Kamis, 03 Maret 2005
DPR Inginkan Tambahan Gaji Rp 10 Juta per Bulan
Jakarta, Kompas - Gaji Rp 16.129.600 per bulan ternyata masih dirasakan tidak mencukupi oleh anggota DPR untuk menjalankan tugas-tugas sebagai wakil rakyat. Seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, berkembang wacana dan keinginan untuk memperbesar gaji dengan tambahan uang operasional. Besarnya Rp 10 juta-Rp 15 juta per bulan.
Demikian informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. Usulan itu sempat berkembang dalam Rapat Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, gagasan tersebut belum tuntas dibicarakan dan direncanakan dibahas lebih lanjut dalam rapat hari Jumat (4/3).
Anggota BURT Musfihin Dahlan dari Fraksi Partai Golkar (F-PG), Refrizal (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Indria Octavia Muaja (Fraksi Partai Demokrat), dan Hasto Kristiyanto (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) membenarkan adanya keinginan peningkatan kesejahteraan anggota DPR itu. Namun, mereka menegaskan bahwa usulan tersebut masih wacana. "Kelihatannya usulan itu sulit karena untuk menaikkan gaji itu harus mengubah undang-undang dan terkait dengan pejabat negara yang lain," kata Refrizal (Sumatera Barat II).
Indria ketika ditanya soal itu menegaskan bahwa wacana tersebut belum dibahas. Namun, ketika dikonfirmasi lebih lanjut tentang adanya usulan menambah dana operasional anggota DPR, dia secara implisit membenarkannya.
"Paling tidak kunjungan kerja yang penting. Kalau secara tim saja bisa kurang, secara pribadi juga kurang. Masak ngocek pakai kantong sendiri. Yang penting itu, jangan sampai mereka ini justru berbisnis atau ’menginikan’ orang-orang departemen terkait untuk memeras. Ini tidak bisa," ucapnya.
Meski demikian, Indria juga tidak memungkiri adanya pandangan miring masyarakat bahwa ada anggota DPR yang masuk ke Senayan dan kemudian menjadi kaya raya. "Selama ini anggota DPR yang idealis mungkin hanya beberapa persen," katanya.
Sebagai konsekuensi dari peningkatan kesejahteraan, ujar Indria lebih lanjut, anggota DPR tidak boleh ada lagi yang mempunyai pekerjaan ganda dan memanfaatkan kewenangan yang dimilikinya untuk kepentingan usahanya.
Tidak independen
Musfihin Dahlan (dari daerah Riau) ketika dikonfirmasi mengenai hal itu mengakui segalanya. Dia bahkan menyatakan termasuk orang yang mengusulkan gagasan terkait. Tujuannya hanya satu, yaitu agar anggota DPR benar-benar independen.
Dalam kesempatan itu Musfihin juga menunjukkan secara terang-terangan bukti penerimaan gaji yang dia terima setiap bulan, yaitu Rp 16.129.600. Gaji itu kemudian dipotong untuk F-PG Rp 2,5 juta dan potongan F-PG untuk bencana alam Rp 1 juta.
Gaji bersih yang dia terima Rp 12.629.000 dirasakannya memang cukup layak untuk anggota DPR. Namun, katanya, gaji itu tidak cukup untuk membiayai staf ahli, riset, maupun melakukan temu konstituen di daerah-daerah.
Dana kunjungan kerja yang diterima anggota DPR adalah Rp 9 juta untuk sepuluh hari. Dana tersebut hanya cukup untuk melakukan kunjungan kerja ke tiga kabupaten. Padahal, lanjut Musfihin, daerah pemilihan Riau memiliki 11 kabupaten.
Setiap anggota DPR juga mendapat bantuan honor staf Rp 1,9 juta per bulan yang lebih berfungsi sebagai sekretariat, bukan sebagai tenaga ahli.
"Ini yang membuat pertanyaan anggota DPR dalam rapat- rapat dengan menteri menjadi sangat standar. Sehari sebelum rapat, menteri kasih kami berkas tebal, tetapi anggota DPR masuk ke rapat dengan kosong, tidak cukup bekal pengetahuan," ucapnya.
Secara faktual, kata Musfihin lagi, selama ini keuangan DPR masih bergantung pada Departemen Keuangan. Hal ini yang menyebabkan anggota DPR sulit melakukan pengawasan.
Dia mencontohkan kasus Aceh. Komisi IX DPR sampai kini belum bisa melakukan kunjungan kerja ke Aceh karena tidak memiliki anggaran. Akhirnya Komisi IX terpaksa melakukan kunjungan ke Aceh dengan mengikuti rombongan menteri terkait. "Bagaimana kami melakukan pengawasan kalau kunjungan kerja saja mengikuti rombongan menteri," katanya.
Hasto Kristiyanto mengakui bahwa usulan itu pernah muncul dalam rapat-rapat BURT. "Semangat dari semua itu adalah bagaimana meningkatkan fungsi dan peran anggota DPR dalam menjalankan tugas-tugasnya," kata Hasto (dari Jawa Timur).
Hasto belum mengetahui apakah pembicaraan soal itu sudah final atau belum karena ia tidak mengikuti rapat-rapat terakhir. (sut/bdm)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/03/utama/1598249.htm