Kota-Kota Besar (Bag. 3)

Frederick Engels
(The Conditions Of The Working-Class In England)

 

New Town, merupakan kota yang dikenal sebagai tempat orang Irlandia. Kota ini terletak membentang pada sebuah perbukitan di atas tanah liat. New Town ini terletak hampir mendekati Old Town, yaitu antara jalan Irk. dan St. George. Di kota New Town terdapat hampir semua karakter khas sebuah kota yang hilang. Rumah-rumah tinggal yang terletak berjajar ataupun jalan yang berkelompok-kelompok di sana-sini. Keadaan ini mirip seperti sebuah desa kecil yang kosong. Rerumputan yang tumbuh liar di atas tanah berlempung. Tampak rumah atau tempat tinggal dalam keadaan buruk, seperti tak pernah diperbaiki, kumal, berlembab serta tidak sehat. Begitu pula ruang-ruang bawah tanah yang dijadikan tempat tinggal. Lajur-lajur jalan tampak sangat kasar tidak rata. Di daerah seperti inipun tidak tersedia selokan untuk membuang air kotoran dan limbah. Babi-babi berkeliaran secara berkelompok di sembarang tempat dan binatang-binatang itu bebas berkeliaran pada sepanjang lingkungan yang dijadikan tempat tinggal. Jalanan di depan tinggal selalu berlumpur dalam. Tak pernah ada kesempatan bagi pejalan kaki ketika melangkah untuk tidak terjerembab ke dalam lumpur yang begitu dalam apabila melintas di daerah itu, kecuali cuaca yang kering telah mengeraskan tanah di atas jalan itu. Di sekitar daerah St. George bangunan-bangunan terletak saling mengelompok berdekatan tak terpisah. Setiap bangunan saling bersambung dalam satu lajur hingga berakhir pada jalan buntu. Halaman belakang yang tertutup pagar menambah ruwet dan tak teraturnya tata letak bagunan pada daerah yang mendekati jantung kota. Namun sesungguhnya bangunan-bangunan yang terletak semakin ke dekat kota memiliki jalan yang lebih rata dan lebih baik serta terdapat saluran-saluran pembuangan air kotor. Namun tetap saja kawasan di sini tampak kumal dan dekil. Begitu pula rumah dengan kondisi yang buruk. Khususnya gudang-gudang bawah tanah yang dijadikan tempat hunian, menyerupai kondisi yang sama buruknya dengan bangunan rumah yang dibuat di atas permukaan tanah.

Barangkali di sini kita tidak dapat secara sederhana mengambil kesimpulan umum terhadap berbagai bentuk bangunan tempat para buruh laki-laki bertempat tinggal di daerah Manchester. Namun kami melihat terdapat begitu banyak kesalahan yang menentukan bagaimana bentuk bangunan-bangunan di Old Town secara umum. Tampaknya setiap rumah dibangun tanpa melihat kesesuaian dengan bangunan yang lain. Kita dapat saja mengatakan bahwa sisa-sisa ruang di antara bangunan tersebut pada akhirnya menciptakan lapangan tanah yang tertutup beton-beton. Pada bangunan-bangunan yang tampak baru dan biasanya dihuni oleh para buruh laki-laki, terdapat keteraturan dalam hal ruangan dan bentuk bangunan. Hal ini terjadi sejak awal berlangsungnya kegiatan industri. Celah di antara dua jalan terbagi dalam lahan kosong yang biasanya lebih teratur.

Lahan-lahan kosong yang mirip lapangan tertutup itu telah ada sejak awal. Tempat seperti ini berhubungan dengan jalan-jalan. Masalahnya, jika seluruh tempat hunian seperti ini dibangun tanpa perencanaan maka akan mengakibatkan buruknya kesehatan buruh. Hal ini dengan mudah terjadi karena dalam kepengapan ruang yang tampak tertutup, tidak tersedia udara yang dapat ke luar-masuk Cara membangun yang pada akhirnya menutup sekeliling sisi halaman sehingga udara tidak dapat bergerak, tampaknya begitu umum dalam pembangunan rumah hunian untuk para buruh. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa udara tidak bergerak sama sekali. Udara tidak dapat berganti. Hanya cerobong-cerobong asap rumah saja yang merupakan pipa saluran udara yang berfungsi membuang udara yang terkurung dalam halaman. Sementara pipa cerobong asap itu sesungguhnya hanya untuk keperluan mengeluarkan udara panas dari kayu yang dibakar agar ruangan dalam tetap hangat.9) Apabila rumah-rumah hunian dikelilingi halaman tertutup yang biasanya dibangun saling membelakangi. Sehingga dua rumah biasanya saling berhimpitan pada masing-masing tembok belakang. Tembok-tembok ini biasanya cukup untuk mencegah udara untuk tidak dapat bergerak ke luar masuk. Dan bagi polisi penjaga ketertiban di jalan-jalan, adalah mudah mengawasi kegiatan para buruh tanpa kesulitan karena ruang-ruang terbuka tersebut dikelilingi dinding beton yang menutupnya. Tampaknya, segala sesuatu sudah tepat pada tempatnya. Sehingga tak perlu ada lagi keanehan karena suasana kusam serta sampah dan timbunan abu yang terdapat di sana-sini. Saya pernah mengalami keadaan yang cukup membingungkan di tempat yang seperti ini di jalan Millers. Lumpur begitu dalam. Setidaknya sedalam setengah kaki, ketika terjerembab di permukaan jalan. Serta tak ada disisi jalan itu saluran air tempat mengalirnya air pada musim hujan!

Dan kini ada cara lain yang berbeda dalam cara membangun rumah yang telah dilakukan. Cara tersebut kini telah menjadi kebiasaan. Yaitu: membangun khusus rumah hunian untuk buruh laki-laki pada satu daerah yang terpisah. Rumah hunian tersebut dibangun selalu dalam jumlah lusinan bahkan beratus-ratus rumah seperti itu telah dibangun. Satu kontraktor membangun satu atau dua jalan pada saat bersamaan dengan pembangunan rumah hunian itu. Aturan membangun yang berlaku belakangan ini seperti berikut: Rumah hunian yang terbaik dibangun pada bagian depan bangunan. Maka hal ini (seolah-olah) menguntungkan bagi yang menyewa untuk menempatinya, karena ada satu pintu belakang dan sedikit halaman. Tentunya bangunan seperti ini menghendaki harga sewa yang tinggi. Di belakang bangunan yang dibangun paling depan ini terdapat sebuah jalan sempit menuju ke belakang. Jalan ini dibangun dari ujung ke ujung, menghubungkan ke satu tempat di mana sebuah jalur jalan sempit dan terlindung menuju pada satu sisi. Tempat tinggal yang dibangun menghadap jalan belakang ini lebih murah harga sewanya. Dan rumah sewa pada bagian ini seringkali ditolak. Bangunan yang terletak di belakang jalan ini berdinding belakang yang biasanya berdampingan dengan jajaran ketiga bangunan yang menghadap ke jalan kedua, serta biasanya harga sewa bangunan seperti ini lebih murah ketimbang bangunan yang terletak pada jajaran pertama atau kedua.

Melalui cara membangun seperti ini, ventilasi pada bangunan-bangunan yang terletak di jajaran pertama saja yang dapat diperoleh dengan baik, sebaliknya dibandingkan dengan ventilasi yang terdapat pada bangunan-bangunan ketiga sama buruknya dengan ventilasi yang dihasilkan oleh cara-cara membangun yang lama. Sedangkan bangunan-bangunan yang terletak pada jajaran tengah, ventilasinya sama buruknya dengan udara yang tidak dapat bergerak yang terdapat di tengah-tengah halaman. Dan jalan yang terletak di belakang selalu berkondisi kusam dengan kondisi yang menjijikkan. Melalui cara-cara membangun seperti ini, kontraktor menawarkan tipuan kepada buruh yang mendapat bayaran lebih tinggi ketimbang buruh yang lain, untuk membayar sewa harga rumah hunian yang lebih mahal yang terletak pada jajaran kesatu dan ketiga.

Cara membangun seperti ini, dengan disediakan tiga bentuk bangunan yang berbeda ini, dapat ditemukan di seluruh Manchester dan sepanjang Lancashire dan Yorkshire. Seringkali bangunan ini memiliki pola bentuk yang sama. Namun biasanya agak terpisah, sehingga kita dapat memperhatikan perbedaan lamanya bagian-bagian kota itu dari bangunan yang terdapat di sana. Bangunan yang dibangun dengan cara ketiga seperti ini, terutama bangunan-bangunan yang terletak pada belakang jalan ini, begitu luas terdapat di mana-mana. Di daerah kantong-kantong buruh yang besar seperti di sebelah timur jalan St. George dan Jalan Ancoats. Dan cara membangun seperti ini terutama paling sering ditemukan di daerah hunian buruh laki-laki di Manchester dan daerah sekitarnya.

Di Jalan Ancoats yang termasuk distrik Manchester terdapat sebuah pabrik tekstil yang terletak di sepanjang sungai dengan enam bangunan dan tujuh buah gedung yang memiliki menara-menara sebagai cerobong asap yang menjulang tinggi. Cerobong asap tersebut mengalirkan kepulan-kepulan asap yang jatuh ke bawah di sekitar rumah hunian buruh. Para buruh yang tinggal di sekitar daerah ini terutama adalah buruh industri tenun yang dijalankan dengan bantuan tenaga uap. Mereka, terutama para penganyam tenun tangan tinggal di daerah dengan jalan-jalan yang buruk. Jalan-jalan yang menuju ke pusat kota merupakan jalan-jalan yang sudah berusia lama dan biasanya kondisinya sangat buruk. Bagaimanapun jalan-jalan tersebut rata dan juga terdapat saluran-saluran pembuangan air. Tempat jalan-jalan yang saya maksud terdapat pada sekitar jalan yang dekat dan sejajar dengan Jalan Oldham dan Jalan Great Ancoats. Di tempat yang lebih jauh ke arah timur laut terdapat banyak jalan yang baru dibangun. Rumah-rumah di daerah ini tampak rapi dan bersih. Pintu dan jendela baru dengan cat berwarna cerah. Ruang-ruang di dalam rumah tersebut tampak putih. Udara di jalan-jalan terasa lebih baik. Begitu pula tampak lebih banyak bangunan kosong yang luas. Namun keadaan ini hanyalah menggambarkan sebagian kecil saja dari rumah hunian yang ada. Sementara gudang bawah tanah yang dijadikan tempat hunian terdapat di hampir semua rumah. Jalan-jalan yang tidak rata dan tidak memiliki selokan. Yang terburuk, rupanya rumah yang kelihatan rapi ini ternyata hanya pura-pura saja. Keadaan ini hilang dalam sepuluh tahun pertama. Rumah-rumah yang dibangun secara individual tidak dapat menyelaraskan diri dengan pembangunan jalan terencana. Pada saat pertama melihat, semua rumah hunian itu tampak rapi dan penting. Ternyata tembok-tembok raksasa telah mengecohkan mata. Bila melihat fakta jalan yang baru dibangun untuk dilewati kaum buruh laki-laki dan tanpa mengingat bagaimana keadaan di belakang jalan dan bentuk bangunan rumah hunian mereka sendiri, tentunya seseorang cenderung setuju dengan pernyataan yang tegas dari kaum Liberal bahwa kaum pekerja di Inggris memiliki sarana tempat tinggal yang baik dan berbeda dengan sesama kaumnya di tempat lain. Namun apabila kita perhatikan lebih dekat, ternyata terbukti dinding rumah itu dibuat setipis mungkin. Dinding bagian luar seperti juga gudang bawah tanah berfungsi menahan beban lantai dasar dan atap yang berat, dinding ini terbuat dari bata yang tebal yang diletakkan denga cara sisi memanjang yang saling bersentuhan. Namun saya juga telah melihat rumah hunian dengan ketinggian yang sama. Beberapa rumah seperti itu sedang dikerjakan. Dan dinding luar rumah itu tebalnya sekitar satu setengah bata yang diletakkan tidak saling menyisi namun memanjang dengan kedua ujung bata yang saling bersentuhan. Sedemikian rupa penempatan bata-bata tersebut bertujuan untuk sesedikit mungkin menggunakan bahan bangunan. Namun ada juga alasan lain untuk itu. Terutama karena faktanya para kontraktor pembangun tidak pernah memiliki tanah, tetapi mereka hanya menyewa saja untuk duapuluh, tigapuluh, empatpuluh, limapuluh, atau sembilanpuluh sembilan tahun menurut tata cara di Inggris. Pada saat jatuh tempo habis, maka segala sesuatu yang ada di atas tanah itu kembali menjadi pemilik tanah yang asli. Pemilik tanah itu tidak membayar sepeser pun untuk perbaikan lahan dan bangunan di atas tanahnya. Biaya perbaikan-perbaikan dihitung dengan nilai harga sekecil mungkin. Penghitungan ini dilaksanakan pada waktu habisnya masa sewa yang telah ditetapkan. Dan rumah hunian para buruh itu seringkali dibangun pada saat duapuluh atau tigapuluh tahun sebelum habis masa sewanya. Hal ini dengan mudah dapat dibayangkan sebagai upaya para kontraktor untuk menghindari pengeluaran segala ongkos perbaikan untuk bangunan-bangunannya. Lebih-lebih lagi kebiasaan para kontraktor pembangunan rumah hunian buruh itu, seperti tukang kayu, tukang bangunan atau pun pengelola pembangunan, mereka mengeluarkan ongkos perbaikan yang berjumlah kecil atau tidak sama sekali. Hal ini dilakukan sebagian untuk menghindari menurunnya ongkos sewa rumah mereka dan sebagian yang lain memandang lebih baik menyerahkan perbaikan bangunan kepada para pemilik tanah. Sementara sebagai akibat krisis perdagangan dan hilangnya pekerjaan yang terus berlangsung, seluruh jalan menjadi sepi, rumah hunian buruh cepat rubuh menjadi puing-puing lapuk yang tak dapat ditempati. Secara umum jika dihitung, rumah-rumah hunian buruh hanya bertahan untuk waktu empat puluh tahun. Hal ini terdengar cukup aneh ketika seseorang melihat tembok besar dari bangunan-bangunan baru begitu indah. Tampaknya hal ini memberi janji kepada kelangsungan hidup sepasang suami-istri pada abad ini. Namun faktanya ternyata tidak demikian. Kikirnya uang yang dikeluarkan untuk membangun, menolak perbaikan bangunan, seringnya masa kosong tak diisi penyewa, jumlah penduduk yang tidak pernah berubah, kerusakan bangunan yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir masa hunian oleh penghuni, biasanya diisi oleh keluarga-keluarga Irlandia, yang tidak ragu mencopot kayu bangunan untuk kayu bakar. Semua hal ini terjadi pada saat bersamaan ketika rumah-rumah mulai menjadi puing pada saat bangunan berusia empat puluh tahun. Hal yang terjadi di Ancoats ini terutama bermula sejak industri pengolahan muncul dalam abad ini. Pada saat itu rumah-rumah hunian layaknya puing-puing yang banyak tidak dapat dihuni pada masa akhir ini. Saya tidak akan membiarkan hidup di atas sejumlah modal yang terbuang, karena hanya dengan tambahan sedikit pengeluaran untuk perbaikan bangunan awal maka hal ini akan mencukupi untuk menjaga kebersihan seluruh bangunan daerah itu. Sehingga menjadi layak huni dan dapat ditempati selama bertahun-tahun. Yang saya permasalahkan di sini adalah mengenai keadaan rumah dan penduduknya. Hal ini harus diakui, ketimbang metode pembangunan sebelumnya, cara-cara pembangunan yang terjadi akhir-akhir ini membuat dampak yang merugikan dan menurunkan moral perumahan buruh. Seorang pekerja didesak untuk mengambil rumah hunian yang hanya berupa puing-puing karena ia tidak dapat membayar sewa bangunan yang lain. Dan karena tak ada tempat lain di daerah sekitarnya. Barangkali juga karena rumah-rumah itu dimiliki oleh para penyewa yang akhirnya membuat buruh tidak dapat menentukan pilihan rumah sewa yang lain. Perhitungan yang mengacu kepada lama sewa rumah selama empat puluh tahun, tentunya tidak semuanya sempurna. Sebagai contoh, jika rumah hunian itu dibangun di daerah kota yang berupa tempat bangunan-bangunan tebal nan kokoh berada, maka harga dasar sewanya akan tinggi. Kontraktor hanya mengusahakan sedikit saja pengeluaran untuk menjaga agar rumah itu tetap dapat ditempati setelah masa empatpuluh tahun itu habis. Bagaimanapun para kontraktor pembangunan rumah hunian tidak pernah melakukan perbaikan tanpa diminta, maka para penghuni dengan sendirinya memperbaiki kerusakan yang buruk tersebut. Biasanya jika wabah penyakit menular menyerang, karena kurangnya kesadaran petugas kesehatan, maka hanya dilakukan pemeriksaan di daerah hunian klas pekerja, dan seluruh jajaran gudang bawah tanah serta rumah hunian ditutup. Hal ini terjadi pada beberapa jalur jalan dekat jalan Oldham. Namun pemeriksaan kesehatan ini tidak berlangsung lama, rumah-rumah yang diperiksa akan segera dibuka untuk ditempati kembali dan pemilik rumah sewa lebih baik membiarkan para penghuni menempati serta tentunya petugas kesehatan tidak akan segera kembali. Di sekitar Timur dan Timur Laut Manchaster hanya ada satu bagian di mana kaum borjuis tidak mau membangun perumahan untuk disewakan kepada kaum buruh. Hal ini terjadi karena sepuluh atau sebelas bulan dalam setahun angin barat dan barat daya mendorong asap seluruh pabrik di sini. Dan otomatis asap menerjang rumah tersebut dan dengan sendirinya para buruh menghisap asap-asap yang berasal dari pabrik itu.

Di sebelah selatan Jalan Great Ancoats terdapat pemukiman buruh yang besar dan tersusun berbukit-bukit, tandus dan bau. Pemukiman ini ditempati secara terpisah, jajaran rumah yang dibangun tidak teratur ataupun bersegi. Di antara bangunan-bangunan ini terdapat lahan kosong, tidak rata serta berlempung dan tak ada rumput. Pemukiman di daerah ini jarang dapat dilalui pada saat cuaca basah. Rumah-rumah tersebut kusam dan tua, mengingatkan pikiran pada New Town. Bagian yang memotong jalur rel di Birmingham merupakan bangunan yang paling tebal dan buruk. Di sini mengalir hembusan Medlock yang berkelok menuju sebuah lembah yang sejajar dengan lembah Irk. Di sepanjang sisi aliran sungai terdapat batubara hitam yang membuat aliran sungai tidak bergerak dan cemar. Pada sisi sungai terdapat pabrik-pabrik dan rumah buruh laki-laki yang begitu buruk kondisinya. Terdapat hamparan sungai yang menurun dan dibangun menuju sisi sungai sebagaimana kita lihat sepanjang sungai Irk, sementara rumah begitu sama buruknya, baik yang dibangun di Manchester atau pun di Ardwick, Charlton atau Hulme. Namun saat yang paling mengerikan (jika saya jelaskan semua bagian terpisah dengan rinci, saya tidak akan pernah selesai menjelaskan) terletak di daerah Manchester dekat Barat Laut Jalan Oxford, dikenal sebagai daerah Little Ireland. Dalam lobang yang agak dalam, pada sebuah lekukan hembusan Medlock dan di sekeliling ke empat sisi pabrik yang tinggi dan tanggul yang menjulang, yang tertutupi bangunan-bangunan, terdapat dua kelompok sekitar dua ratus rumah. Kelompok-kelompok rumah tersebut dibangun saling membelakangi pada umumnya, merupakan tempat hunian sekitar empat ribu orang yang kebanyakan orang-orang Irlandia. Rumah-rumah di sana tua, kotor dan sangat kecil dengan jalan-jalan yang tidak rata, tampak berbagai bekas noda dan pada daerah tertentu tidak terdapat saluran buangan air kotor ataupun trotoar. Sampah, bekas-bekas barang buangan, kekusaman yang menjijikkan sepanjang jalan pada berbagai arah, bau menyengat yang berasal dari udara yang mengandung racun di sekitarnya serta selusin cerobong asap pabrik yang tinggi memenuhi dan menggelapi daerah sekitarnya. Sekelompok perempuan dan anak-anak berkerumun di sini, tampak sama dekilnya dengan babi-babi yang tumbuh gemuk dari timbunan sampah dan genangan-genangan air. Singkatnya, semua yang ada tampak begitu tidak menyenangkan dan membuat kita sangat sulit menyamakan hal ini dengan keburukan yang terdapat di daerah Irk. Bagi mereka yang tinggal di daerah kumuh ini, rumah dengan jendela yang hancur di tambal dengan jas katun, pintu-pintu yang lepas serta tempat yang berbau busuk dan gelap gudang bawah tanah yang basah, kusam tak berharga dan bau, dalam udara terkurung tak bergerak, yang memang barangkali demikianlah tujuan tempat seperti itu dibuat, maka manusia-manusia yang hidup di tempat seperti ini telah mencapai tahap paling rendah dari kehidupan seorang manusia. Kemungkinan dan jalan pikiran seperti itulah yang dapat disimpulkan oleh orang yang tinggal di luar daerah tersebut. Namun yang harus dipikirkan seseorang adalah ketika ia mendengar setiap tempat dengan ruangan paling banyak dua kamar, sebuah loteng dan mungkin sebuah gudang bawah tanah biasanya diisi oleh sekitar dua puluh orang yang menghuni tempat seperti itu. Biasanya untuk setiap sekitar seratus dua puluh orang hanya terdapat satu buah kakus umum. Namun begitu, kotbah-kotbah dokter yang mengejutkan ketika wabah sakit perut menyebar di Little Ireland yang terjadi tahun 1844, membuat keadaan seperti itu sama persis dengan kondisi yang terjadi tahun 1831. Dr. Kay dengan tegas menyatakan bukan hanya gudang bawah tanah saja yang lembab, namun juga lantai pertama semua rumah di distrik ini sama lembabnya. Sejumlah gedung bawah tanah dipenuhi tanah yang kini menjadi kosong dan sekali lagi ditempati oleh orang-orang Irlandia. Di setiap gudang bawah tanah ke luar air yang tak henti-hentinya lewat sebuah lubang. Untuk menutupnya digunakan tanah liat dan gudang itu terletak di bawah permukaan air sehingga para penghuninya yaitu penganyam tenunan tangan, harus menutup terobong air di tempat mereka tinggal setiap pagi untuk membuang ke jalan!

Lebih turun di sisi kiri Medlock terletak Hulme yang dengan wajar dapat dikatakan sebagai daerah utama kaum buruh. Kondisi Hulme ini sangat mirip dengan keadaan yang terdapat di Ancoats. Daerah dengan tempat hunian yang dibangun dengan dinding tebal ini kondisinya begitu buruk dan tampak seperti puing. Seluruhnya tampak seperti struktur bangunan modern, namun hal itu tenggelam dalam kekusaman. Pada sisi lain dari Medlock, dalam bahasa orang-orang Manchester, terletak daerah kaum buruh kedua dalam hal besarnya yang memotong kedua sisi gedung Deans sepanjang daerah bisnis usaha di antara Jalan Bridge dan Jalan Quay, Princess dan Jalan Peter, terdapat kerumunan bangunan yang melewati tempat begitu sempit di Old Town. Di daerah ini dibuat jalan-jalan panjang dan sempit, halaman tertutup yang berliku-liku dan perlintasan-perlintasan. Tempat masuk menuju ke sana begitu tidak teratur sehingga orang dapat saja menemui jalan buntu setiap melangkah masuk atau ke luar ke tempat tujuan. Walaupun ia tahu bahwa setiap halaman dan gang pasti terpisah. Merujuk Dr. Kay, klas yang paling tidak bersemangat ini tinggal di Manchaster dalam puing-puing dan daerah yang kusam yang hidupnya berasal dari mencuri dan menjajakan kemampuan seksual dan segala sesuatu yang dapat mereka kerjakan. Pernyataan ini masih benar pada saat ini. Ketika petugas kesehatan memeriksa ke daerah ini di tahun 1831, mereka mendapati daerah ini sama kotornya dengan Little Ireland atau sepanjang sungai Irk (walaupun belum lebih baik saat ini, dan saya dapat membuktikan). Di antara berbagai masalah tersebut, mereka menemukan sekitar tiga ratus delapan puluh orang di Jalan Parliament dan di perlintasan Parliament sekitar tiga puluh kali rumah yang padat, namun yang mengenaskan hanya terdapat sebuah kakus umum.

Jika meyeberang sungai Irwell menuju Salford, kita temukan semenanjung yang terbentuk sungai, sebuah kota dengan sekitar delapan puluh ribu penduduk, dengan tegas dapat kita katakan daerah ini merupakan salah satu tempat kaum buruh yang luas, menerobos sebuah jalan besar yang lebar. Salford merupakan daerah yang lebih penting ketimbang Manchester. Salford merupakan kota yang mengawali pertumbuhan daerah-daerah di sekelilingnya. Maka sesuai dengan perannya kota itu disebut Salford Hundred. Namun walau kota itu tua, kota ini begitu tidak sehat, kotor dan puing-puing berserakan terdapat di mana-mana. Kota ini terletak berlawanan dengan Old Church Manchester. Dan sama buruknya dengan keadaan di Old Town pada sisi lain Sungai Irwell. Lebih jauh dari sungai terdapat tempat yang baru, namun walaupun begitu, rumah hunian di daerah itu telah menjelang berakhirnya masa sewa empat puluh tahun, sehingga keadaanya cukup hancur. Semua bangunan di Salford dibangun di halaman tertutup atau di jalur jalan yang sempit, begitu sempitnya sehingga mengingatkan saya pada jalan tersempit yang pernah saya lihat, jalan kecil Genoa. Rata-rata bangunan di Salford dalam hal ini tampak lebih buruk ketimbang bangunan-bangunan di Manchester, sehingga kota Salford ini juga tidak bersih. Jika di Manchester polisi menjaga daerah setiap waktu, setiap enam atau sepuluh tahun, maka disini polisi mengadakan pemeriksaan di daerah kaum buruh. Polisi mendekati rumah-rumah yang paling buruk dan menandakan tempat-tempat yang dekil sebagai keadaan yang tidak stabil untuk dibersihkan. Apa yang dilakukan di Salford itu tidak ada artinya sama sekali. Jalur sisi sempit dan halaman-halaman tertutup di jalan Chapel, Greengate dan jalur Gravel sudah tentu tidak pernah bersih sejak dibangun. Terakhir jalur kereta Liverpool telah menembus di tengah-tengah pemukiman buruh di Salford. Jalur ini melalui jembatan di atas jalan dan telah menghabiskan banyak sudut-sudut tempat yang terkusam. Namun apa yang tampak? Siapapun yang melintas di atas jembatan itu dan melihat ke bawah, akan melihat kekusaman dan kesengsaraan. Dan jika seseorang mengambil resiko melewati jalur ini, maka akan terlihat sekilas pintu-pintu dan jendela rumah terbuka dan gudang bawah tanah. Hal ini meyakinkan diri kita bahwa setiap langkah buruh-buruh di Salford hidup dalam lingkungan rumah yang tidak bersih dan kenyamanan merupakan hal yang tidak mungkin didapat. Dan yang pasti persamaan kondisi ini dapat dijumpai di daerah yang lebih jauh dari Salford. Di Iskington, sepanjang jalan Regent, dan dibalik jalur kereta Boston. Perumahan kaum buruh di antara jalan Aldfield dan Cross Lane, di mana terdapat sekumpulan halaman tertutup dan gang-gang yang berada dalam kondisi yang paling buruk. Keadaan ini bersaing dengan perumahan buruh di Old Town dalam hal kedekilan dan kepadatannya. Di daerah ini saya berjumpa dengan seorang tua berusia sekitar enam puluh tahun. Ia tinggal di dalam kandang sapi. Ia telah membuat cerobong untuk tempat tinggalnya yang terkurung, tidak memiliki jendela, lantai ataupun atap. Ia mendapatkan semacam tempat tidur dan tinggal di sana, walau hujan turun melalui atapnya yang membusuk. Orang tua itu terlalu tua dan lemah untuk bekerja secara teratur. Untuk membiayai dirinya sendiri, ia memindahkan pupuk dengan gerobak yang didorong tangan. Maka timbunan kotoran hewan menumpuk terletak di samping istananya!

Begitulah pemandangan pada berbagai tempat kaum buruh sebagaimana saya mengamati mereka secara pribadi selama dua puluh bulan. Jika kita secara singkat merumuskan hasil yang kitatemukan, kita harus mengakui bahwa 350.000 kaum buruh Manchester dan lingkungan tempatnya hidup, hampir seluruhnya dalam keadaan sengsera, lembab, rumah-rumah yang dekil-kusam dan jalan-jalan yang biasanya berada dalam kondisi yang paling menyedihkan dan kusam. Perencanaan pembangunan rumah hunian buruh ini dilakukan tanpa memperhatikan sedikit pun untuk tempat masuk ke luarnya udara. Dan dalam hal ini pembangunan rumah hunian buruh itu hanya memperhatikan keuntungan para kontraktor pembangunan. Dalam satu kata, kita harus mengakui bahwa perumahan di lingkungan kaum buruh Manchester itu, tidak memperhatikan kebersihan dan tidak ada hal yang menyenangkan hidup kaum buruh. Dan akibatnya tak mungkin ada kehidupankeluarga yang nyaman; dengan rumah-rumah hunian yang secara fisik menurunkan harkat ras manusia, pembangunan seperti itu merampok semua segi kemanusiaan, menurunkan, mengurangi moral dan fisik manusia menjadi bersifat kebinatangan. Kaum buruh tidak dapat merasakan hidup yang nyaman seperti dalam rumah. Dan bukan saya sendiri saja yang membuat pernyataan tegas ini. Kita telah melihat bahwa Dr. Kay memberikan dengan tepat gambaran yang sama. Dan walaupun hal ini merupakan argumen yang tak berguna, saya akan mengutip lebih jauh kata-kata seorang liberal, mengakui dan bernilai tinggi sebagai seseorang yang berwenang terhadap kontraktor pengelola, dan seorang lawan fanatik bagi semua gerakan pembebasa massa pekerja:10)

"Sewaktu saya melalui daerah rumah hunian pabrik tenun tangan di kota-kota seperti Iris Town dan Ancoat dan Little Ireland, saya benar-benar merasa takjub melihat kondisi kesehatan yang sangat buruk di setiap rumah. Kota-kota tersebut, dihitung berdasarkan jumlah penduduknya, tempat tersebut layak untuk disebut kota. Dibangun hanya dengan satu tujuan, yaitu sebagai spekulasi keuntungan yang bakal diperoleh oleh pihak pembangun. Tukang-tukang kayu dan bangunan dikerahkan untuk membeli bahan-bahan bangunan dan mendirikan suatu bentuk bagunan yang mereka sebut rumah (bagunan tersebut disewakan selama beberapa tahun). Di salah satu tempat, kita menemukan satu jalan yang menyusur mengikuti alur selokan. Dengan cara seperti ini gudang-gudang bawah tanah dapat dijamin keselamatannya tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya untuk menggali lebih dalam lagi. Gudang-gudang tersebut dibangun bukan untuk menyimpan barang atau rongsokan, melainkan sebagai tempat hunian manusia. Tak ada satupun diantara bangunan tersebut terbebaskan dari wabah kolera. Secara keseluruhan, kondisi jalan di daerah pinggiran kota dibiarkan tidak beraspal. Di tengah-tengahnya diisi oleh lubang-lubang dan timbunan kotoran hewan. Rumah-rumah dibangun berhimpitan, tanpa saluran udara dan pipa buangan air. Seluruh keluarga tinggal berhimpitan pada salah satu pojok gudang bawah tanah atau loteng."

Saya telah mengungkapkan sebelumnya kegiatan petugas kesehatan selama terjadi wabah kolera. Ketika wabah semakin mengancam, teror melanda kalangan borjuis di pertokoan. Orang-orang mulai teringat pada kondisi perumahan yang tidak sehat dari kaum miskin. Dan mereka kaum borjuis, ketakutan sebelum yakin benar bahwa pemukiman kumuh tersebut benar-benar menjadi pusat penyebaran penyakit sampar. Wabah tersebut seolah-olah menyerang dari segala penjuru rumah-rumah klas borjuis. Komisi kesehatan segera ditugaskan untuk menyelidiki keadaan wilayah tersebut dan melaporkannya ke Dewan Kota. Dr. Kay, salah seorang anggota komisi, melakukan penyelidikan sendiri ke setiap wilayah kepolisian dan melaporkan hasilnya sebagai berikut: Dari 6.565 rumah yang diperiksa-sebagaimana biasanya, penyelidikan ini hanya dilakukan di Manchester saja, kota Salford dan daerah pinggiran lainnya tidak termasuk dalam penyelidikan ini-6.656 rumah dinyatakan harus segera disucihamakan, 960 rumah harus segera diperbaiki, 939 rumah tidak memiliki pipa saluran pembuangan yang memadai, 1.435 rumah ruangannya sangat lembab; 452 rumah tidak memiliki ventilasi yang baik; 2.231 rumah tidak memiliki kakus. Selanjutnya ditunjukkan bahwa dari 687 jalan-jalan umum yang diperiksa, 284 di antaranya tidak beraspal sama sekali, 53 jalan setengah beraspal, 112 dalam kondisi buruk, dan 342 buah jalan dipenuhi oleh timbunan reruntuhan. Jelas tidak mungkin untuk membersihkan pemukiman yang nampak seperti kandang binatang tersebut sebelum wabah kolera menyerang. Hal ini dikarenakan sedikit sekali tempat yang bisa dibersihkan. Sebagian besar dibiarkan seperti apa adanya.

Di beberapa tempat yang telah dibersihkan, seperti Little Ireland, kotoran-kotoran dan kerusakan dapat dibersihkan dan diperbaiki dalam waktu beberapa bulan. Tentang kondisi yang ada di dalam rumah-rumah yang telah diperiksa, komisi tersebut melaporkan keadaan yang serupa dengan yang telah ditemukan sebelumnya di London, Edinburgh dan kota-kota lainnya.11)

"Pada mayoritas keluarga asal Irlandia, seringkali mereka harus tidur saling berhimpitan dalam satu ranjang; bahkan setumpuk jerami atau selimut kapas bekas pembungkus barang menjadi selumut yang menyelimuti tubuh mereka semua. Mereka tidur dalam kondisi tanpa harapan, frustasi dan kesengsaraan. Beberapa pengawas sering menemukan kasus di mana dua keluarga terpaksa tinggal dalam satu rumah terbagi menjadi dua ruangan. Ruang yang pertama dijadikan tempat tidur bersama sedangkan ruang yang satu lagi digunakan sebagai dapur dan ruang makan. Bahkan, banyak sekali terjadi di mana lebih dari satu keluarga tinggal di dalam ruang gudang bawah tanah yang pengap, dengan udara yang dipenuhi oleh wabah sampar, duabelas orang dari enambelas lainnya dikumpulkan jadi satu. Sebagai suatu bentuk penyebaran penyakit, hal ini belumlah seberapa. Masih perlu ditambahkan bagaimana babi berkeliaran ke segala penjuru dan segala tumpukan yang menjijikan dapat ditemukan di tempat itu."

Perlu disebutkan lagi di sini, bahwa banyak sekali keluarga di lingkungan pabrik yang menyewakan rumah mereka di samping sebagai tempat tinggalnya. Mereka menampung para penyewa dalam pondok mereka. Bukan tidak jarang, di antara penyewatersebut, orang yang berbeda jenis kelamin tidur bersama dalam satu ranjang dengan pasangan suami-istri. Menurut catatan "Laporan tentang kondisi kesehatan klas pekerja" terdapat enam kasus di Manchester di mana seorang suami tidur bersama istri dan adik angkatnya yang perempuan dalam satu ranjang. Cara penyewaan seperti itu nampaknya sudah menjadi kebiasaan yang umum. Dr. Kay menunjukkan pada tahun 1831, bagaimana praktek penyewaseperti itu di Manchester telah mencapai angka 267, dan diramalkan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Dengan demikian, apabila masing-masing keluarga tersebut menerima penyewa sampai dengan duapuluh dan tigapuluh orang tiap malamnya, maka kita dapat perkirakan jumlah manusia yang dikumpulkan mungkin mencapai lima sampai dengan tujuhribu orang. Ciri-ciri rumah dan para penyewa hampir sama di setiap kota. Lima sampai dengan tujuh buah kasur diletakkan di lantai tanpa ranjang dan mereka tidur bersama tanpa peduli lagi jenis kelamin dan usia. Saya kira, di sini saya tidak perlu berkomentar panjang lagi tentang kondisi fisik dan moral tempat-tempat tersebut. Masing-masing dari rumah itu telah menjadi pusat bagi segala kenistaan yang ada. Gaskell menunjukkan angka orang-orang yang tinggal di gudang-gudang bawah tanah sebesar 20.000 orang. Majalah The Weekly Dispatch memberikan angka sebesar 12% dari seluruh klas pekerja yang didasarkan pada "laporan-laporan resmi". Dengan demikian, angka yang ditunjukkan oleh majalah tersebut sesuai dengan hasil perhitungan yang dibuat oleh Gaskell, di mana dihitung dari 175.000 klas pekerja, jumlah 21.000 orang yang diberikan oleh Gaskell berarti mencapai prosentase sejumlah 12%. Gudang-gudang bawah tanah yang menjadi tempat tinggal banyak sekali terdapat di wilayah pinggiran kota. Dengan demikian, jumlah orang yang tinggal di gudang-gudang bawah tanah di Manchester diperkirakan mencapai 40.000 sampai dengan 50.000 orang. Cara pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal ini mencerminkan pula bagaimana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan lain. Dalam banyak besar kasus, baju-baju yang dipakai klas buruh sangat buruk. Bahan-bahan yang digunakan bukanlah bahan yang cukup baik untuk dijadikan pakaian. Kain wol dan linen telah lama hilang dari lemari pakaian mereka. Sebagai gantinya, digunakanlah pakaian dari kain katun. Bahan kemeja dibuat dari kain kasa atau kain katun yang dicelup dengan berbagai warna. Pakaian kaum perempuan terbuat dari bahan-bahan katun yang dicetak warna warni dan jarang sekali terlihat di tempat pencucian umum rok dalam perempuan yang terbuat dari bahan wol. Kaum pria menggunakan pantalon yang terbuat dari kain katun yang kasar, demikian juga dengan jaket atau jas yang mereka gunakan. Kain katun kasar telah menjadi pakaian yang terkenal di antara klas buruh, yang populer dengan sebutan "Jaket Katun" sebagai perbedaan dengan baju yang digunakan oleh kalangan klas menengah. Ketika Feargus O'Connor, seorang pemimpin Kaum Chartis, mengunjungi Manchester selama kerusuhan pada tahun 1842, ia hadir di antara tepuk tangan yang riuh dari kaum buruh dengan baju katunnya. Topi merupakan alat penutup kepala yang sangat umum dipakai di Inggris. Demikian pula dengan klas pekerjanya. Mereka menggunakan berbagai macam jenis topi dari yang berbentuk bundar, tinggi, bertepi lebar dan sempit atau tanpa tepian sama sekali-hanya buruh-buruh muda di wilayah pabrik yang menggunakan topi pet. Setiap orang yang tidak memiliki topi, membuat sendiri topi pet dari kertas.

Semua jenis pakaian yang digunakan oleh klas buruh, meskipun masih dalam keadaan baik, tetap tidak mampu menyesuaikan diri dengan iklim. Udara Inggris yang lembab, dengan perubahan suhu yang cepat dan terasa begitu dingin dibanding tempat lainnya, mengharuskan kalangan klas menengah untuk menggunakan kain flanel dan syal yang membungkus kulit mereka. Klas buruh bukan cuma tidak pernah mampu menikmati kesempatan ini. Untuk mendapatkan pakaian dari bahan wol pun mereka sudah tidak mampu. Baju dari katun, meskipun lebih tebal, kaku dan berat dibandingkan dengan pakaian wol, tidak memiliki kemampuan untuk menahan hawa dingin dan basah. Pakaian seperti ini justru harus lebih lama dijemur dikarenakan sifatnya yang tebal dan kaku. Apabila klas buruh membeli pakaian yang terbuat dari bahan wol untuk dikenakan pada hari Minggu, ia harus mendapatkannya di toko-toko yang menjual barang murahan. Sebab pakaian ini khusus hanya untuk dijual dan bukan untuk digunakan, maka hanya dalam waktu singkat rusak dan sobek. Pada sebagian kasus, pakaian-pakaian yang dikenakan oleh klas buruh sangat buruk. Hal ini dikarenakan sering kali mereka harus menggadaikan pakaian-pakaian terbaik mereka di pegadaian. Di antara sebagian besar orang, khususnya yang berasal dari Irlandia, pakaian yang mereka gunakan penuh dengan tambalan sehingga sulit diketahui bagaimana warna aslinya. Kondisi seperti ini menyebabkan orang-orang Inggris dan keturunan Irlandia sangat pandai dalam menambal pakaian. Mereka mengerjakannya dengan penuh keahlian dan rasa seni, menambal pakaian yang terbuat dari kain katun dengan kain wol atau sebaliknya. Meskipun demikian, sering kali orang-orang keturunan Irlandia tidak sempat untuk menambal pakaian mereka kecuali hanya dalam keadaan terpaksa ketika harga kain merosot, mereka dapat membeli bahan untuk menambal dengan harga murah. Gaya yang tampil dari pakaian yang mereka kenakan biasanya menampilkan tonjolan kain yang buruk dari kemeja atau pantolan mereka. Thomas Carlyle pernah mengatakan bahwa apa yang mereka pakai adalah:12)

"Kemeja yang penuh dengan sobekan kain, naik dan turun seolah-olah telah mengalami operasi sulit, digunakan hanya pada saat pesta dan hari raya..."

Orang-orang Irlandia juga telah mengenal suatu kebiasaan berjalan dengan kaki telanjang di Inggris yang sebelumnya tidak pernah dikenal. Di setiap kota-kota pabrik, terlihat gelombang manusia, khususnya anak-anak dan perempuan berjalan dengan telanjang kaki, dan contoh ini kemudian ditiru oleh orang-orang miskin di Inggris.

Seperti halnya dengan pakaian, demikian juga dengan makanan. Kaum buruh mendapatkan bagian yang terburuk di mata klas berjuis. Di setiap kota besar di Inggris terdapat makanan-makanan yang enak, tetapi itu semua jelas membutuhkan uang; dan, klas buruh yang harus membayar sewa rumah mereka tidak akan pernah mampu membayar harga tersebut. Malahan, karena mereka biasa menerima upah pada hari Sabtu sore, meskipun pada awalnya pembayaran ini ditentukan pada hari Jum'at. Maka ketika para buruh ini pergi ke pasar pada jam lima atau enam sore, para pembeli dari kalangan klas menengah telah memborong habis di waktu pagi ketika pasar masih dipenuhi oleh barang-barang yang bermutu baik. Oleh karena itu, tak heran pada saat klas buruh berangkat ke pasar, barang-barang yang terbaik telah habis. Dan, meskipun masih tersisa beberapa barang yang berkualitas baik, mereka tidak mampu membelinya. Kentang yang dibeli oleh klas buruh sudah membusuk, sayur-sayuran telah layu, keju basi dan daging babi yang tengik. Daging yang biasa mereka beli kebanyakan sudah tak berlemak lagi. Sering kali daging tersebut diperoleh dari binatang yang terkena penyakit atau tengah sekarat. Para penjual biasanya adalah pedagang keliling yang membeli

barang-barang murahan. Kemudian mereka menjualnya dengan harga murah sesuai dengan kualitas barang yang mereka jual. Buruh-buruh miskin terpaksa menggunakan berbagai tipu muslihat untuk mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan dengan sedikit uang yang mereka miliki. Karena tidak ada yang dapat dijual pada hari Minggu dan pada umumnya toko-toko telah tutup pada jam 12 hari Sabtu malam, barang-barang yang tersisa pada hari Senin akan dijual dengan harga obral dari jam 10.00 pagi sampai tengah malam. Tetapi, sembilan per sepuluh barang-barang yang dijual pada jam sepuluh sudah basi pada hari Minggu pagi. Barang-barang tersebut adalah persediaan yang menjadi santapan malam kaum miskin. Daging yang dibeli oleh para buruh sering kali sudah membusuk. Tetapi, karena mereka telah membelinya mereka harus memakannya. Pada tanggal 6 Januari 1844 (kalau saya tidak salah), diadakan sidang di Manchester yang mengadili sebelas tukang daging. Mereka dituduh telah menjual daging yang terkena infeksi. Masing-masing di antara mereka memiliki babi, sapi dan beberapa ekor kambing atau limapuluh sampai enampuluh pon daging yang tersita karena telah terinfeksi. Dalam kasus lainnya, enampuluhempat bungkusan yang berisi kalkun Natal dirampas sebab, setelah terbukti tidak laku terjual di Liverpool kemudian ditawarkan dengan curang di Manchester dalam keadaan busuk. Semua kejadian itu, dengan mencantumkan nama dan hukumannya, dipublikasikan pada saat itu dalam koran Manchester Guardian. Dalam waktu enam minggu, dari tanggal 1 Juli sampai 14 Agustus, terbitan itu memberitakan tiga kasus yang serupa. Menurut harian Guardian, pada tanggal 3 Agustus, seekor babi seberat duaratus pon yang sudah mati karena penyakit dijual oleh tukang potong hewan di Heywood. Daging tersebut disita. Menurut edisi terbitan pada tanggal 31 Juli, dua orang tukang potong hewan di Wigan didenda sebesar dua dan empat poundsterling karena menjual daging yang telah terinfeksi. Dan menurut terbitan pada tanggal 10 Agustus, duapuluhenam daging babi yang terinfeksi disita dari seorang penjual di Bolton. Daging tersebut kemudian dibakar dan pedagang didenda sebesar duapuluh shillings. Meskipun demikian, berita-berita ini belum mencerminkan kenyataan sesungguhnya dalam masa enam bulan dibandingkan rata-rata tahunan. Bahkan ada musim-musim di mana setiap terbitan Guardian menunjukkan kasus-kasus yang sama di Manchester dan sekitarnya. Apabila kita renungkan sejenak, betapa banyaknya kemungkinan kasus yang luput dari pemeriksaan pengawas yang sulit untuk memeriksa pasar yang begitu luas dan berjejer sepanjang pinggiran jalan-dan bagaimanakah kita mampu menjelaskan jaminan keamanan dari seluruh binatang yang dipotong dan kemudian dijual?-hal ini sehubungan dengan pertimbangan kita tentang berapa besar tindakan yang seharusnya diambil, dalam kaitannya dengan sejumlah denda yang telah disebutkan di atas. Apabila jika kita memikirkan kriteria yang menyebabkan daging yang dijual dapat disita oleh pengawas. Berdasarkan hal ini, sulit untuk dipercaya bahwa klas buruh akan mendapatkan daging-daging yang baik dan sehat sebagaimana seharusnya. Tetapi, klas buruh hanyalah korban dari kerakusan klas menengah. Para pedagang dan pemilik pabrik mencampur semua jenis bahan yang ada dalam simpanan mereka dengan cara yang keji tampa merasa peduli terhadap kesehatan pembeli. Kita telah mendengar berita Manchester Guardian dalam kasus ini. Untuk selanjutnya, mari kita lihat organ lain dari klas menengah lainnya.-Saya merasa senang terhadap pengakuan dari lawan-lawan saya-Perhatikanlah apa yang diberitakan oleh Liverpool Mercury:

"Mentega asin dijual sebagai mentega segar. Pada bagian atas gumpalan mentega tersebut memang ditutup oleh lapisan mentega segar dan ketika bagian atas mentega tersebut selesai di cicipi oleh pembeli, maka yang dibungkus kemudian adalah gumpalan mentega asin. Gula dijual dengan campuran tepung dan lainnya, lalu dijual dengan harga resmi. Akar tanaman yang dibakar telah dicampur dengan bahan murah lainnya dan dijadikan kopi. Coklat dicampur dengan bahan lainnya dan ditawarkan seolah-olah merupakan coklat yang sesungguhnya. Teh dicampur dengan daun lainnya, atau daun teh kering dibakar dalam bejana yang panas sehingga warnanya tampil seperti teh segar. Merica dicampur dengan kulit kacang; dan minuman anggur diolah sehingga tidak seperti aslinya lagi (penurunan kadar alkohol dan menambahan bahan kimia), ini merupakan hal yang menjengkelkan mengingat begitu banyaknya barang ini dikomsumsi di Inggris dibandingkan yang terjadi di Portugis. Tembakau dicampur dengan zat-zat yang menjijikan dari segala jenis yang ada dan dalam segala bentuk yang mungkin ketika ia diproduksi."

Saya dapat menambahkan lagi beberapa pernyataan dari beberapa pedagang yang bermukim di Manchester ketika mereka mengatakan pada musim panas yang lalu, bahwa karena praktek mencampur tersebut sudah sedemikian umum, tak ada lagi satu perusahaan pun yang mampu melakukan usaha mereka tanpa melakukan tehnik pencampuran tersebut. Dan, tak ada sebatang rokok pun yang berharga kurang dari tiga sen yang bahan bakunya terdiri dari tembakau murni. Penipuan seperti ini tidak hanya terbatas pada bahan makanan semata, meskipun saya dapat menunjukkan lebih banyak lagi contoh-contoh seperti kecurangan dalam tehnik pencampuran terhadap kapur dan gips dengan tepung. Penipuan dipratekkan dalam penjualan setiap barang-barang: flanel, kaus kaki dan sebagainya akan segera mengkerut setelah dicuci satu kali; baju yang sempit dijual setelah memelar selebar tiga inci dari yang seharusnya; periuk belanga yang besar dan hanya sebentar saja dihaluskan, dan mudah pecah; serta begitu banyak lagi kelicikan yang dilakukan seperti sudah menjadi kebiasaan di negeri ini (tout comme chez nous). Tetapi, beban terbesar yang harus ditanggung akibat penipuan ini berada di pundak kaum buruh.Orang-orang kaya jarang sekali tertipu karena dapat membayar dengan harga tinggi di toko-toko besar yang memiliki reputasi baik, sehingga toko-toko tersebut akan kehilangan nama baik mereka apabila menjual barang campuran kepada komsumen. Orang-orang kaya begitu dimanjakan. Dengan kebiasaan mencicipi makanan enak mereka mampu merasakan segera praktek pencampuran tersebut dengan lidah mereka yang peka. Tetapi, kaum miskin, orang-orang klas pekerja yang mana satu sen uang yang dikeluarkan begitu berharga dan harus membeli banyak barang dengan hanya sedikit uang. Mereka bahkan tidak mampu untuk berpikir lebih banyak lagi terhadap barang-barang yang mereka beli dan tidak sempat untuk meningkatkan selera lidah mereka-kepada merekalah semua jenis barang-barang yang telah dicampur dan beracun tersebut dijual. Klas buruh harus berhubungan dengan para pedagang kecil dan membeli barang dengan kredit. Kiranya dalam kesempatan ini kita perlu memperhatikan sejenak jenis kegiatan yang dijalankan oleh pedagang kecil ini. Dalam menjalankan usahanya, kaum pedangang kecil tidak akan mampu menjual barang dengan kualitas yang sama dengan harga lebih murah dibandingkan para pedangang besar. Modal usaha mereka terlalu kecil dan biaya yang mereka keluarkan terlalu besar. Dengan demikian, sadar atau tidak sadar, mereka melakukan praktek pencampuran agar dapat menjual barang mereka dengan harga murah dan bersaing dengan yang lainnya. Seorang pedagang besar akan jatuh bangkrut apabila orang tahu ia melakukan penipuan terhadap barang yang dijualnya. Berbeda dengan nasib para pedangang kecil yang menjual barangnya di pinggiran jalan apabila mereka terbukti melakukan penipuan? Jika tak seorangpun mempercayai mereka di satu kota (Anchoat), ia dapat segera pindah ke kota lainnya (Chorlton atau Hulme) di mana tak seorangpun mengenalnya dan ia dapat melakukan penipuan sebagaimana ia lakukan sebelumnya. Selain itu, mereka pun diuntungkan oleh sistem hukuman pengadilan yang tidak dapat bertindak tegas terhadap jenis kejahatan yang mereka lakukan, kecuali apabila kejahatan tersebut melibatkan penipuan terhadap penghasilan yang diperoleh seseorang. Buruh-buruh di Inggris ditipu bukan dalam hal kualitas semata, melainkan juga dalam hal kualitas barang. Para pedagang kecil biasanya sering merubah ukuran timbangan yang mereka miliki dan berita tentang praktek penipuan ini banyak tercatat dalam laporan-laporan kepolisian. Seberapa besar bentuk penipuan tersebut dapat kita lihat dari ringkasan berita yang terdapat dalam Manchester Guardian. Sayangnya, mereka mengungkapkan kasus ini hanya dalam waktu yang pendek, dan lagi saya tidak memiliki semua catatan yang ada:

Guardian, 15 Juni 1844, Rochdale Sessions-Empat orang pedagang didenda sebesar lima sampai dengan sepuluh shilling karena memakai timbangan yang tidak sesuai dengan ukuran. Stockport Session-dua orang pedagang didenda sebesar satu shilling. Salah satu di antara mereka terbukti memiliki tujuh buah alat timbangan yang telah dirubah ukurannya dan kedua-duanya telah diberi peringatan.

Guardian, 19 Juni 1844, Rochdale Session-Seorang pedagang dihukum denda sebesar lima shilling dan dua petani dikenakan denda sebesar sepuluh shilling.

Guardian, 22 Juni 1844, Pengadilan Manchester-Sembilan belas pedagang di hukum denda sebesar enam sen dua shilling sampai dengan dua poundsterling.

Guardian, 26 Juni 1844, Pengadilan Ashton.-Empat belas pedagang dan petani dikenakan denda sebesar dua shilling enam sen sampai satu poundsterling. Pengadilan Hyde Petty-Sembilan petani dan pedagang dihukum denda sebesar lima shilling.

Guardian, 6 Juli 1844, Manchester-Enam belas pedagang diharuskan membayar denda tidak lebih dari sepuluh shilling.

Guardian, 13 Juli 1844, Manchester-Sembilan pedagang didenda sebesar dua shilling satu sen sampai dengan dua puluh shilling.

Guardian, 24 Juli 1844, Rochdale-Empat orang pedangang dikenakan denda sebesar sepuluh sampai dengan dua puluh shilling.

Guardian, 27 Juli 1844, Balton-Dua belas pedagang dan penjaga toko dikenakan hukum denda.

Guardian, 3 Agustus 1844, Balton-Tiga orang pedagang dikenakan denda sebesar dua shilling enam sen dan lima shilling.

Guardian, 10 Agustus 1844, Bolton-Seorang pedagang dikenakan denda sebesar lima shilling.

Kasus-kasus yang sama seperti di atas telah membuat klas buruh mengalami penipuan bukan cuma dalam hal kualitas barang, melainkan juga kualitas makanan.

Sesuai dengan tingkat upah yang diterima, kebiasaan makan masing-masing orang dari klas buruh biasanya berbeda-beda. Seorang buruh yang memiliki upah yang lebih banyak, biasanya seluruh keluarga mereka mempunyai pendapatan sendiri dengan turut bekerja, dapat membeli makanan yang lebih baik selama harga tetap berjalan lancar. Ia dapat membeli daging setiap harinya dan makan malam dengan daging babi dan keju. Apabila upah yang diterima seorang buruh tidak terlalu banyak, mereka biasanya membeli daging dua atau tiga kali seminggu. Sebagai ganti daging, biasanya mereka memakan roti dan kentang. Apabila pola upah yang diperoleh oleh klas buruh kita perhatikan, semakin kecil upah yang diterima semakin menurun pula kualitas makanan yang dibeli. Apabila mereka tak sanggup membeli satu kilogram daging, biasanya diganti dengan seiris kecil potongan daging babi dan roti. Lebih rendah lagi, mereka hanya mampu membeli roti, keju, tomat dan bubur. Bagi penerima upah yang paling rendah yaitu buruh-buruh asal Irlandia, mereka hanya mampu membeli tomat sebagai satu-satunya makanan. Sebagai pengiring makan buruh-buruh ini biasa meminum teh pahit dengan sedikit gula atau susu. Kebiasaan meminum teh di Inggris dan di Irlandia sama nilainya dengan meminum kopi di Jerman. Apabila seseorang sama sekali tidak mampu meminum teh lagi, ia berarti sudah terbenam ke dalam kemiskinan yang luar biasa. Tetapi ini adalah pengandaian bagi buruh yang memiliki pekerjaan. Berbeda halnya apabila mereka kehilangan pekerjaan. Ia hanya dapat meminta dari belas kasihan orang lain dan memakan apa yang dapat diberikan orang kepadanya atau dengan mencuri. Dan, apabila ia tidak mendapatkan sesuatu untuk dimakan, ia harus menanggung rasa lapar seperti biasa. Jumlah makanan yang dimakan sudah barang tentu berbeda-beda sesuai dengan upah yang diterima. Bagi buruh-buruh yang menerima upah yang kecil dan mereka tidak memiliki keluarga lagi, kelaparan merajalela sebagai ganti dari kerja rutin yang harus mereka lakukan. Dan jumlah mereka di Inggris sekarang ini begitu banyak. Khususnya di London, di mana persaingan di antara buruh demikian tajam akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk. Dalam kasus-kasus seperti ini mereka akan memakan apa yang ada, kulit kentang, sisa-sisa sayuran dan sayuran yang sudah busuk13) dimakan. Segala sisa-sisa yang ada dikumpulkan dengan rakus guna mendapatkan setetes gizi yang ada dalam makanan. Dan, jika upah mingguan dibayar pada hari Sabtu, cukup sering terjadi pada hari-hari terakhir satu keluarga mendapat cukup makanan jika tersedia, sebagai upaya akhir menjaga dari kelaparan. Tentu saja banyak cara hidup seperti itu tidak dapat menghindarkan kaum buruh dari wabah penyakit dan bila hal itu terjadi di waktu seorang ayah sedang bekerja terutama untuk keluarga, yang secara fisik membutuhkan pemeriksaan, dan yang menyebabkan ia harus mengalah-jika seorang ayah itu cacat, kesengsaraan mereka mencapai puncaknya, dan kemudian dengan brutal masyarakat menolak mereka menjadi anggota lingkungannya, hanya karena kebutuhan mereka yang besar terpaksa mereka ke luar di siang hari.

Itulah beberapa kenyataan yang dapat ditampilkan. Kota-kota besar terutama dihuni oleh klas pekerja ketika seorang borjuis memiliki dua orang buruh atau seringkali hingga tiga orang buruh, kadang mencapai empat; buruh-buruh hampir tidak memiliki kekayaan sama sekali, dan menggantungkan hidupnya atas upah tenaga kerjanya, yang hanya cukup untuk sekedar makanan saja. Masyarakat sebagai kumpulan-kumpulan atom (individu) tidak merasa kesulitan dengan persoalan demikian, dan meninggalkan persoalan buruh-buruh itu terserah kepada mereka sendiri dan keluarganya, walau mempekerjakan mereka bukan berarti hal yang efektif dan penanggulangan masalah yang permanen. Setiap pekerja, walau yang terbaik sekali pun melihat dengan jelas ketidakpuasan antara hasil kerja dengan makanan, yang menyebabkan mereka mati karena kelaparan, dan banyak terjadi hal seperti ini. Rumah hunian buruh dimanapun menurut perencanaan begitu buruk, dibangun dengan buruk, sehingga kondisinya juga sangat buruk, ventilasi buruk, lembab dan tidak sehat. Mereka tinggal dalam tempat yang begitu kecil, dan setidaknya setiap keluarga tidur dalam satu kamar, perabot-perabot ruangan didalam kamar yang begitu buruk pada hampir setiap keluarga, hingga hampir-hampir tidak memiliki sama sekali perabotan yang paling diperlukan oleh sebuah keluarga. Pakaian-pakaian buruh pun begitu, secara umum jumlahnya sedikit dan kebanyakan compang-camping. Makanan mereka secara umum buruk, seringkali tidak sehat untuk dimakan, dan dalam banyak kasus, setidaknya saat ini, makanan mereka jumlahnya tidak mencukupi, sehingga dalam kasus yang luar biasa, banyak kematian disebabkan karena busung lapar. Demikianlah klas buruh di kota-kota besar menginginkan hal yang baik bagi kondisi hidupnya, dalam beberapa kasus sementara kaum buruh mempertahankan kondisi dengan harus bekerja keras dan mengharapkan gaji yang baik, sehat dan dapat tahan bekerja, hal di atas menurut pandangan buruh, dalam kasus yang terburuk, kondisi mereka demikian pahit, tidak memiliki rumah dan mati karena kelaparan. Rata-rata kasus-kasus buruh itu lebih mendekati yang terburuk ketimbang yang terbaik yang mereka inginkan. Sehingga hal ini tidak membuat mereka masuk menjadi klas-klas yang utuh, sehingga seseorang dapat saja berkata, fraksi dalam klas buruh adalah tidak baik, dan selalu begitu dan tetap terjadi hal seperti itu. Jika kasusnya terjadi seperti itu, jika saja salah satu bidang pekerjaan secara umum menguntungkan bagi yang lain, walau kondisi pekerja di setiap tempat merupakan subjek daripada naik turunnya yang besar, maka seorang pekerja dapat saja ditempatkan keseluruh tingkatan dari mulai yang nyaman hingga yang tragis, hingga mati karena kelaparan, sementara hampir setiap pekerja Inggris dapat menceritakan kisah yang menandai perubahan yang menguntungkan.

Alih bahasa: Nur Rachmi