:: Kompas Cyber Media ::

[::] Portal Berita Daerah [::]

Metro Banjar • Serambi Ummah • Spirit Kalsel • Diafragma • PASAR

Berita Cetak
HOME
Berita Utama

Nusantara
Banjarmasin Plus
Banjarmasin Bungas
BISNIS
Sport Vaganza
Opini-Hot Line

Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Tengah

Hiburan-Gaya Hidup
Internasional
Berita Kemarin
Info Data & Media
Banjarmasin Post
Susunan Redaksi

Pasang Iklan
Order Cetak
Berlangganan
Supporting By

Kamis, 04 Agustus 2005 02:28


Menanti Jurnalisme Sipil

Oleh : Sainul Hermawan

Pada 2 Agustus 2005, Banjarmasin Post (BPost) berulang tahun. Selamat ulang tahun yang ke-34. Jika BPost percaya bahwa life begins at 40, harian ini perlu terus melakukan introspeksi di hari bahagianya sebagai wujud syukur atas karunia bertambahnya usia (baca: sampai usianya yang ke-34 harian ini masih punya pembaca). Introspeksi mungkin merupakan salah satu cara terbaik untuk menyukuri nikmat itu agar kelak langkah BPost lebih tertata, lebih mantap, dan lebih bermanfaat bagi seluruh lapisan pembacanya.

Oleh karena itu, memperhatikan pembaca merupakan elemen terpenting untuk mempertahankan keberadaan harian ini di tengah arus persaingan industri media yang semakin beragam. Jika BPost tidak melakukan redefinisi atas peran yang telah dimainkannya selama ini, bisa saja pembaca akan beralih ke media yang lebih memberikan perhatian terhadap mereka. Inilah salah satu semangat dari konsep jurnalisme yang akhir-akhir ini dikembangkan banyak media massa di dunia, yakni konsep jurnalisme sipil (Civil Journalism), yaitu bagaimana sebuah media lokal dapat menjadi mediasi yang terarah dan konstruktif untuk memberdayakan masyarakat pembacanya di tingkat lokal yang sangat spesifik.

Setelah mengamati BPost selama satu bulan terakhir, kesan utama yang menonjol adalah bahwa harian ini masih lebih mengedepankan berita politik, bisnis, olahraga, kriminal, daripada pendidikan, kesenian, kebudayaan, lingkungan hidup, dan kesehatan masyarakat lokal. Meskipun berita tentang pendidikan, kesenian, kebudayaan, lingkungan hidup, dan kesehatan masyarakat lokal juga ada, cara menghadirkannya tetap bersifat konvensional, yaitu pemberitaan yang dibangun dengan cuplikan perkataan narasumber. Kemampuan jurnalisnya untuk menyintesis informasi masih kurang optimal, sehingga berita yang disajikan kadang menimbulkan keresahan bagi sebagian pembacanya. Misalnya dalam kasus pemberitaan flu burung.

Entah apa yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan menu dan cara penyajiannya tersebut: sekadar ikut tren media yang telah mapan dan menasional atau spekulasi. Dalam hal ini, BPost sangat perlu melakukan tracer study untuk menggali data yang akurat tentang: Apakah menu berita yang selama ini disajikan memang dibaca atau tidak?

Jika tidak, BPost dapat menanyakan kepada pembacanya melalui sayembara angket berhadiah tentang berita apa yang ingin dibaca mereka. Jika ini dilakukan berarti BPost mau melakukan langkah awal yang penting dalam prinsip jurnalisme sipil, yaitu berupanya mempelajari agenda komunitas pembacanya. Jika cara ini kurang memuaskan, BPost dapat melakukan road show ke komunitas yang dianggap paling representatif. Diskusikan dengan komunitas atau publik kecil tentang: Apakah pemberitaan BPost selama ini baik; Apakah menu BPost selama ini benar-benar ingin dibaca masyarakat. Jika hasil kajiannya ditindaklanjuti, BPost bisa selamat dari kecenderungan jadi media elit, propagandis, borjuis, dan selebritis.

Di samping berharap BPost panjang umur, harapan yang jauh lebih mendasar di ultahnya kali ini adalah kian memperhatikan kebutuhan berita pembacanya. Berita verbal atau gambar ilustrasi yang kurang layak untuk dikonsumsi, sebaiknya tak muncul lagi. Misalnya, rubrik Celebrity. Kira-kira apa manfaat rubrik ini untuk masyarakat Kalsel yang dapat mengonsumsi gosip selebritis hampir setiap hari di hampir semua saluran televisi dalam tayangan yang lebih hidup?

Selain itu, redaksi BPost harus komunikatif dengan publik pembacanya. Berkacalah kepada Kompas, misalnya. Staf redaksi Kompas tidak pernah malas memberikan informasi tentang status tulisan yang dikirimkan oleh pembacanya yang ingin berpartisipasi mengisi ruang berita yang disediakan, baik melalui email maupun surat. Kalau memang ternyata staf redaksi BPost terlalu sibuk untuk melakukan aktivitas yang sangat berharga bagi pembacanya itu, BPost dapat menggunakan mesin penjawab email otomatis, yang dapat memberikan konfirmasi otomatis bahwa tulisan yang dikirim pembaca telah sampai di inbox email redaksi.

Menyimak isu yang berkembang di tempat kerja saya, salah satu publik pembaca BPost, banyak yang mengeluhkan bahwa suara dari publik ini seringkali diabaikan dan sering pula kurang akurat pemberitaannya. Kesan ini muncul sebagai akibat dari belum baiknya sistem Public Relation BPost dengan publik pembacanya.

Gejala kecil ini dapat kita pakai untuk mengukur bagaimana keakuratan BPost memberitakan segala beritanya, dan bagaimana kemampuan komunikasi stafnya dalam memberikan pelayanan terbaiknya kepada pembaca. Ini bukan persoalan enteng dan sebaiknya disikapi serius, karena sekecil apa pun jumlah pembaca itu sangat berharga bagi media massa yang menggantungkan nasibnya pada aktivitas membaca.

Apalagi publik di tempat saya berada, bukan sebagai publik pembaca yang tidak fungsional. BPost harus lebih memberikan perhatian terhadap kebutuhan berita kepada kelompok pembaca funsional semacam ini karena di balik kelompok pembaca ini ada sekian ratus mahasiswa, keluarga staf pengajar dan karyawan, alumni, dan relasi. Asumsi kasarnya, pemberitaan tentang publik pembaca semacam ini memiliki prospek untuk dibaca oleh lebih banyak kalangan. Implikasinya, pemasang iklan akan datang ke media yang dibaca banyak orang.

Mengharap BPost menjalankan prinsip jurnalisme sipil, berarti mengharap harian ini lebih respek terhadap harkat dan martabat pembacanya. Pembaca BPost yang nyata tentu bukan mereka yang dapat membaca harian ini dari luar Kalimantan berkat teknologi hosting website. Pembaca BPost adalah masyarakat Kalsel secara khusus dan Kalimantan secara umum. Oleh karena itu, harian ini harus mampu menjadi sumber inspirasi masyarakat lokalnya dulu. Suara lokal harus lebih dikedepankan. Pemikiran lokal harus dimediasi agar terjadi dinamika pertarungan ide yang baik. Sebagai media lokal, orientasi pemikiran tak perlu terlalu mengawang-awang dan jauh dari realitas keseharian Kalimantan.

Diskusi di ruang opini, misalnya, belum intensif menjadi ajang masyarakat Kalimantan untuk mendiskusikan persoalan hidup Kalimantan yang perlu disikapi secara konseptual ataupun tindakan nyata. Bahkan sering kali muncul tulisan yang sama sekali asing: topiknya terlalu melangit dan ditulis oleh penulis nun jauh di luar Kalimantan.

Jika BPost memang sudi menjalankan prinsip jurnalisme sipil, ruang opini itu harus dibuka dengan cara baru. Tawarkan topik diskusi mingguan yang mengajak pemikir di Kalimantan memikirkan kondisi lingkungan hidup (mulai dari soal sungai sampai eksploitasi pertambangan), pendidikan (mulai dari jenjang terendah sampai tertinggi), seni dan budaya (mulai dari seni tradisional sampai modern, mulai dari gaya primitif sampai westernisasi di Kalimantan), dan isu lokal lainnya. Contoh koran yang sangat baik menjalankan prinsip jurnalisme lokal semacam ini adalah harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta. Untuk melihat kategori rubrikasinya secara online bisa dilihat di www.kr.co.id.

Penamaan kategori rubrikasi BPost perlu juga dipertimbangkian untuk diperbaharui, setelah mengkaji ulang siapa sebenarnya pembaca ‘nyata’ harian ini. Penamaan rubrikasi yang ditulis dalam Bahasa Inggris, seperti Style, Health, Sport Vaganza, dan Celebrity tampak terlalu mengada-ada, seakan tak ada padanan yang pas dalam Bahasa Indonesia untuk kata-kata itu.

Sebagai media yang cukup senior, BPost perlu punya friendly URL yang mudah diingat sehingga untuk membacanya tak perlu repot-repot masuk ke www.kompas.co.id lebih dahulu dan kemampuan pengarsipan berita online-nya masih perlu dibenahi lebih baik lagi. Koran versi online adalah bagian dari misi mulia jurnalisme sipil, karena sebagian warga pembacanya diberi kesempatan membaca tanpa harus membeli versi cetaknya, meski tidak berarti sama sekali tak mengeluarkan biaya internet untuk membacanya. Terkait persoalan mendermakan koran, BPost perlu membagikan koran gratis kepada publik tertentu, seperti yayasan panti asuhan, dan lembaga pendidikan yang diselenggarakan secara swadaya.

Demikian ucapan selamat, kritik, saran, dan harapan saya buat BPost. Kritik bagi jurnalisme sipil menyiratkan keinginan sekelompok pembaca yang mencoba berharap membangun kembali kepercayaan terhadap media yang dikritiknya.

Dosen PBSID FKIP Unlam, tinggal di Banjarmasin
e-mail: sainulh@yahoo.com


Copyright © 2003 Banjarmasin Post


O P I N I
Si Palui Yang Tak Lului

Menanti Jurnalisme Sipil


Tajuk: Penggunaan Dana BOS


Hot Line: Sari Buah Merah, Bisa Sembuhkan Kanker


Banjarmasin Post Group Jl Haryono MT 143/54 Banjarmasin 70111 Phone: +62-511-3354370 Fax: +62-511-4366123