Asosiasi Laki-laki Menentang Kekerasan di Nicaragua: Bekerja Dengan Kelompok-Kelompok Laki-laki atau Pemuda Seputar Sosialisasi/Kepekaan

Ruben Reyes*

 

Latar Belakang
Di Nicaragua kami hidup dalam budaya "Machismo". Dalam budaya ini, sebagian besar kaum laki-laki dibesarkan dengan kepercayaan bahwa laki-laki lebih kuat daripada perempuan dan karena itu kami lebih pantas daripada perempuan. Sebagian dari budaya machismo ini adalah laki-laki melakukan tindak kekerasan terhadap pasangan mereka. Laki-laki yang memukul istrinya adalah sesuatu yang biasa. Beberapa penelitian menujukkan bahwa di Nicaragua satu dari tiga perempuan pernah dipukul oleh pasangannya paling sedikit sekali dalam hidup mereka. Sekarang, kekerasan terhadap perempuan bukan hanya statistik yang menarik bagi saya; saya pernah mengalami kekerasan dalam kehidupan saya sendiri. Saya ingat ayah saya memukul ibu saya dengan ikat pinggangnya ketika saya berusia 11 tahun.

Sekarang saya menyadari bahwa ayah saya bukan orang jahat; karena ia hanya laki-laki seperti laki-laki lain yang melakukan apa yang ia ingin lakukan. Ayah saya seorang petani dan ibu saya adalah ibu rumahtangga. Mereka tidak mendapatkan pendidikan dan mereka mempunyai tujuh orang anak. Jadi, ayah saya tidak punya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan seperti saya. Saya mengatakan ayah saya hanya melakukan apa yang ia harapkan untuk dilakukan karena di Nicaragua, laki-laki dari kelas buruh diandaikan untuk menghukum perempuan jika perempuan tidak melakukan sesuai yang diinginkan laki-laki.

Tetapi, kekerasan keluarga dan gender tidak hanya berdampak pada kelas buruh; juga kelas menengah dan atas. Kekerasan ini juga terjadi dalam keluarga yang disebut dengan "keluarga terhormat". Begitu juga beberapa laki-laki yang bergabung dalam kelompok saya, "Kelompok Laki-laki Anti-Kekerasan", yang punya pengalaman yang mirip dengan pengalaman saya. Beberapa di antaranya adalah pelaku kekerasan yang luar biasa. Kami semua dididik dengan cara yang sama sebagai laki-laki, kami memahami bahwa laki-laki harus menguasai perempuan. Kami juga belajar bahwa laki-laki tidak harus mengatakan "tidak" dari seorang perempuan sebagai sebuah jawaban, sehingga jika kita berusaha lebih keras, maka akhirnya "tidak" akan berubah menjadi "ya". Kami juga belajar bahwa tugas rumahtangga merupakan tanggungjawab utama kaum perempuan, dan kalau kami melakukannya, itu hanya karena kami ingin menyenangkan hati mereka, dan bukan karena tanggungjawab kami. Singkatnya, kami semua belajar kalau seorang laki-laki tidak menguasai istrinya, maka istrinya menguasai dia. Dan kalau istrinya menguasai dia, maka dia bukan laki-laki lagi. Dengan demikian, dalam budaya machismo tidak ada ruang untuk kesamaan, hanya untuk dominasi.

Dalam budaya machismo, kami, laki-laki berharap kaum perempuan setia kepada kami, tetapi kami tidak merasa berkewajiban untuk membalas. Kami khawatir hanya oleh gagasan tentang perempuan yang berkhianat. Laki-laki tidak bisa menerima perilaku seorang perempuan yang berkhianat seperti ini. Di Nicaragua, laki-laki yang membohongi istrinya akan mendapat pujian dari laki-laki lain, dan reaksi yang umum dari perempuan adalah, "Ya, dia laki-laki, dan laki-laki harus seperti itu." Sebaliknya, semua orang menolak perempuan yang mengkhianati suaminya. Karena itu, laki-laki berharap istrinya atau pasangannya setia kepadanya, tetapi dia tidak. Apa jadinya jika perempuan berselingkuh? Suaminya merasa bahwa harga dirinya sebagai laki-laki telah dilukai dan dia merasa dikhianati; dan karena itu, dia berpikir bahwa dia berhak untuk menghukum istrinya atau pasangannya.

Dalam budaya machismo yang secara kasar telah saya gambarkan di atas, saya bisa mengatakan bahwa saya sendiri adalah pelaku penganiayaan secara seksual terhadap diri saya sendiri. Saya menganggu secara seksual sepupu saya ketika kami berusia 14 tahun. Saya juga belajar melecehkan secara seksual terhadap perempuan-perempuan di sekolah. Dalam hal tertentu saya menyadari bahwa itu salah dan saya menghukum diri saya sendiri atas apa yang telah saya lakukan. Izinkanlah saya menceritakan kepada Anda bahwa hal-hal yang berkaitan dengan perasaan bersalah merupakan satu perjuangan bagi saya. Itu merupakan sebuah proses yang panjang untuk belajar memaafkan diri saya sendiri dan memfokuskan kepada perubahan yang positif.

Kekerasan gender sangat terkait berdasarkan fakta bahwa laki-laki punya hak istimewa sedangkan perempuan tidak, dan juga bahwa kami sungguh-sungguh pantas untuk memperoleh hak-hak istimewa tersebut. Anda tahu, saya menyaksikan tidak adanya keadilan ketika saya masih remaja, karena saya tahu bahwa ayah saya berselingkuh dan saya tidak pernah melihat ibu saya memukuli ayah saya dengan ikat pinggang.

Kekerasan gender juga berhubungan dengan kurangnya kemampuan laki-laki untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan cara yang halus. Dalam budaya machismo kita belajar bahwa seorang laki-laki tidak boleh menangis atau takut. Laki-laki harus kuat seperti batu dan kalau dia merasakan sesuatu, dia hanya bisa marah dan dia harus menghancurkan apa pun atau siapa pun yang membuatnya marah. Anda bisa bayangkan, dalam sebuah negara yang mengalami beberapa kali perang dan beberapa kali mengalami bencana alam, rakyat mengalami banyak penderitaan. Dan jika mereka tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan cara yang sehat, maka mungkin mereka akan memulai dengan cara yang kasar. Faktanya laki-laki diajari untuk tidak memperlihatkan perasaan sakit mereka adalah sesuatu yang sangat berbahaya.

Bagaimana Kelompok Laki-laki Memulainya?

Jadi, bagaimana caranya sekelompok laki-laki bersama-sama melawan budaya machismo dan kekerasan? Revolusi Sandinista memberi kami kesempatan bekerja untuk memperjuangkan keadilan sosial bersama-sama kaum perempuan, dan beberapa di antara kami belajar untuk bekerja bersama-sama dengan kaum perempuan. Kami juga belajar mendengarkan perempuan, dan mereka mengajari kami bahwa kekerasan gender merupakan persoalan kekuasaan yang melekat dalam budaya machismo. Jadi, dengan demikian kami menyadari bahwa dalam membangun hubungan yang setara dan adil kami harus menentang budaya machismo tersebut.

Sekelompok kecil laki-laki di antara kami yang telah bekerja bersama dengan kaum perempuan sebagai mitra dalam NGO-NGO kagum dan mendengarkan mereka. Karena itu ketika beberapa perempuan mendorong kami untuk bicara kepada laki-laki menyangkut persoalan ini, kami mendengarnya dengan seksama.

Saya menyampaikan kepada Anda tentang "Puntos de Encuentro", salah satu organisasi feminis pertama yang memulai bekerja dengan laki-laki tentang persoalan-persoalan gender. Dalam "Puntos", mereka mempekerjakan seorang ahli untuk menyelenggarakan workshop dengan laki-laki tentang masalah gender. Teman saya, Oswaldo adalah salah satu ahli pertama yang menyelenggarakan workshop dengan laki-laki mengenai masalah-masalah tersebut. Seperti halnya "Puntos de Encuentro", organisasi-organisasi lain juga berminat dalam melibatkan laki-laki untuk terlibat dalam masalah ini. Contohnya, CANTERA, pusat pendidikan popular, memulai serangkaian workshop untuk laki-laki tentang masalah-masalah gender. Seorang sahabat saya lain bernama , Patricio Welsh, berada di garis depan dalam program ini. Dalam waktu singkat kami kemudian berbicara mengenai mulainya kelompok laki-laki untuk mengubah gagasan-gagasan tentang masalah-masalah kekerasan dan gender. Kami berpikir bahwa kami harus menghubungkan masalah-masalah kami mengenai machismo dan kekerasan sebelum kami mulai berbicara kepada laki-laki lain tentang hal ini.

Pada bulan Juli 1993 lalu, ketika sekelompok laki-laki dari NGO-NGO bersama beberapa laki-laki lain yang pertama kali sebagai kelompok laki-laki untuk pertama kalinya membahas masalah kekerasan gender. Tujuh orang di antara kami memutuskan untuk membagi pengalaman dan mendiskusikan masalah-masalah tersebut. Pada awal kami memulai dengan membicarakan banyak hal dan belajar dari pengalaman-pengalaman kami. Dalam waktu singkat kami menyadari bahwa kekerasan yang tidak dipelajari dan machismo dan menyertai kesetaraan dan keadilan dalam hubungan kami dengan perempuan bukanlah sebuah tugas yang mudah, dan itu merupakan perjuangan dalam diri kami. Beberapa bulan setelah itu, menjadi jelas bagi kami bahwa hal itu tidak hanya cukup bagi kami sendiri. Meskipun perubahan diri sendiri sebenarnya penting, masalah-masalah machismo dan kekerasan dalam rumahtangga juga merupakan masalah kekuasaan sosial, dan karena itu kami harus menunjukkan kepada mereka seperti juga - kami harus menentang budaya machismo dan kekerasan. Jadi kami harus mulai menyebarluaskannya. Kami mengundang orang-orang untuk debat secara terbuka dengan kami. Dalam pernyataan terbuka kami yang pertama pesan utamanya adalah: "Kekerasan juga membuat miskin kehidupan kaum laki-laki". Sejak saat itu kami mulai menyatukan berbagi pengalaman pribadi dengan melakukan diskusi dengan menyajikan hal-hal yang umum dan aktivisme politis.

Bekerja Dengan Kaum Tani dan Membuat Kampanye Menentang Kekerasan

Pada 1995 terjadi pemogokan umum di Managua yang menjadi sangat berarti bagi kami: petani-petani menuntut hak atas tanah. Sebuah organisasi yang bekerja untuk pembangunan pertanian mulai melakukan workshop dengan para petani menyangkut berbagai masalah petanian. Setelah salah satu dari kolega kami dalam kelompok laki-laki menentang kekerasan yang juga adalah anggota dari organisasi itu, menganjurkan bahwa kami juga harus menyelenggarakan workshop menentang kekerasan dalam rumahtangga. Karena itu kami mulai melakukan workshop. Workshop itu hasilnya sangat luar biasa; para petani mendiskusikan masalah-masalah itu dengan sangat baik. Dan karena petani-petani telah berada di situ (mereka di sama selama tiga bulan), maka kesempatan baik buat kami untuk menyelenggarakan pertemuan nasional laki-laki pertama menentang kekerasan.

Sekitar 100 laki-laki mengikuti pertemuan tersebut. Kami saling membagi pengalaman pribadi maupun rencana-rencana kami untuk menentang kekerasan dalam rumahtangga. Sebagai hasil dari pertemuan ini, sejumlah kelompok laki-laki yang lain mengorganisasi diri, sebagian besar di antaranya berasal dari pedesaan.

Pada tahun 1998, kehancuran yang disebabkan oleh "Hurricane Mitch" mendorong laki-laki melakukan tindak kekerasan akibat tekanan dan frustrasi dalam keluarga meningkat sebagai akibat dari bencana alam tersebut. Sebagai jawaban, "Puntos de Encuentro" dan Kelompok Laki-laki Anti-Kekerasan bekerja bersama-sama dengan 250 organisasi lainnya, melakukan kampanye besar-besaran pada 1999 dengan target laki-laki di tujuh kota yang mengalami bencana paling parah. Dalam kampanye ini memasang iklan di media massa yang nasional dan lokal selama lima bulan, juga poster-poster, pamflet-pamflet, bahan-bahan pendidikan, dan pelatihan bagi para aktivis. Dua pesan utama dalam kampanya ini adalah:

  1. Laki-laki mampu mencegah perilaku kekerasan, dan
  2. Kekerasan terhadap perempuan menghambat rekonstruksi kehidupan komunitas di seluruh negeri.

Asal Mula Asosiasi Laki-Laki Menentang Kekerasan

Sebagai tindak lanjut dari kampanye menentang kekerasan kami menghimpun seluruh organisasi laki-laki dan pribadi yang tertarik dengan topik ini untuk pertemuan nasional pada bulan Mei 2000. Sebagai hasil dari pertemuan ini, kami mendirikan sebuah organisasi besar yang dinamakan "Association of Man against Violence, AMAV" atau "Asosiasi Laki-laki Menentang Kekerasan, ALMK". Tujuan utama adalah mampu mengajak laki-laki yang lain. Kami memulai dengan 53 anggota laki-laki dari berbagai departamentos (kabupaten) di Nicaragua - di sana ada 17 kabupaten. Juga, laki-laki dari berbagai kabupaten menjadi anggota Dewan Direktur.

Pada pertemuan pertama kami memulai bersama 53 laki-laki ini, kami sepakat bahwa kami ingin mulai melakukan workshop terutama dengan laki-laki di daerah-daerah pedesaan dan wilayah-wilayah miskin di Managua. Kami ingin mulai membagi manfaat dan komitmen untuk mengubah kehidupan kami dengan laki-laki yang paling menderita. Pada kenyataannya, beberapa di antara kami yang telah memulai kelompok laki-laki pertama di Managua berasal dari wilayah-wilayah miskin ataupun dari wilayah-wilayah pedesaan.

Sampai sekarang, kami telah menyelenggarakan sekitar 30 workshop dengan para petani dan 15 workshop serta 30 kali diskusi dengan kaum muda di wilayah-wilayah miskin. Selanjutnya, pada bulan November lalu kami melakukan "White Ribbon Campaign" (Kampanye yang menggunakan Pita Putih) yang pertama. Tahun ini, kami menyelenggarakan Pertemuan Nasional Laki-laki Menentang Kekerasan dan kami mengundang semua laki-laki untuk mengikuti lokakarya tersebut. Kami berharap 100 laki-laki akan hadir, sama banyaknya dengan pertemuan yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Kami kaget ketika 280 laki-laki yang hadir. Tidak semua dari mereka datang pada workshop kami sebelumnya; sebagian dari mereka hadir ketika untuk pertama kali mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan laki-laki lain. Sebagian lainnya lagi bahkan menunjukkan ketakutan mereka jika kita menghentikan dominasi terhadap perempuan, kemudian kaum perempuan akan mendominasi kami (laki-laki). Laki-laki yang lain memberikan kesaksian pribadi mereka hidup bersama dengan perempuan feminis, tantangan apa dalam hidup mereka yang terjadi, bahwa mereka belajar cara-cara lain menjadi laki-laki, dan bahwa mereka dan pasangannya tumbuh dan memperbaiki kehidupan mereka bersama. Jadi, pertukaran pengalaman ini terbukti sangat memperkaya pengalaman setiap orang. Itu adalah pengalaman yang juga menyenangkan; kita banyak menyanyi, membaca puisi, dan melakukan banyak pertunjukan.

Menatap Masa Depan

Dalam konteks masa depan, izinkan saya menceritakan kepada Anda bahwa pada awalnya kami ingin tetap melanjutkan melembagakan pekerjaan kami, tetapi sekarang berubah. Gagasan awal kami adalah bahwa asosiasi ini harus menghimpun laki-laki sebanyak mungkin menjadi anggota. Dengan begitu kami yakin bahwa dengan bertambah besar akan menciptakan masalah-masalah legal bagi kami, karena kami selalu membutuhkan orang yang sama untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan majelis (paling sedikit separoh dari mereka), dan hal itu selalu sulit untuk menghadirkan banyak orang. Kami menyadari bahwa untuk tujuan-tujuan legal, itu lebih baik bagi kami untuk tetap menjadikan majelis resmi itu sekecil mungkin. Karena itu lebih baik bagi kami untuk memfokuskan membangun sebuah jaringan kelompok-kelompok laki-laki dan pribadi yang tertarik. Ini berarti melibatkan banyak laki-laki dengan berbagai cara. Kami anggap kampanye menentang kekerasan sebagai salah satu cara untuk menghimpun banyak laki-laki terlibat di seluruh negeri. Kami menyelenggarakan pertemuan nasional paling sedikit dua tahun sekali, dan kami juga mencoba menemukan cara-cara lain untuk melibatkan laki-laki. Kami gembira bahwa lebih dari dua kelompok laki-laki terbentuk di wilayah-wilayah pedesaan. Kami bermaksud memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok tersebut sebagai bagian dari misi kami. Misalnya, rencana kami adalah mengembangkan sejumlah bahan yang dapat mereka gunakan untuk kegiatan mereka. Bagian lain dari pekerjaan kami adalah mengembangkan sebuah program bagi laki-laki yang melakukan tindak kekerasan terhadap pasangannya. Kami baru saja memulai sebuah proyek percontohan pada tahun ini dan kami sedang mencoba menyiapkan satu sistem evaluasi yang akan mampu mengukur efektifitas dan efisiensi dari program ini. Kami pasti akan mendapatkan hasilnya dalam satu tahun sejak sekarang.

Apakah organisasi ini merupakan cara terbaik untuk menjalankan pekerjaan ini? Kami masih bingung. Sebab, dalam proses ini, kami akan menjadi semakin terlembaga dan kami mungkin menjadi satu-satunya NGO yang melakukan kerja pendidikan dengan laki-laki, dan ini adalah sebuah risiko yang sedang kami hindari. Itulah sebabnya kami mencoba untuk mempertahankan anggota Asosiasi sesedikit mungkin dan pada saat yang sama kami mencoba mendukung inisiatif-inisiatif lain di mana-mana.

Kami bangga dengan apa yang sudah kami capai sejauh ini, dan kami menyadari bahwa masih ada banyak hal lagi untuk dilakukan. Keberhasilan-keberhasilan kecil ini membuat kami merasa bahwa itulah manfaatnya untuk terus mencoba.

* Ruben Reyes adalah Koordinator Asosiasi Laki-laki Menentang Kekerasan di Nicaragua.