Sabtu, 15 Januari 2000, 16:23 WIB

Cak Nur:

Rencana Kenaikan Gaji Pejabat Ironis Luar Biasa

Jakarta

Cendekiawan Prof Dr Nurcholis Madjid yang akrab dipanggil Cak Nur beranggapan rencana kenaikan gaji pejabat tinggi negara dan anggota DPR merupakan sesuatu yang ironis, di saat kondisi perekonomian Indonesia belum benar-benar pulih.

"Kenaikan gaji itu ironis luar biasa. Saya tidak setuju, bagaimana krisis seperti ini yang sama dengan kalah perang kok menaikkan gaji pejabat dan anggota DPR," katanya usai dialog nasional Prospek Politik Oposisi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu.

Rektor Universitas Paramadinamulya itu mengatakan tidak dapat memahami rencana pemerintah untuk menaikkan gaji tersebut. "Gimana itu nggak ngerti saya," katanya dengan nada prihatin.

Padahal, menurut dia, kampanye yang paling relevan dalam kondisi Indonesia yang masih terpuruk adalah tindakan penghematan dana oleh negara, terutama dalam pembiayaan aparaturnya. "Yang logis sekarang ini, kencangkan sabuk ikat pinggang," katanya.

Cak Nur justru berharap Gus Dur sebagai pemimpin nasional mempelopori penghematan dengan mengkampanyekan hidup hemat dalam segala lapisan. "Misalnya kita berharap retorika Gus Dur bahwa kita miskin, karena itu mari hidup sederhana. Nggak usah makan keju. Ini kok malah naikkan gaji," katanya.

Menanggapi alasan pemerintah bahwa kenaikan gaji itu untuk menekan KKN, ia mengatakan tidak sependapat dengan hal tersebut. "Hal tersebut nggak bisa efektif. Manusia tidak bisa mengatakan cukup dalam soal harta," katanya menegaskan.

Ia juga tidak memberikan komentar terhadap dugaan kenaikan gaji tersebut sebagai strategi pemerintah Gus Dur untuk meningkatkan loyalitas. "Saya tidak tahu. Itu soal intepretasi," katanya.

Cak Nur berharap DPR mengambil langkah kritis dan mengambil insiatif terhadap rencana kenaikan gaji tersebut. "DPR mestinya menentang. Justru DPR harus mengambil oper kampanye bahwa kita hidup sebagai bangsa yang sedang kalah perang," katanya.

Karena itu, ia sekali lagi menyatakan rencana pemerintah untuk menaikkan gaji anggota DPR menjadi 27 juta sebagai suatu hal yang ironis. "Itu ironis betul. Seharusnya DPR memimpin dan mencerminkan penderitaan rakyat," katanya.

Menangapi kemungkinan pemerintahan Gus Dur menjadi rejim yang korup, Cak Nur mengatakan hal tersebut bersifat relatif dengan pembandingan tertentu. "Dan kalau dibandingkan masa Pak Harto. Saya yakin pemerintahan ini lebih bersih," katanya.

Keyakinan itu, kata dia, didasarkan pada kondisi sekarang yang memungkinkan terjadinya kontrol sosial yang terbuka dan bebas, seperti dilakukan oleh media massa. "Pers bebas dan menjadi taruhan luar biasa," katanya.

Sebelumnya, Menkeu Bambang Sudibyo pada Kamis (13/1) mengungkapkan rencana pemerintah untuk menaikkan gaji pejabat tinggi negara, khususnya Presiden, serta anggota DPR dengan alasan struktur gaji yang tidak sesuai dengan posisi serta untuk menekan KKN.

Menkeu saat itu mencontohkan, gaji presiden saat ini masih kalah dengan gaji Kepala Badan Penyehatan Perbankan nasional (BPPN) serta Gubernur BI. "Padahal seharusnya gaji presiden harus merupakan gaji tertinggi dalam pemerintahan," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPR Akbar Tanjung secara terpisah pada Kamis (13/1) menyatakan pemerintah seharusnya memprioritaskan kenaikan gaji Pegawai negeri Sipil (PNS) golongan I dan II agar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak, daripada memikirkan kenaikan gaji pejabatn tinggi dan anggota DPR.

"Gaji PNS golongan I dan II setidaknya harus naik 30 hingga 40 persen, sedangkan kenaikan gaji pejabat tinggi negara dan anggota DPR seharusnya melihat pada kondisi APBN," katanya.

Sementara itu, dari RAPBN yang diperkirakan mengalami defisit diperoleh informasi pemerintah berencana menaikkan gaji pejabat tinggi negara dan anggota MPR dengan persentase yang cukup tinggi.

Gaji presiden misalnya, diisukan akan menjadi Rp107,4 juta per bulan dari Rp33 juta per bulan, demikian gaji wakil Presiden menjadi Rp89,5 juta/bulan dari Rp22 juta/bulan, Menteri dari Rp5,6 juta menjadi Rp44,75 juta, anggota DPR dari Rp5,5 juta menjadi Rp27,6 juta, serta Ketua MPR dan DPR dari Rp6,37 juta menjadi Rp45,5 juta.

Rencana penaikan gaji itu juga ditentang Amien Rais, Ketua MPR. Guru Besar FE Unair, Surono Imam Zadjuli juga mengecamnya.

"Para petinggi itu tidak tahu diri. Dalam krisis, mereka malah mau foya-foya," katanya seperti dikutip "Republika".

 

kembali