Inilah janji kosong dari Privatisasi Rumah Sakit. Biaya Rumah Sakit naik, tapi janji pengobatan gratis bagi rakyat miskin tidak ada
Janji Pengobatan Gratis Bagi Penderita DBD Belum Terbukti
12-02-2005
Kendati pemerintah telah menjanjikan layanan pengobatan gratis bagi penderita Demam Berdarah Dengue yang tidak mampu, namun pada praktiknya banyak para penderita DBD masih dikenakan biaya.
Pasien DBD yang dirawat di beberapa rumah sakit umum daerah (RSUD) dan rumah sakit swasta di Jakarta, ternyata masih mengeluarkan uang untuk membeli berbagai keperluan seperti obat, pengetesan darah, membeli trombosit, dan pengambilan darah. Roni, salah seorang anggota keluarga pasien DBD yang dirawat di RSUD Tarakan mengaku bingung dengan pelaksanaan instruksi Dinas Kesehatan di lapangan, pasalnya dia sudah beberapa kali menebus obat untuk anaknya mulai Rp 50.000 hingga Rp 75.000. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar ketika akan mengambil trombosit. Hal yang sama juga dialami oleh Ny. Ida, yang anaknya kini menjalani perawatan di RSUD Budhi Asih. Untuk obat, pengetesan darah, dan pengambilan darah dia tetap diwajibkan membayar. "Saya takut terjadi apa-apa pada anak saya, itu sebabnya ketika disodori kwitansi pembayaran langsung dibayarnya. Kalau ditotal setidaknya Rp 250.000 yang sudah dikeluarkan sejak anaknya dirawat di sana," katanya Seperti dikutip Sinar Harapan. Sementara itu Santi dan Rani, yang saudaranya dirawat di RSUD Pasar Rebo, juga mengaku harus membayar Rp 50.000 untuk membeli obat, Rp116.000 untuk pengetesan darah dan Rp 90.000 untuk pengambilan trombosit darah (Sinar Harapan 8/2)
Sementara itu, RSUD Pasar Rebo, Jaktim, mulai Senin ini tak meminta biaya bagi pasien demam berdarah yang dirawat di ruang kelas tiga. Kebijakan ini mulai berlaku, Senin (7/2), meski instruksi pembebasan biaya perawatan dan pengobatan bagi pasien demam berdarah telah diketahui sejak 1 Februari 2005. Pihak RSUD Pasar Rebo berdalih kebijakan ini baru dijalankan sekarang karena belum menerima surat perintah dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Meski demikian, pengelola RSUD Pasar Rebo memberikan kesempatan kepada pasien yang sudah telanjur membayar sejak awal Februari untuk meminta kembali uangnya. Dengan syarat, pasien menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan (www.liputan6.com 9/2).
Namun di Jakarta Post dilaporkan bahwa pemerintah DKI telah menginstruksikan agar RSUD membebaskan biaya pengobatan bagi penderita DBD yang tidak mampu tanpa perlu bukti keterangan tidak mampu. Semua pasien yang dirawat di kelas III dibebaskan dari biaya pengobatan (Jakarta Post 09/2). Pasien di kelas III juga berhak pengobatan gratis di 50 rumah sakit swasta jika bisa menunjukkan surat keterangan (kartu Jaring Pengaman Kesehatan Keluarga Miskin--JPK Gakin).
Janji semacam ini tidak selalu sejalan dengan pelaksanaan. Program pengobatan gratis bagi pasien demam berdarah dengue (DBD) yang tak mampu di 17 rumah sakit ini bahkan ditanggapi pesimistis oleh anggota DPRD DKI Jakarta. Alasannya, fakta di lapangan menunjukkan beberapa RS masih banyak yangmenolak pasien DBD. "Jujur saja, kami pesimistis rumah sakit yang dirujuk Pemprov DKI untuk menggratiskan akan bersedia," kata Anggota Komisi E Husein Alaydrus.Sikap pesimistis Husein tersebut bukan tanpa alasan. Menurut dia, banyak pasien yang mengaku ditolak ketika berobat di sebuah rumah sakit umum daerah. "Ada beberapa RS yang menolak pasien DBD tak mampu. Saya sangat menyesalkan hal tersebut," katanya. Tujuh belas rumah sakit (RS) yang menjadi rujukan itu antara lain RSUD Tarakan, RSUD Koja, RSUD Cengkareng, RSUD Pasar Rebo, RS Persahabatan, RS Mintohardjo, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Sumber Waras, dan RS Fatmawati (Jawa Pos 07/02).
Menurut catatan UPC, program pengobatan gratis seperti ini juga dijanjikan saat wabah DBD tahun 2004 lalu. Namun dalam pelaksanaanya banyak kasus menunjukkan bahwa program tersebut tidak benar-benar terlaksana. Ada pasien yang meminta gratis namun malah disuruh meminta ke SCTV yang memberitakan tentang pengobatan gratis tersebut (lihat press release: KASUS LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE: RAKYAT MISKIN TERUS MENJADI KORBAN).
Sementara itu Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Umar Fahmi Achmadi mengakui terdapat kesulitan dana bagi pengadaan logistik untuk pemberantasan demam berdarah dengue (DBD). Umar menguraikan pihaknya sudah meminta pencairan dana tahun anggaran kepada Departemen Keuangan untuk dipercepat. Tetapi selalu tidak pernah dipenuhi. "Dana baru bisa keluar pada bulam April dan Mei setiap tahunnya," ujarnya. (TempoInteraktif 6/2) Di pihak lain, DinasKesehatan (Dinkes) Kota Bekasi sedang menghadapi masalah besar, yakni pemerintah kota (Pemkot) Bekasi belum mengalokasikan dana untuk penanggulangan demam berdarah.
Wabah demam berdarah sendiri telah menjadi kejadian luar biasa di 7 provinsi.Tujuh provinsi yang sudah masuk kategori KLB tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Departemen Kesehatan (Depkes), menyebutkan empat provinsi lainnya juga berpotensi menjadi daerah KLB demam berdarah, yakni Provinsi Bali, Sumatra Selatan (Sumsel), Sumatra Barat (Sumbar) dan Jawa Tengah (Sinar Harapan 9/2).
Di Jakarta hingga hari Senin(7/2), sudah ada 15 orang meninggal dan 1.563 orang lainnya dirawat di berbagai di rumah sakit. Kepala Pengawasan DBD Dinas Kesehatan DKI, Paripurna, menguraikan mereka yang meninggal itu 7 orang diantaranya warga Jakarta Timur, 5 orang warga Jakarta Selatan, 2 orang warga Jakarta Barat dan seorang warga Jakarta Utara. (TempoInteraktif 8/2).
Review ini terlaksana atas kerjasama Lafadl-Jogjakarta dengan UPC dan UPLINK.
urban poor consortium 2004
Email: upc@centrin.net.id
http://www.urbanpoor.or.id/17.145.0.0.1.0.phtml