Kampanye Capres dan MediaPara capres yang sekarang sedang berkampanye sangat beruntung. Mereka betul-betul dimanja oleh media. Media elektronik setiap jam terus-menerus menayangkan segala bentuk kampanye para capres di berbagai tempat dalam bermacam kesempatan. Media cetak juga sama kencangnya. Setelah kampanye berlangsung hampir dua pekan lamanya, ada beberapa hal yang layak kita perhatikan. Baik media elektronik maupun media cetak terkesan sama-sama agresif. Keduanya mengerahkan segala kemampuannya secara maksimal. Segmen tayangan dalam televisi, maupun halaman surat kabar dan majalah yang dipergunakan untuk kepentingan kampanye capres, tampak dipersiapkan dengan baik serta disertai perencanaan yang matang. Di pihak lain, para capres pun tampaknya ingin berusaha habis-habisan untuk memanfaatkan peluang tersebut sebaik-baiknya. Ini semua tentu sangat bergantung pada kemampuan masing-masing. Khususnya bagaimana menyiasati kesempatan dengan jeli. Dalam hal ini, para capres yang tidak bekerja sendirian itu terkesan belum masuk ke dalam jalur kecepatan yang diharapkan. Bisa dimengerti kalau mereka masih mencoba mengatur segalanya sesuai dengan waktu yang masih tersedia. Ibarat lari jarak jauh, strategi yang baik adalah dengan mengatur tempo. Ayunan langkah disesuaikan bukan saja dengan kemampuan, tapi juga dengan rentang jarak yang masih ada di depan. Jika tidak hati-hati dalam mengatur strategi, biasanya kencang di awal tapi akan kedodoran menjelang garis finish. Padahal inti perhitungannya adalah siapa yang paling dulu menyentuh pita di akhir lomba. Hal ini tampak disiasati dengan baik oleh media. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepada mereka, termasuk dari para pemandu acaranya sendiri, sering membuat para perencana kampanye capres itu kewalahan. Soalnya, diakui oleh semua pihak, bahwa kelima pasang capres yang sekarang sedang berebut kursi RI-1 itu, tidak ada satu pun yang tidak bermasalah. Media memanfaatkan betul peluang ini untuk mengungkapnya habis-habisan. Kebebasan media yang demikian leluasa untuk menyajikan peristiwa ini, akan membawa akibat yang tidak kecil terhadap masing-masing pasangan capres. Kebebasan media pada dasarnya adalah kesempatan untuk menyajikan segala sesuatu dalam bingkai yang relatif longgar. Namun karena kondisi masyarakat kita yang masih timpang (bukan saja kesenjangan di bidang ekonomi tapi juga ketidakmerataan dalam memperoleh informasi) bisa saja menyebabkan pesan yang ingin disampaikan jadi tidak efektif. Yang harus dipersiapkan oleh para capres dan tim kampanyenya adalah menghadapi kemungkinan pemilihan presiden tidak akan selesai tanggal 5 Juli itu. Artinya, akan ada putaran kedua yang waktunya enam bulan kemudian. Tenggang waktu sepanjang itu bukan persoalan sederhana. Yang pasti, kalau hal itu memang terjadi, bagaimana dengan hubungan para capres dengan media? Kalau sampai kehilangan isu, pasti akan terjadi antiklimaks. Padahal, justru kemungkinan itulah yang harus dicegah.***
|