ANGGARAN DASAR

FORUM DIALOG (FORLOG)

ANTARKITA

SULAWESI SELATAN

 

MUKADDIMAH

 

Kesadaran hidup dalam kebhinekaan tetapi tetap satu menjadi salah satu alasan pembentukan Negara Republik Indoneia. Sejak awal pembentukan negara Kesatuan Indonesia telah disadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dari segi suku bangsa, ras, dan agama. Hal semacam ini tercermin dalam Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928. Demikian juga dalam sidang-sidang BPUPKI dimasukkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta oleh PPKI karena keberatan dari orang-orang di Indonesia bagian timur merupakan fakta sejarah yang kongkrit bagaimana para Founding Father mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan golongan walaupun mayoritas. Puncaknya adalah perumusan Undang-Undang Dasar 1945, yang walaupun di sana sini memiliki banyak kekurangan, konstitusi ini memuat semangat kebersamaan hak-hak asasi tanpa membedakan agama, suku, ras, bahasa dan golongan masyarakat.

 

Namun, kesadaran untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa dengan latar belakang yang berbeda itu mengalami penurunan. Kasus-kasus yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) yang menelan banyak korban jiwa dan harta yang hingga kini belum dapat diatasi. Bahkan yang lebih ironi lagi bahwa tindak kekerasan belakangan cenderung membentuk sebuah spiral of violence, lingkaran kekerasan yang mengitari terutama karena adanya friksi maupun krisis politik di tingkat daerah maupun pusat.

 

Peristiwa kekerasan yang terjadi secara jelas mencerminkan lemahnya sistem penataan sosial yang dijalankan oleh otoritas pemerintahan. Konflik yang berkembang di masyarakat tidak berhasil dikelola secara konstruktif untuk mencapai penataan kehidupan sosial yang lebih baik. Budaya “pagar” penyeragaman konstruksi sosial diterapkan dalam upaya penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, konflik SARA dianggap tidak pernah ada di masyarakat. Ironisnya, issue SARA malah dijadikan lahan yang subur untuk menyulut konflik-konflik horisontal.

 

Faktor kesenjangan ekonomi, tidak tegaknya supremasi hukum, dan seterusnya, berangkai membentuk komposisi personal yang kapan saja bisa meletus dengan beragam faktor pemicunya. Mungkin tidak pernah dibayangkan orang masalah sepele menjadi faktor pencetus terjadinya kerusuhan yang besar dan masif di sebuah daerah.

 

Banyak sudah upaya yang dilakukan oleh berbagai kalangan untuk meredam sinyal-sinyal keretakan kebangsaan, kesatuan, dan persatuan. Namun dari berbagai langkah itu, memilih media dialog tampaknya alternatif terbaik untuk menyelesakan masalah, terlebih jika kita hendak megantisipasi meluasnya konflik-konflik yang berkepanjangan dan menumpahkan darah. Dialog dapat dilakukan baik dengan antar sesama maupun dengan kepelbagian suku, agama, golongan dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Atas dasar ini maka lahirlah sebuah gerakan yang diberi nama Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan.

 

Demikian pengantar ini dijadikan acuan bagi perumusan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai landasan normatif-konstitusional Forum Dialog Antakita Sulsel.

 

BAB I

NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

 

Pasal 1 Nama

Organisasi ini bernama Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan.

 

Pasal 2 Waktu dan Tempat Kedudukan

Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan didirikan di Makassar pada tanggal 9 April 1999 di Jalan Baji Dakka No.7 untuk batas waktu yang tidak ditentukan dan berpusat di Makassar.

 

BAB II

A S A S

 

Pasal 3 Asas

Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan berasaskan Pancasila.

 

 

BAB III

VISI DAN MISI

 

Pasal 4 Visi

Terciptanya tatanan masyarakat bangsa Indonesia yang adil, bebas, setara dan demokratis serta menjunjung tinggi hak asasi (human rights) dan martabat manusia (human dighnity), nilai-nilai persamaan (equality) dan persaudaraan (egalitarian).

 

 

 

Pasal 5 Misi

a.      Membangun/mendorong semangat pluralisme dalam ruang lingkup sosial yang luas.

b.     Membangun masyarakat plural yang toleran dengan semangat inklusivisme dan paralelisme melalui pendidikan/pencerdasan, baik formal maupun non formal.

c.      Mengharmoniskan dan memfungsikan unsur-unsur plural dalam masyarakat sebagai potensi pembangunan dengan persepsi bahwa manusia adalah sama di hadapan Tuhan.

d.     Membentuk jaringan kerjasama dengan berbagai pihak baik vertikal maupun horizontal.

e.      Mempermantap kesamaan persepsi di kalangan para pencinta pluralitas, khususnya institusi-institusi atau kelompok masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap semangat pluralisme.

f.        Setia kepada kode etik (semangat egitarisme) dalam kerangka kesatuan kerjasama yang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan dan perundang-undangan manusia.

g.      Melakukan proses penyadaran bagi seluruh masyarakat akan pentingnya persamaan hak asasi serta martabat manusia.

h.     Mendorong partisipasi aktif setiap warga untuk mendapatkan haknya tanpa diskriminasi berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, agama dan keyakinan politik.

 

 

BAB IV

TUJUAN, FUNGSI DAN SIFAT

 

Pasal 6 Tujuan

a.      Melakukan transformasi pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang inklusif dan kontekstual kepada masyarakat sebagai bagian penciptaan suasana yang demokratis.

b.     Mengangkat harkat dan martabat manusia sesuai dengan norma sosial dan norma agama dengan mendorong masyarakat dalam berpartisipasi aktif sesuai hak-hak dasar yang mereka miliki.

c.      Menggali dan merumuskan nilai-nilai yang lahir dalam masyarakat untuk dijadikan pijakan dan transformasi sosial yang lebih baik.

d.     Membangun pranata-pranata sosial yang egaliter, tanpa kekerasan dengan menghargai hak asasi manusia di tengah-tengah pluralitas.

e.      Melakukan proses kajian ulang terhadap teks-teks keagamaan dengan segala macam kandungannya yang berkaitan dengan masyarakat.

 

Pasal 7 Fungsi

a.      Sebagai laboratorium olah konsep baik melalui konstruksi maupun dekonstruksi terhadap wacana keagamaan.

b.     Tempat sosialisasi dan eksposing wacana-wacana keagamaan yang bersentuhan dengan realitas masyarakat yang aktual.

c.      Sebagai wadah mengaktualisasikan nilai agama dan budaya yang humanis menjadi kegiatan nyata yang bermanfaat bagi kehidupan rakyat.

d.     Sebagai wadah bagi dialog-dialog pluralisme dan bebas konflik serta pencarian gagasan-gagasan dalam meretas konflik-konflik keagamaan.

 

Pasal 8 Sifat

Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan bersifat independen dan non profit.

 

BAB V

STATUS DAN PRINSIP KERJA

 

Pasal 9 Status

Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat.

 

Pasal 10 Prinsip kerja

a.       Teguh, jujur dan berprinsip.

b.       Berorientasi kerakyatan.

c.       Obyektif dan ilmiah dalam pemecahan masalah.

d.       Demokratis dalam pengambilan keputusan.

e.       Realistis dalam perencanaan program.

f.         Manusiawi dalam aksi dan tindakan.

g.       Tekun dan profesional dalam kerja.

h.       Terbuka dalam manajemen.

i.         Kolegial dan sepenanggungan dalam semangat.

j.         Kerja sosial tanpa pamrih.

 

 

 

BAB VI

KEKUASAAN DAN STRUKTUR ORGANISASI

 

Pasal 11 Kekuasaan

Kekuasaan dipegang oleh Musyawarah Anggota Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan.

 

Pasal 12 Kepemimpinan

Kepemimpinan dipegang oleh tim koordinator Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan.

 

 

Pasal 13 Majelis Konsultasi

Majelis konsultasi berperan memberikan arahan.

 

 

BAB VII

KEKAYAAN ORGANISASI

 

Pasal 14 Kekayaan

Kekayaan organisasi adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan. Harta benda Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan diperoleh dari:

a.     Swadaya anggota

b.     Bantuan instansi pemerintah, swasta, para dermawan, pengusaha, lembaga-lembaga pemerintah dan swadaya luar negeri serta bantuan-bantuan lain yang halal dan tidak mengikat.

 

 

BAB VIII

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

 

Pasal 15

Perubahan anggaran dasar dan pembubaran Forum Dialog (FORLOG) Antarkita Sulawesi Selatan dilakukan melalui musyawarah Anggota.

 

 

BAB IX

ATURAN TAMBAHAN DAN ATURAN PERALIHAN

 

Pasal 16 Aturan Tambahan

Hal-hal lain mengenai forum yang tidak cukup atau belum diatur dalam anggaran dasar akan diatur lebih lanjut dalam anggaran rumah tangga yang akan ditetapkan dalam musyawarah.

 

Pasal 17 Aturan Peralihan

Anggaran dasar ini pertama kali disyahkan dalam musyawarah pada tanggal 21 Pebruari 2002.