Kompas

Rabu, 15 Desember 2004

Pemerintah Harus Bertanggung Jawab atas Pendidikan Dasar yang Berkualitas

Yogyakarta, Kompas - Pemerintah punya tanggung jawab sosial untuk menyelenggarakan pendidikan dasar yang bermutu bagi semua warga negara. Pendidikan dasar yang bermutu, bukan pendidikan dasar yang di bawah standar, merupakan kemampuan yang penting bagi warga untuk berpartisipasi dalam masyarakat sipil. Oleh karena itu, privatisasi pendidikan harus ditolak karena pendidikan berkualitas merupakan hak semua orang, baik kaya maupun miskin.

Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Biro Asia Pasifik Selatan untuk Pendidikan Orang Dewasa (Asia South Pacific Bureau of Adult Education/ASPBAE) Maria Lourdes A Khan seusai pembukaan Festival Pembelajaran "Belajar adalah Kemerdekaan" di Yogyakarta, Senin (13/12).

Tokoh perdamaian dari India Admiral Ramdas dan sastrawan Pramoedya Ananta Toer, keduanya peraih Anugerah Magsasay, memberikan pidato kehormatan pada acara pembukaan. Pada acara itu Pramoedya juga meluncurkan buku kumpulan esai, puisi, dan tulisan-tulisan lainnya, Menggelinding. Festival akan berlangsung hingga Sabtu mendatang.

Dalam sambutannya, Maria mengemukakan, pendidikan dan pembelajaran orang dewasa masih disalahpahami, didistorsikan, kurang didanai oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga dana. Padahal, kenyataannya hampir satu miliar orang dewasa di dunia masih buta huruf. Dari jumlah itu, 50 persen di antaranya adalah wanita. Mereka kebanyakan berasal dari India, China, Pakistan, dan Banglades.

Pemerintah, kata Maria, mencoba mengatasi keterbatasan akses pada sistem sekolah formal lewat program jalan pintas tapi mengorbankan kualitas. Program percepatan yang dilakukan pemerintah dengan merekrut tenaga bantuan guru atau guru bergaji rendah, perekrutan guru di bawah kualitas untuk menjalankan kelas-kelas nonformal bagi anak-anak putus sekolah, menggarisbawahi distorsi pemahaman dan penerapan pendidikan yang terjadi saat ini. Sementara mayoritas anak-anak putus sekolah itu berasal dari kaum miskin dan masyarakat marjinal.

Kunci kemerdekaan

Ramdas dalam pidatonya mengemukakan bahwa konflik yang terjadi di mana-mana disebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan. Di situlah pentingnya pembelajaran. Teroris mungkin bisa dibunuh, tetapi tidak terhadap ide-ide mereka. Oleh sebab itu, melawan terorisme hanya bisa dilakukan bila ada kemauan untuk belajar memahami masalah-masalah dan apa yang dipikirkan orang-orang yang mendukung terorisme dan mencoba belajar menyesuaikan perbedaan-perbedaan. Hanya dengan cara itu perdamaian dan stabilitas bisa tercapai.

Pengetahuan, kata Ramdas, merupakan kunci kekuasaan. Karena itu birokrasi tidak suka masyarakatnya belajar. Bila masyarakat tidak tahu dan birokrasi tahu, berarti birokrasi bisa terus menjalankan kekuasaannya.

"Pengetahuan adalah kekuasaan. Pembelajaran adalah pemberdayaan. Pembelajaran adalah pengetahuan. Pengetahuan adalah pemberdayaan. Pemberdayaan adalah percaya diri. Karena itu, pembelajaran dan pengetahuan berarti kemerdekaan," kata Ramdas.

Pramoedya mengawali pidatonya dengan menceritakan pengalaman pendidikannya. Meski putus sekolah di kelas II SMP, belakangan ia memperoleh gelar doktor honoris causa dari Universitas Michigan, Amerika Serikat.

Menurut Pramoedya, kesalahan dalam pendidikan di Indonesia berawal dari kecenderungan yang terjadi pada masa kecilnya bahwa siapa pun yang bersekolah berpikir untuk menjadi birokrat. Pekerjaan di luar birokrasi dianggap hina. Pemikiran itu sangat merugikan karena tenaga yang mempunyai kemampuan berproduksi justru dianggap hina. Petani dianggap sebagai lapisan terendah dalam masyarakat.

"Itu yang menyebabkan Indonesia terus bergumul melawan konsumerisme. Kekalahan melawan konsumerisme melahirkan korupsi. Siapa pun yang tidak punya kemampuan berproduksi terus-menerus tidak mempunyai watak. Itu yang menyebabkan korupsi. Problem di Indonesia adalah korupsi," kata Pramoedya.

Pendidikan, kata Pramoedya, harus bisa mendidik keterampilan berproduksi. Pendidikan di sekolah, kurikulum, ataupun pendidikan di keluarga harus bisa mendidik anak untuk berproduksi. "Produksi saya adalah menulis," kata Pramoedya.

Festival yang diselenggarakan dalam rangka Ulang Tahun Ke-40 ASPBAE ini memfokuskan perhatian pada pembelajaran untuk perdamaian, hak asasi manusia dan kewarganegaraan, HIV/AIDS, pendidikan untuk masyarakat asli, dan isu buta huruf. (WIS/J05)

Kembali