Kompas, Senin, 20 Desember 2004

Privatisasi Rumah Sakit Bukan Kebijakan Tepat

Jakarta, Kompas - Privatisasi rumah sakit pemerintah bukan kebijakan tepat. Pemerintah bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan esensial bagi rakyat, bukan mengambil keuntungan finansial dari pelayanan kesehatan rakyat. Untuk tujuan efisiensi, bentuk yang tepat adalah badan layanan umum.

Demikian pendapat Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany mengenai langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah status tiga rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo menjadi perseroan terbatas (PT).

Penyedia pelayanan kesehatan, dalam hal ini rumah sakit, boleh diprivatisasi. Tetapi, pendanaan untuk pelayanan kesehatan esensial publik harus dilakukan, bisa oleh pemerintah secara langsung atau lewat asuransi sosial kesehatan. Pelayanan kesehatan dan pendidikan disepakati sebagai hak asasi manusia, dan pemerintah bertanggung jawab menjamin akses seluruh penduduk, tidak hanya untuk penduduk miskin melainkan untuk seluruh lapisan masyarakat.

Hasbullah mencontohkan, Institut Jantung Nasional di Malaysia berbentuk swasta, tetapi pemerintah membayar tagihannya. Penduduk hanya membayar 100-200 ringgit Malaysia (26,3-52,6 dollar AS) untuk bedah jantung. Di Thailand, rumah sakit pemerintah dijadikan korporasi, yaitu organisasi publik, tetapi penduduk dicakup asuransi kesehatan. Mereka yang tak memiliki asuransi kesehatan akan ditanggung health security office lewat kebijakan 30 bath (0,9 dollar AS). Orang hanya membayar 30 bath atau kurang dari Rp 10.000 per kunjungan ke pelayanan kesehatan untuk semua penyakit.

Di negara seperti Jepang dan Korea Selatan tidak boleh ada rumah sakit bersifat cari untung meski didirikan oleh swasta. Sementara di Indonesia, pemerintah justru cari untung.

"Pemerintah tidak boleh mengambil untung atas pelayanan kesehatan. Jangan sampai untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit pemerintah, pasien harus membayar uang muka lebih dulu. Kecenderungan ini terjadi di RSUD di Jakarta, dan bisa dibayangkan jika sudah menjadi PT," ujarnya.

Jika tujuannya efisiensi, seharusnya rumah sakit diubah menjadi badan otonom. Sebenarnya UU Perbendaharaan Negara sudah memberikan kewenangan itu lewat bentuk Badan Layanan Umum yang kini sedang disusun peraturan pemerintahnya.

Dalam kesempatan terpisah, ahli ekonomi kesehatan dr Sulastomo MPH menyatakan, janggal jika rumah sakit pemerintah menempatkan diri sebagai lembaga pencari laba. Kebijakan itu perlu ditinjau kembali.

Meski demikian, itu bukan berarti rumah sakit pemerintah boleh dikelola secara sembarangan. Sebaliknya, rumah sakit pemerintah harus lebih baik dari swasta, baik aspek kualitas pelayanan, teknologi, keahlian, maupun finansial, sehingga rumah sakit pemerintah menjadi tempat rujukan pelayanan dengan harga terjangkau sebagian besar masyarakat. (ATK)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/20/humaniora/1447797.htm

Kembali