Kenapa rakyat Indonesia miskin? Karena anggaran belanja sudah keburu habis untuk gaji pejabat BPPN dan instansi pemerintah yang terlalu besar. Sementara UMR hanya Rp 600 ribu/bulan, gaji Kepala BPPN Rp 130 juta per bulan alias 200 kali lipat lebih!
Rabu, 28 Januari 2004 Ekonomi
Soal Pesangon Karyawan BPPN
DPR Akan Panggil Menkeu
JAKARTA - Komisi IX DPR akan memanggil Menteri Keuangan Boediono, Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi, dan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung terkait dengan pesangon karyawan BPPN.
Berbagai kalangan menilai, pesangon tersebut terlalu besar sehingga mengharapkan supaya ditinjau lagi.
''Kami sudah minta bertemu Menkeu, Meneg BUMN, dan Kepala BPPN. Direncanakan rapat diadakan besok (hari ini-Red), tetapi kemungkinan mundur karena mereka minta waktu untuk konsolidasi,'' tutur Hakam Nadja, anggota Komisi IX DPR, ketika dihubungi Suara Merdeka, kemarin.
Dia menyebutkan, dalam pertemuan tersebut akan dibahas gaji yang diterima para pejabat BPPN yang akan mengakhiri tugas pada 27 Februari nanti.
''Kami ingin tahu mengapa gaji pejabat BPPN sedemikian besar. Kalau kepalanya digaji Rp 130 juta/bulan, itu kan jauh melebihi gaji presiden,'' jelas Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Akibat gaji yang besar itu, lanjut dia, pesangon yang dianggarkan pun ikut membengkak, yakni berkisar Rp 500 miliar. Persoalannya kemudian apakah karyawan BPPN memang layak mendapatkan pesangon mengingat mereka bekerja atas dasar kontrak.
''Kalau memang pegawai kontrak kan tidak bisa diperlakukan sama sebagaimana karyawan tetap. Sebab, pesangon hanya untuk karyawan tetap. Tidak ada istilah pesangon untuk pegawai kontrak,'' tegas dia.
Tali Asih
Bagi karyawan tidak tetap atau yang dikontrak, kata dia, yang ada tali asih. Jika tali asih maka berjumlah sekadarnya, yakni maksimal satu atau dua kali gaji.
Jika akhirnya pemerintah memberikan tali kasih, tambah dia, harus dilihat dulu bagaimana bunyi UU Tenaga Kerja. Jadi tidak membuat peraturan sendiri atas dasar gaji mereka yang sebenarnya sudah terlalu tinggi.
Dia berpendapat, untuk menentukan besar dana semacam tali asih sebaiknya dirumuskan tersendiri dan dibuat surat kontraknya. Dengan demikian, berapa yang akan diterima pegawai kontrak jelas pada saat dokumen kontrak ditandatangani.
Selain gaji dan pesangon yang terlalu besar, Hakam mempertanyakan apakah kontribusi lembaga itu sedemikian besar, sehingga para karyawannya layak mendapat insentif. Kinerja BPPN selama ini dinilai tidak terlalu mengesankan. (A20-53e)