasasi
sudah keluar sepekan lalu, namun terpidana empat tahun penjara kasus tukar
guling tanah Bulog dengan PT Goro Batara Sakti ini, tak kunjung dieksekusi.
Demikian pula kasus Beddu lainnya, yakni masalah korupsi pakan ternak,
juga belum jelas juntrungannya. Lembaran buram awal tahun semakin menumpuk manakala beberapa
waktu lalu BPK mengumumkan temuannya soal penyalahgunaan rekening 502 yang
melibatkan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Syahril Sabirin dan mantan
Kepala BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) I Putu Gede Ary Suta.
Hasil audit BPK mengungkapkan, ternyata separuh dana di rekening 502 yang
berjumlah Rp 49,4 triliun telah diselewengkan. Jumlah dana yang diduga
deselewengkan tersebut berjumlah Rp 20,9 triliun. Dari jumlah tersebut Rp
17,8 triliun di antaranya diduga diselewengkan BI, dan sisanya oleh BPPN. Sebagai
lembaga yang paling kredibel mengungkapkan hal
itu, BPK jelas tidak asal bicara, pasti ada data-data pendukung
yang jelas. BI sendiri sebagai bank sentral memang memiliki kuasa penuh
mengkotak-katik rekening 502. Apalagi wilayah kebijakan BI ditamengi
dengan independensinya, yang juga sulit ditembus pemerintah. Baik kasus teror bom ataupun kasus korupsi adalah kasus-kasus
yang bermuara pada aspek penegakan hukum. Sialnya dari sisi hukum
sepertinya juga tidak memiliki komitmen untuk mengawali tahun baru ini
dengan catatan baik. Tidak ada bedanya dengan yang sudah-sudah, penegakan
hukum masih jauh panggang dari api. Kasus-kasus diping-pong
ke sana ke mari mengikuti arah datangnya uang. Masing-masing punya
lagu yang berbeda, tergantung permintaan. Demikian pula halnya dengan
penanganan kasus-kasus di atas, serba tak jelas. Januari memang masih separuh, mudah-mudahan separuhnya lagi
akan diisi dengan berbagai catatan positif, tentang kemajuan dan prestasi.
Sehingga ketika kita menimbang Januari sebagai awal tahun baru, kita akan
mendapati dominasi hal-hal positif, bukan negatif. Kita tentu tidak ingin
mempertahankan predikat sebagai negara paling subur korupsi, atau negara
paling labil dan tak aman seperti yang sudah-sudah. Besok-besok kita merindukan kabar, “Para koruptor diringkus,
dipenjarakan dan asetnya disita”, “Jaringan pelaku teror bom terungkap,
diringkus dan dipenjarakan,” “Nama para politikus busuk diumumkan
secara terbuka”, “Para penegak hukum yang KKN dipecat dari jabatannya”
dan seterusnya. *** |