LAPORAN NARASI PELATIHAN PEMBERDAYAAN
UNTUK
REKONSILIASI
Kerjasama antara Forum Dialog Antarkita Sulawesi Selatan
(FORLOG) dengan Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP)-Jogjakarta dan
SOW-Belanda
Peserta berkumpul di kota Makassar di LSIC (Jl. Sultan Alauddin)salah satu lembaga peduli anak jalanan pada pukul 13.00 dan berangkat pada pukul 14.00 wita dengan menempuh perjalanan kurang lebih 200 km dari kota Makassar menuju Tanjung Bira, syukur Alhamdulillah peserta tiba dengan selamat ke tempat tujuan tanpa ada kekurangan yang begitu berarti. Peserta tiba di tempat tujuan sekitar pukul 19.10 wita. Setelah beristirahat sejenak dan mengatur barang masing-masing, peserta pelatihan akan memasuki ruangan untuk segera membuka acara dengan bersama-sama.
Sesi
I : Minggu, 20 Januari 2002. ( pukul
20.00 wita)
Di buka oleh saudara Udin sebagai ketua panitia pelaksana, dengan menjelaskan bahwa FORLOG dalam kegiatan ini tidak memiliki resep atau formula khusus yang telah jadi (baku) untuk mengatasi konflik, dalam pelatihan ini kami hanya menfasilitasi, keaktifan peserta dalam kegiatan ini sangat dibutuhkan. Kita semua berharap agar proses pelatihan benar-benar akan dapat mengundang partisipasi aktif anda semua agar dapat menghasilkan identifikasi tentang masalah konflik dalam dimensi agama di negara yang kita cintai. Dan dengan hal itu pula kita semua memperoleh masukan baru guna melengkapi kemampuan kita untuk memecahkan masalah (konflik) dan mengatasinya
se-pagi mungkin.
Ibu
Ety |
Merapatkan barisan, dalam bentuk lingkaran, agar
antara peserta maupun fasilitator lebih akrab. Kemudian memperkenalkan diri.
Dilanjutkan oleh Rut dan Wiwin |
Metode perkenalan
dengan orang-orang yang terlibat di dalamnya menggambarkan simbol diri
pribadi dan mengartikannya. |
|
|
Mengharapkan para
peserta memiliki simbol pribadi, dengan menggambarkannya, misalnya Ibu Eti,
menggambarkan dirinya sebagai bunga : yang
bermakna sebagai simbol keindahan, dapat digunakan ketika berziarah ke
kuburan, dll) |
Mbak
Ati |
Menggambarkan dirinya sebagai matahari yang selalu
bersinar dipagi hari yang berarti harapan, tapi jangan terlalu panas loh. |
H.
Bakhtiar Dg Irate |
Rate nama singkatnya yang berarti di atas, aktifas
FMKB, memiliki misi menyatukan orang baik-baik dengan orang jahat. Menggambarkan dirinya sebagai pohon, yang
seluruhnya bermanfaat bagi manusia |
Pdt.
Linda |
Aktifis Krisis center SULTENG, menggambarkan
dirinya sebagai Air dan lilin. |
Ibu
Dyah |
Pohon yang sedang bertumbuh, akan tumbuh sendiri |
Bung
Paty |
Menyatukan bibir dan hati, yang artinya dengan
senyum hati akan damai |
Bung
Amiruddin |
Mata rantai dimana, itu menjadi simbol persatuan,
yang saling mengikat |
|
Mengambarkan Merpati.
Sehidup semati Dari manapun merpati itu berasal bila bertemu tidak akan
saling bertengkar |
Mbak
Rut |
Air, agar dapat fleksibel. |
Pdt.
Yosman |
Merpati dan hati, untuk menuju perdamaian tidak
boleh mengingkari hati nurani |
Pdt.
Suspen |
Telur, ada dua warnanya, tetapi ketika menetas,
hanya ada satu ayam yang keluar, semoga dengan |
Bung
Amir |
Pohon, enau, berguna untuk manusia, tetapi dapat
juga dibuat minuman keras, melambangkan ada yang baik dan ada yang buruk |
Bung
A. Kumala |
Gambar berjabat tangan, walaupun kita berbeda
keyakinan tetapi saling bersilaturahmi.
Saling sipakatau. Nama
kecilnya Jony, diberi oleh pamamnya yang Kristen. Aktifis Forum lintas budaya |
Bung
H. Rewa |
Simbol udara, simbol kesejukan, juga lurus tidak
pernah bengkok-bengkok tetapi dapat juga menjadi petaka. Dari Forum PRPK yang
dibentuk oleh masy, mantan tentara |
Mbak
Ruth Toban |
Pelangi, dari perbedaan ada
satu keindahan
|
Mbak
Else |
Lilin, memberikan
cahaya dan sinar dalam kegelapan. |
Mbak
Farida |
Simbol matahari, memberikan kehidupan |
Bung
Idrus |
Padi, Tambah tua tambah berisi, tambah menunduk |
Bung
Ahmad Husain |
Jabat tangan, manusia cinta damai. |
Freddy |
Lilin, berharap mampu menerangi Ambon dari kegelapan |
Bung
Kaharuddin |
Kelapa muda yang
dicintai, kehidupan anak kost yang
terdiri dari berbagai latar belakang. |
Bung
Wilson |
Simbol Pelangi, love, dan piss yang dibuat
disedemikian rupa |
Bung
Ardiati Hafid |
Bumi , dan mengharapkan bumi selalu akan dijaga |
Bung
Hendrik |
Hati, yang diatasnya ada salib. Yang artinya hidup adalah perjuangan yang
penuh tantangan, dan perjuangan yang kita lakukan akan menuju |
Bung
silvester Pantur |
Alam bebas, Beba is the best. |
Bung
Hilar |
Lingkaran, intinya
perdamaian dan saling mengisih |
Bung
Cosmas |
Menggambarkan laut, yang ada riak-riaknya dan juga
kedamaian tersembunyi didalammya. |
Pdt.
Linda |
Keranjang sampah, kita disini akan membicarakan
berbagai macam pergumulan, dan diharapkan kita dapat menampung dan
membuangnya |
Mbak
Nurlina |
Menggambarkan bulan
dan bintang, menyinari malam hari dan memberikan ketenangan. |
Mas
Rafli |
Buah kelapa, walaupun kecil tapi banyak gunanya |
Mas
Anto |
Semut, ketika saling bertemu saling tegur dan
tidak pernah lelah |
Mas
Haikal |
Lilin dengan pohon
beringin, dan akhirnya menyatukannya. |
Pdt.
Markus |
Baruga, tempat bertemu dan menjadi simbol
kedamaian, adalah tempat yang terbuka untuk siapa saja yang ingin masuk,
tempat orang bertemu dengan membagi
pengalaman suka-duka. |
Mas
Udin |
Seorang perempuan, tanpa wanita tidak akan ada
rasa kedamaian |
Mas
Zul |
Segitiga terbalik, yang artinya terserah orang mau
memaknai seperti apa |
Mbak
Sinta |
Bintang, cahayanya kecil cahaya besar dalam hati. |
Mas
Abidin |
Gambarnya warna warni |
Mas
Andre |
Gambar bingkai di dalam kaca, kebebasan yang
berarti |
Bu Ety (fasilitator):
Seperti pada umumnya dalam pelatihan ini ada
aturannya, ada yang memantau keadaan pelatihan, energizing, mengingatkan teman-teman tentang waktu sarapan, mencatat
materi kemudian memberikannya pada
peserta teman-teman
Materi dibagi 3
1. Pemahaman tentang
konflik
2. Pengelolaan konflik
3. Analisis konflik
Setelah diuraikan beberapa hal yang berhubungan
dengan pelatihan ini maka tiba waktunya untuk istirahat karena jam telah
menunjukkan pukul 22.18 wita, namun
sebelum beristirahat peserta terlebih dahulu menyanyikan lagu untuk mengakhiri
pertemuan pada malam pertama ini
Sesi II, Senin 21 Januari 2002 (pukul 08.00 wita)
Pada sesi kedua ini diawali oleh fasilitator dengan sebuah cerita untuk membuka perjumpaan di
hari kedua ini, setelah itu peserta kembali diajak untuk menyanyi bersama
dengan tema “Tuhan Berikan kami Damai”
dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa Jerman
Markus
Kita yang
ada sekarang sangat plural, namun kita
punya tujuan yang sama serta masing-masing
punya peranan dalam masyarakat dan memang tujuan dari pelatihan ini
adalah mendidik peserta untuk menjadi mediator. Disini kita tidak berfokus pada
konflik agama saja akan tetapi
antisipasi konflik dalam hal suku,
budaya, serta aspek lain tentang pengalaman mediasi, saya yakin bahwa ada
beberapa peserta yang bisa melakukan hal tersebut. Aspek yang terpenting adalah interaktif bersama, sosialisasi
bersama, mengatasi perbedaan dalam kepelbagaian. Kita berharap dengan keadaan
yang sangat sederhana peserta dapat bertahan dalam pelatihan ini
Ety (fasilitator)
Saya minta kepada saudara bagaimana mengatasi konflik jika saya yang berada di depan anda adalah konflik
Ada beberapa peserta yang coba mendekati fasilitator
Peserta:
Saya mendekat
dan melihat lebih dekat dan bagaimana model dan menggali unsur penyebabnya dan
mencari solusinya
Nurmal
Harus diatasi
oleh noerang terdekat darti konflik bukan orang luar
H. Rewa
Saya berani
medekat dan saya ingin tahu, mencari solusi bagaimana jalan keluar dari konflik
Peserta
Saya kaget,
saya menangis dan berdoa
Erna
Kita harus
mendekat dan cari tahu analisis dan cari tahu akar permasalahan
Diyah
Mendekat dan
melihat sejauh yang bisa ditolerir
Anto
Melihat dari
jauh untuk mengamati konflik itu sendiri
H. Rate
Dari jauh
diamati lalu selanjutnya saya masuk
untuk mengetahui apa akar permasalahan dari konflik tersebut lalu mencari solusinya
Fasilitator (Wiwin)
Apa itu
konflik?
Peserta :
Konflik adalah tindakan brutal, perbedaan
yang mengarah perpecahan, suatu kesenjangan, tidak adanya saling menghargai,
pebedaan, tidak adanya kecocokan antara satu pihak dan pihak lain, konflik
tidak selamanya negatif, konflik terjadi karena kurangnya pemahaman dalam diri
kita, konflik itu perlu selama dalam batas yang wajar, konflik itu adalah
perselisihan paham, perbedaan sudut pandangan, adanya kepentingan dari pribadi
tertentu, adanya suatu perbedaan “IPOLEKSOSBUD”
(Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya), konflik terbagi 2, yakni
emosional dan rasional, konflik itu panas, konflik adalah perbedaan pendapat
yang baik dan ada juga yang jahat, konflik merupakan benturan kepentingan atau
luapan ekspresi dalam diri kita, konflik itu perang, konflik perbedaan
pandangan yang mengakibatkan hal yang buruk, konflik adalah tindakan yang
dilakukan di luar hati nurani, konflik adalah hilangnya nilai kebersamaan
sehingga dikonotasikan dengan kekerasan, konflik adalah emosi yang tak
terkendali, konflik itu merupakan perbedaan visi dan misi yang dimotori
kepentingan berbeda, konflik adal selisih antara beberapa orang, konflik adalah
muara kehancuran.
Wiwin (Fasilitator)
Konflik itu
cenderung dipahami kepada hal yang negatif, ttp dapat dilahat hal lain bahwa konflik itu adalah konsekwensi
dari kebersamaan dan harus dipahami dari berbagai segi
Ety (Fasilitator)
Konflik bisa
terjadi apabila ada yang saling mengahalangi satu keperluan dari orang lain
serta perberdaan infomasi yang diterima
Jika konflik itu mendatangi diri anada apa yang anda lakukan, para pesdrta terlihat membagi diri dalam kelompok untuk memecahkan masalah tersebut, mereka masing-masing membicarakan tentang konflik itu sendiri sampai akhirnya tiba waktu istirahat
Peserta kembali memasuki ruangan tepat pukul 10.30 (wita)
untuk melanjutkan pelatihan
Ahmad Husain:
Kita harus mencontohi gajah (dalam gambar) dimana kita tidak boleh berpihak atau pro terhadap satu kelompok, gajah terlihat dalam gambar menutup jalan dan dengan keras menghambat kelompok yang hendak meneruskan ke jalan yang diinginkan
Ety (fasilitator)
Semua orang punya pandangan dan kepribadian yang beda, adakalanya kita harus bersifat seperti gajah, adakalanya kita juga bersifat binatang yang lain. Ada beberapa tipe dalam diri manusia:
1. Akomodator (pendorong)
2. Kompetitor (pesaing)
3. Penghindar
4. Kolaborator
5. Kompromis (sosial)
H. Rate
Saya biasa menghadapi konflik dan kadang-kadang dalam menhgadapi konflik secara spontan serta dari pengalaman yang saya dapat dalam kehidupan keseharian diri pribadi saya
Ahmad
Dari tipe di atas saya lihat contoh kalau anak kecil
sedang berkelahi, kita harus melihat bagaimaana situasi saat itu. Dalam diri
manusia ada segumpal daging, jika
daging itu baik maka baiklah seluruh jiwa raga manusia, namun sebaliknya jika
daging itu kotor maka kotorlah seluruh jiwa raganya. Kita jangan menyalahi kata
hati kita
H. Rewa
Mudah-mudahan ada orang Ambon. Saat konflik saya
bolak balik untuk mengetahui akar masalah. Saya yakin bahwa setiap ada konflik
pasti ada penyebabnya. Penyebabnya
itulah yang bervariasi tergantung siapa yang mempengaruhi konflik itu sendiri.
Wilson
Saya dari daerah konflik, saya lihat di depan mata ada tipe apatis (masa bodoh), apakah karena takut atau memang tidak peduli dengan keadaan yang sedang terjadi
Wiwin (fasilitator)
Kita ingin menggali hal-hal yang mempengaruhi konflik
Para peserta kembali membentuk kelompok untuk membahas hal yang dilemparkan oleh fasilitator
Pada pukul 13.00 peserta kembali dari peristirahatan dan memasuki ruangan untuk segera melakukan presentase kelompok
Sesi III, Selasa,
22 Januari 2002
Presentase kelompok
I
Ada 2 pendekatan penyelesaian konflik
1. Konsep Religius
- Konsep al-Qur’an: “Hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan antara manusia dengan manusia”
-
Konsep RahmatallilAlamin: Konsep hadist Rasulullah
saw. “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah memelihara hubungan
persaudaraan”
- Konsep al-Kitab
“Hukum kasih, kasih kepada Tuhan dan kasih kepada manusia, serta adanya
perintah untuk hidup dalam kedamaian dengan sesama”
2. Konsep Kultur
- Sipakatau
- Pela gandong
- Nasionalisme
- Sebelum mencubit orang lain, maka cubitlah dirimu
Presentase kelompok
II
1. Nasehat orang tua
2. Simbol budaya misalnya:
a. Sintuwu maroso (persatuan yang kuat)
b. Sipakatau (saling menghargai)
c. Siri’ (rasa malu)
3. Ayat-ayat suci yang sifatnya mendamaikan, misalnya dalam surah al-Hujurat ayat 10 & 13 (al-Qur’an), dan I Tes 5:13B (al-Kitab)
4.
Ayat suci
yang sifatnya meningkatkan konflik:
a.
“Sesungguhnya orang Yahudi & Nasrani
tidak senang sama kamu sebelum mengikuti agama mereka” (al-Qur’an)
b. “Tidak satupun orang akan sampai kepada bapa tanpa melalui Aku” (Injil)
Presentase Kelompok
III
Ada beberapa cara dalam pengembangan perdamaian, misalnya mendamaikan dengan cara pendekatan agama seperti dalam ayat al-Qur’an yang isinya “Bertolong-tolonganlah kamu dalam hal kebaikan dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam hal kejahatan”.
Disisi lain dalam hadist disinggung “Berbuat baiklah kepada sesamamu sebagaimana kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri"”
Dalam al-Kitab juga disinggung pada perjanjian baru
1. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
2. “Berbahagialah orang-orang yang membawa damai”
Sementara itu dalam hal pendekatan budaya, seperti budaya di daerah Gowa (Makassar) yakni budaya “SIPAKATAU” yang berarti saling menghargai, dalam budaya Bugis “ALLOPOSIRIKKO” artinya tegakkan rasa malu, budaya Poso “SINTUWU MAROSO” artinya gotong royong, dan budaya dari Ambon “PELAGANDONG” yang artinya persaudaraan.
Selain dalam hal pengembangan perdamaian ada juga hal yang dapat memicu konflik, misalnya dalam al-Qur’an yang bunyinya “Perangilah orang yang menyerang kamu di jalan Allah dan janganlah kamu berpaling”. “Tangan dibalas tangan dan darah dibalas darah”. Seperti juga dalam perjanjian lama, “Mata ganti mata dan gigi ganti gigi”
Presentase kelompok IV
Hal-hal yang
mempengaruhi konflik
1. Ayat suci
Disamping dapat menjadi peredam konflik juga daopat menjadi pemicu dari konflik itu sendiri. Adapun faktor pemicunya adalah adanya interpretase yang eksklusiv serta terjemahan secara sepihak, serta adanya otoritas lembaga (fatwa & dogma gereja).
2. Budaya:
-
Pendidikan
informal: Diajar untuk mengalah, menghindar dan diam serta tidak diajar untuk
mengatasi konflik sendiri
-
Pendidikan
formal: Mengalah kepada orang yang lebih kuasa/tinggi dan ketakutan terhadap
konflik.
Sesi IV, Selasa,
22 Januari 2002 (Pukul 08.00 wita)
Pertemuan ini diawali dengan beberapa nyanyian dengan lagu dari beberapa daerah serta cirikhas keagamaan. Setelah itu salah seorang pesrta mencoba mereview proses kegiatan pada sesi sebelumnya, seiring dengan itu tim pengamat dari salah seorang peserta meguraikan lebih jauh kelemahan-kelemahan serta kelebihan dari proses kegiatan ini.
Diskusi kembali dilanjutkan dengan tema siklus konflik yang difasilitasi oleh Ety (fasilitator) disambut antusias oleh peserta dengan menggambarkan sklus konflik tersebut:
Siklus konflik
tanpa pengelolaan
1. Fase I à
Perubahan: Kebingungan dan ketegangan
2. Fase
II à
Menyalahkan orang lain
3. Fase
III à Daftar
kesalahan dan luka hati
4. Fase
IV à
Konfrontasi
5. Fase V à menentukan sikap
Di samping siklus konflik tersebut ada juga empat cara dalam hal resolusi konflik:
1. Koersif (pemaksaan)
2. Arbitrase (juri)
3. Mediasi
4. Negosiasi
H. Rate
Saya setuju bahwa menangani konflik itu harus dilaksanakan sedini mungkin. Saya mohon melalui pertemuan ini untuk menyampaikan kepada penentu kebijakan untuk cepat mengantisipasi hal itu.
Ety (fasilitator)
Apabila ada pihak berkonflik harus sda pihak yang menyelesaikannnya, conto ayah dan anak kalau saya lihat anaka saya berumur 3 tahun akan menyeberang di jalan raya yang padat akan lalu lintas apa yang harus diklakukan seoranng ayah terhadap anak, tenteu saya akan melarang demi keselamatan anak saya itu meskipun anak saya merasa terhalangi namun itu saya lakukan demi keselamatannya
Dyah
Yang menjadi persoalan adalah kurangnya orang yang memeiliki keterrampilan untuk atasi konflik. Olehnya itu harus ada kegiatan pemberdayaan di tengah-tengah mnasyarakat
Ety (fasilitator)
Di Filipina kegiatan seperti ini dilakukan dengan cara memasuki kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai macam cirikhas kebudayaan dan dari sisi lainnya dalam rangka resolusi konflik
Amiruddin
Dari beberapa penyampaian diatas kita lihat konflik di Poso, Ambon, dan yang lainnya timbul pertanyaan mengapa belum ada tuntasnya, seperti dengan deklarasi Malino masih ada pihak yang menilai negatif, mungkin karena tidak terakomodirnya penyelesaian ini dan ini akan merugikan masyarakat, pemerintah dan yang lainnya. Mengapa konflik terjadi di Indonesia Timur sedangkan di daerah bagian barat adem adem saja
Ety
Kami hanya mampu memberikan metode tentang bagaimana cara
penyelesaian konflik itu, tetapi secara langsung kami tidak mampu untuk
menyelesaikannya, metode itulah yang dapat diaplikasikan di tengah-tengah
masyarakat
Markus
Konflik tidak boleh diselesaikan dengan cara hukum rimba dimana orang yang kuat akan bisa menelan yang lemah dan yang lemah akan semakin merasa tertindas sehingga bukannya merasa aman akan tetapi semakin merasa terancam
Ety
Jika kita ingin menyelesaikan konflik dan kita tidak punya kekuatan atau daya untk menyelesaikan konflik dan di depan mata kkiata telah terjadi gejala refresif dan mungkuin sudah terjadi
H. Rewa
Jangan terlalu arogansi antara pesrta dan Fasilitator, saya mengahrap bahwa keberadaan kita disini untuk saling sharing. Seperti masalah di poso ini terjadi hubungan emosional yang gampang untuk dipecah belah. Di Ambon konflik yang terjadi lain pula motivasinya
Nurmal
Sebenarnrnya pengelolaan konflik itu harus secara bertahap, saya sangat apresiatif dengan apa yang di capai di Malino. Penyelesaian deklarasi Malino bukanlah sebuah hal pemaksaan. Karena kalau dikatakan sebuah pemaksaan maka itu akan menimbul;kan hal-hal yang berbau negatif
Patty
Deklarasi malino sangat positif, namun yang aman cuma
orang tertentu saja sementara yang bertikai adalah kelompok masyarakat bawah
Wiwin
(fasilitator)
Proses penyelesaian konflik (Arbitrase dan mediasi) yang tidak punya peran untuk pengambilan kebijakan, maka harus melibatkan pihak ketiga. Seorang mediator harus memiliki beberapa persyaratan diantaranya:
1. Memiliki parafrase (gaya bahasa yang halus)
2. Sabar dan tabah
3. Netral
4. Dapat diterima baik oleh kedua belah pihak
5. Skill yang handal
6. Jujur
7. Simpati dan empati
8. Leadership
9. Memahami situasi
10. Tidak pernah menawarkan diri
Fungsi Mediator:
-
Mendorong
kedua belah pihak agar dapat mengatakan/mengekspresikan perasaan dan masalah
yang dihadapi
- Membuat peraturan
- Komunikasi masing-masing pihak dalam rangka menggali masalah
Hasil proses mediasi:
§ Kesulitan untuk mempertemukan kedua belah pihak
§ Kecurigaan dari keduanya
§ Masing-masing bertahan pada pendapatnya
§ Cenderung menawarkan opsi (pilihan) karena memiliki sumber-sumber pengetahuan
§ Harus menggali informasi lebih awal
§ Mendengarkan keterangan dari kedua belah
pihak, jika perlu dilakukan secara bolak
balik
Arbitrase dan Mediasi
1. Peran pihak III
- Orientasi
- Hubungan kemanusiaan (relasi)
- Pemberdayaan
- Mengatur waktu
- Komitmen
- Mengatur posisi
2. Arbitrase
- Hasil yang ingin dicapai
- Hubungan kemanusiaan yang kurang penting
- Pemberdayaan yang kurang
- Waktu yang singkat
- Komitmen kurang
- Posisi otoriter
3. Mediasi
- Mediator/fasilitator
- Proses orientasi
- Pentingnya hubngan kemanusiaan
- Besarnya pemberdayaan
- Waktu yang lama
- Komitmen yang kuat
- Posisi netral
Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 14.30, peserta tampak terlihat lesu karena proses belajar yang begitu padat sehingga banyak menyita tenaga dan pikiran mereka, sehingga melihat keadaan ini fasilitator mengambil inisiatif untuk melakukan ice breaker, mereka diajak bermain sambil mencoba mengenal siapa provokator dalam permainan itu. Akhirnya setelah permainan itu selesai peserta pelatihan nampak ceria kembali dan materi kembali dilanjutkan oleh Wiwin (fasilitator)
Wiwin melemparkan pertanyaan kepada peserta dengan masalahnya yang agak gampang namun susah dijawab yakni bagaimana solusinya jika kita didalam kamar tidur ada dua orang. Salah satu diantaranya senang tidur dengan lampu yang menyala, namun disatu sisi teman senang tidur bila lampu dipadamkan. Para peserta mencoba memberikan argumen dan pandangan yang berbeda, ada yang mengatakan bahwa salah satu diantaranya harus ada yang mengalah, ada juga yang mengatakan perlu memakai lilin, lampu yang dipakai cahayanya remang-remang dan masih banyak lagi pandangan yang berbeda dalam mencari solusi alternatif dari masalah tersebut.
Peserta kembali memasuki ruangan tepat pada pukul 19.30 wita
Fasilitator: Ibu Ruth
Proses negosiasi, agar bagaimana kelompok lain dapat memainkan drama yang telah disusun. Teks drama tersebut telah disusun sebelumnya yang bertemakan agama, disusun oleh agama masing-masing. Proses diharapkan selesai dalam waktu 30 menit.
Sebelumnya sesi ini dibuka dengan sebuah lagu perdamaian (Pray for the peace of humanity)
Sementara itu shinta asyik tempel-tempel kertas, pak markus lagi jadi fotografer ibu Ruth sibuk putar-putar, mungkin lagi mengontrol atau lagi berpikir yang tak seorang pun tahu kecuali dia.
Lagu: LEMBANG SURA (From: Toraja)
Setelah beberapa lagu didendangkan maka dilanjutkan dengan sebuah adegan drama di mana dalam cerita ini dikisahkan tentang bagaimana seorang provokator mempengaruhi dua orang pengusaha (Islam & Kristen) yang sangat sukses, agar kedua pengusaha ini bisa saling bentrok dan bermusuhan, perlu diketahui bersama bahwa kedua pengusaha ini pada awalnya diibaratkan seperti saudara sendiri, namun karena kehebatan provokator tersebut maka terjadilah konflik yang berkepanjangan dan tidak ada yang mampu menyelesaikannya secara persuasif. Akhirnya datanglah seorang polisi yang ingin mendamaikan masalah tersebut, namun kenyataannya muncul masalah baru di mana pihak yang berkonflik tidak ingin menerima kehadiran polisi tersebut, bahkan dia mengatakan bahwa polisi hanya datang untuk memeras mereka bukan untuk mendamaikannya. Perlu diingat bahwa hal ini terjadi karena ulah provokator.
Drama selanjutnya diperankan oleh peserta diantaranya H. Rate, H. Rewa, A. Kumala ijo dan Farida.
Cerita ini mengisahkan tentang sebuah perjalanan dua anak manusia yang sedang dilanda cinta. Namun cinta mereka mungkin akan kandas karena perbedaan agama dan itulah alasan yang mendasar mengapa keluarga dari pihak perempuan tidak mau menerima kehadiran seorang lelaki yang tidak seiman dan seagama. Pihak keluarga dari perempuan merasa telah dinodai kehormatannya sehingga tak ada alasan untuk mereka bisa bersatu sampai pada akhirnya dengan terpaksa mereka harus berpisah tanpa ada penyelesaian yang berarti.
Adapun drama lain yang dipentaskan adalah drama yang berjudul Sweeping KTP, dimana terlihat seorang menjadi korban dari aksi sweeping tersebut, namun yang menyedihkan karena ada orang yang datang namun mereka datang bukan untuk membantu korban tetapi orang yang datang tersebut malah semakin memanaskan suasana karena mereka juga ikut dalam sweeping dan turut serta melakukan pemukulan. Drama ini adalah bias dari kenyataan yang pernah dialami langsung oleh sang pelakon.
Sesi V, Rabu, 23
Januari 2002
Sebelum masuk pada acara inti terlebih dahulu dilakukan ice breaker yang dipandu oleh salah seorang peserta pelatihan dilanjutkan dengan review dari hasil pembelajaran di hari sebelumnya.
Sharing.
Seorang peserta mencoba menanggapi kegiatan drama semalam yang bertemakan sweeping KTP, dimana dalam peran ini nampak sekali terjadinya kebrutalan yang terjadi namun diharapkan agar hal itu tidak terjadi lagi khususnya di kota Makassar setelah kita meninggalkan Tanjung Bira ini.
Wiwin
(fasilitator)
Model pembuatan perdamaian
Faktor yang mempengaruhi konflik
- Emosi
- Prinsip yang kuat
- Rasa takut yang berlebihan
- Tidak adanya rasa sabar
- Prasangka buruk
- Sentimen
- Rasa malu
- Rasa egoisme
- Pandangan budaya (radikal)
- Trauma yang mendalam
Hal yang dapat
meredam konflik:
1. Tekad untuk membangun (satu arah)
2. Pengampunan dalam arti pengakuan bersama (dua arah)
-
Mengakui
adanya kesalahan dan luka hati
- Memulihkan keseimbangan
- Menjelaskan niat untuk masa depan
Dari kedua poin tersebut di atas harus ditopang oleh adanya penyelarasan kepentingan serta memperbaiki adanya rasa ketidakadilan
Ruth (fasilitator)
Konflik itu hendaknya jangan diselesaikan secara emosional tetapi hendaknya diselesaikan secara rasional. Saya meminta agar anda saling menyayangi satu sama lain baik dalam forum ini terlebih lagi setelah kita semua berada di tengah-tengah masyarakat. Apa yang dibuat oleh seseorang maka akan sangat mempengaruhi kegiatan orang lain.ini terkait dengan pengelolaan emosi, bahwa emosi merupakan sesuatu yang real pada tiap orang yang tak harus diingkari, namun juga mesti dikelola secara baik.
Selanjutnya break
selama setengah jam.
Lepas break, kegiatan dilanjutkan, didahului oleh “emotion suggest” yang merupakan rangkaian pengelolaan emosi.
Fasilitator (Ibu Ruth) melanjutkan pelatihan resolusi konflik: pengenalan aspek-aspek resolusi konflik. Simulasi dilakukan dengan pembagian kelompok di empat sudut ruangan untuk membuat pernyataan:
“………penting …………………….
Karena………………………….…..
Resolusinya ………………………. “
yang dihubungkan dengan persoalan keadilan, perdamaian, agama, pengampunan (masing-masing kelompok membicarakan satu dari empat poin ini untuk kemudian dibuat kalimat berdasarkan petunjuk tersebut).
…….Peserta serius menjalankan petunjuk pelatih. Lima menit lagi, fasilitator mengingatkan. Keadaan mulai sedikit bising karena salah satu kelompok (perdamaian, H. Dg. Rewa cs.) sudah menyelesaikan tugas membuat pernyataan. Salah seorang OC coddo’ di klp keadilan. Time keeper mengingatkan, waktu diskusi telah habis. Selesai or not, peserta kembali pada posisi semula.
Fasilitator meminta peserta untuk secara voluntir mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
Kelompok Agama (ibu Suspen cs.) tampil lebih dahulu mempresentasekan: “Agama penting karena merupakan keyakinan yang mendasar yang dianut umat manusia yang mengandung ajaran tentang kehidupan, menyentuh ke hampir segenap aspeknya yang apabila diaplikasikan secara baik, maka akan mendatangkan kedamaian. Resolusi agama terhadap konflik diserahkan kepada aplikasi ajaran agama itu bagi umatnya” Pada hakekatnya, agama itu satu (Arif),diperjelas oleh Ical patty. Orang yang fokus kepada agama justru sering jadi pemicu konflik (?), di mana peran agama sebagai sebuah kontrol sosial, emosional dan di mana pula letak pentingnya sebuah agama (pak Amir). Agama punya kitab suci masing-masing, bila diaplikasikan dengan baik maka fungsinya sebagai kontrol sosial,emosi akan berjalan (Ahmad Husain).
Kelompok perdamaian (H. Dg. Rewa cs.) “Perdamaian itu indah karena damai merupakan keadaan yang dibangun oleh kekokohan kebersamaan yang penuh kasih sayang demi terciptanya ketenteraman dan kesejahteraan umat manusia yang juga merupakan tujuan umat beriman (beragama). Resolusinya, kedamaian yang dibangun demikian takkan mudah goyah oleh terpaan badai provokasi sekalipun,”presenter menantang peserta untuk berdiskusi mengenai pernyataan ini. Tantangan I datang dari Freddy:
Perdamaian. itu datang sebelum konflik dan sesudahnya. (j) damai dan konflik tidak harus ditarik dari hubuntgan kausalitas seperti itu, ini sama halnya menanyakan damai abadi secara umum tapi lokal no. (J) itu tdk perlu diklasifikasi demikian sbb sifatnya relatif.
Kelompok pengampunan (Ruth cs.) “pengampunan penting karena dalam pengampunan terdapat proses untuk saling mengakui kesalahan masing-masing yang bertujuan untuk memulihkan hubungan dua belah pihak yang berkonflik. Resolusi: kejelasan ttg niat baik untuk visi ke depan”Pengampunan lebih memerlukan proses, sedangkan memaafkan adalah merupakan, reaksi sesaat. Pengampunan biasanya berasal dari orang yang lebih berkuasa. Karena Allah pengampun, maka kita sebagai mahluknya pun harus bersifat demikian.
Kelompok Keadilan,” keadilan penting, karena dapat menciptakan rasa damai dan aman, untuk sampai menuju kesana maka harus ada hukum yang jelas yang merupakan kontrak sosial, kesadaran hukum, dan kemudian kosistensi hukum.” Kelompok tersebut melihat bahwa, konsistensi penerapan hukum tidak terjadi, karena banyak yang dilanggar. Ada pendapat dari forum keadilan itu bersifat semu dan dibantah oleh yang lainnya. Berkembang juga pemikiran, putusan hakim dari pengadilan belum tentu adalah cerminan dari keadilan.
Sesi ini terhenti dengan peringatan dari time kipper, dan ibu Ruth menutupnya dengan penjelasan-penjelasan. Ketika kita datang kepada semua sudut, itu menggambarkan bagaimana emosi kita, juga kedekatan emosi anda. Kita juga bisa belajar dengan melihat orang lain yang memilih sudut pandangnya dan mendiskusikannya. Proses ini merupakan suatu jembatan untuk menuju ke model-model dalam melatih kita untuk memahami emosi kita dan emosi orang lain.
Jam 12.25 sessi ditutup sampai jam 01.30
Tepat pukul 01. 30 sesi analisis konflik dimulai. Seperti biasanya, sesi dimulai oleh intermezzo yang dibawakan oleh solata’ Wilson. Peserta terlihat puas atas selingan kawan Wil.
Kali ini, Ibu Etty bertindak sebagai fasilitator. Beliau kemudian mengemukakan alasan mengapa analisis konflik perlu dilakukan? Dari pertanyaan ini ditemukan sedikitnya enam alasan yaitu:
1.
agar latar
belakang konflik bisa diketahui
2. agar konflik dapat diantisipasi
3.
agar
kelompok yang bertikai dapat diidentifikasi
4.
agar orang
dapat keluar dari konflik
5. agar metode yang tepat untuk resolusi dapat ditetapkan
6. agar orang-orang yang bisa diajak kerja sama dapat diidentifikasi.
Diskusi mengenai alasan perlunya analisis ini berlangsung alot. Yang patut disayangkan adalah kadangkala pembicaraan melintas agak jauh dari persoalan yang jadi tema bahasan. Sekalipun begitu, persoalan mengenai analisis konflik itu sendiri tidak sedikit yang dicover. Metode yang diperkenalkan antara lain:
¨
Analisis Pohon
Konflik
Model analisis ini berupaya mengkaji akar permasalahan konflik melalui analisis terhadap apa yang ada dalam masyarakat yang dapat jadi potensi bagi pecahnya sebuah konflik. Perbedaan pandangan pasangan hidup, perbedaan budaya, etnis, agama dan sebagainya dapat menjadi potensi timbulnya konflik.
¨
Analisis Pilar
Konflik dipandang sebagai situasi yang tidak stabil. Ketidakstabilan itu sesungguhnya berada di atas topangan pilar-pilar yang dapat disebut sebagai latar belakang konflik. Beragam kondisi bisa dianggap pemicu konflik al; kebijakan-kebijakan yang kejam (pendekatan terhadap penguasa), ketidakpercayaan (program-program yang membangun kepercayaan), diskriminasi terhadap perempuan (advokasi ttg hak-hak perempuan perlu dilakukan) dan sebagainya.
¨
Pemetaan Konflik
Metode ini berupaya mencari pihak-pihak mana yang terlibat dalam konflik baik itu masyarakat sipil, sebuah lembaga, dan sebagainya serta hubungan masing-masing pihak yang berkonflik.
¨
Eskalasi Konflik
Pada konflik,
eskalasi terjadi dengan tahapan-tahapan:
Ø
Pra
konflik; ketidaksesuaian sasaran,
tersembunyi dari umum, menghindari pertemuan, ada ketegangan
Ø
Konfrontasi;
konflik terbuka, mengumpulkan kekuatan, mencari sekutu untuk meningkatkan
konfrontasi dan kekerasan.
Ø
Krisis/Klimaks;
puncak konflik, kekerasan terjadi paling hebat, komunikasi terputus, pernyataan
umum untuk menuduh pihak lain à
perang.
Ø Akibat; otoritas dapat memaksa dua pihak untuk menyerah atas desakan pihak lain. Ketegangan dan konfrontasi menurun; kemungkinan ada penyelesaian.
Ø
Pasca
Konflik; situasi diakhiri dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi dan
kekerasan. Ketegangan berkurang, tapi jika isu/masalah tidak segera diatasi dengan
baik karena sasaran bertentangan, maka tahap ini dapat kembali jadi tahap pra
konflik.
¨ Analisis Bawang Bombay
Ket. Dalam analisis ini, tiga hal yang jadi perhatian yaitu posisi masing-masing pihak yang berkonflik (lapis luar), kepentingan (lapis tengah) dan kebutuhan (lapis dalam). Dalam realitas, posisi dapat berupa perkataan, tindakan dan/atau sikap untuk mencapai kepentingan. Kepentingan biasanya dapat berupa keinginan “antara” untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan kebutuhan itu sendiri merupakan sesuatu yang mendesak untuk dimiliki. Contoh kasus; Makassar dilanda penyakit cacar yang mesti disembuhkan dengan telur sebanyak 300 butir. Bulukumba juga dilanda penyakit yang harus pula disembuhkan dengan telur sebanyak 300 buah. Posisi Makassar dalam hal ini “mencari telur” sedangkan Bulukumba “menghasilkan telur” dan karena itu berupaya “mempertahankan” telur tersebut. Kedua belah pihak “butuh penyembuhan (sehat)” sehingga tarik urat terjadi. Yang perlu dilihat lagi adalah kepentingan keduanya. Ternyata, yang diinginkan Makassar adalah kulit telur, sementara Bulukumba memerlukan isi telur (Fasilitator: Wiwin)
fasilitator memberi opsi pada peserta untuk membagi kelompok secara acak atau menghitung dari satu sampai lima. Akhirnya dipilih cara menghitung. Masing-masing yang memiliki nomor yang sama bergabung satu kelompok. Tiap kelompok diinstruksikan memilih satu kasus real untuk kemudian dianalisis menggunakan lima perangkat yang sudah dibicarakan. Setelah peserta tahu teman sekelompoknya, kegiatan diistirahatkan hingga pukul 20.00.
Peserta kembali memasuki ruangan tepat pukul 20.00 wita.
Di malam terakhir dalam pelatihan ini peserta nampak semakin akrab dan menyatu dalam suasana kekeluargaan, tidak ada lagi rasa saling curiga diantara mereka, meskipun pada awal pelatihan keadaan agak terlihat sedikit kaku, dibalik tatapan sinar mata mereka seolah-olah menyimpan rasa ketidakpercayaan sesama peserta. Namun pada saat-sat menjelang perpisahan mereka semakin akrab sambil bertukar pikiran tentang pengalaman yang dijalani dalam kehidupan yang serba plural penuh dengan gelombang kehidupan. Alangkah indahnya sebuah perdamaian jika diiringi dengan rasa persatuan.
Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 21.30 wita namun peserta masih terlihat melakukan diskusi kelompok dalam memecahkan masalah konflik yang sedang hangat-hangatnya terjadi disekitar lingkungan mereka sampai akhirnya acara presentase untuk hari berikutnya.
Sesi VI, Kamis, 24
Januari 2002 pukul 09.00 wita
Presentase kelompok
I
Tema: Konflik Ambon
Digambarkan bahwa awal dari konflik tersebut disebabkan oleh adanya sopir pete-pete (mobil) yang dimintai uang (dipajaki) oleh sekelompok anak muda yang memang mereka adalah pengangguran maka waktu itu situasi menjadi semakin memanas. Pohon konflik menunjukkan bahwa solidaritas primordial, eksklusivisme agama/simbolisme keagamaan, kesenjangan sosial (antara pendatang dan pribumi), pudarnya nilai-nilai budaya, sentralisasi politik-ekonomi, pertikaian antar elit politik, kristalisasi kekelompokan, kebijakan transmigrasi, lemahnya law supreme, campur tangan pihak ketiga diidentifikasi sebagai potensi yang kemudian berakumulasi secara perlahan memperbesar wilayah konflik hingga perang terbuka yang sangat sulit diselesaikan. Konflik mengakibatkan korban jiwa, keluarga bercerai berai, kemanusiaan terabaikan, hancurnya infra-struktur, komunikasi antar masyarakat dan roda perekonomian terputus, hancurnya tatanan budaya, trauma dan sebagainya. Dikemukakan pula bahwa pihak ketiga (milisi, TNI/POLRI, pedagang senjata dan elit politik
Kelompok II, Konflik Dana
Peningkatan Kualiatas Pendidikan (DPKP) D3 Sastra UNHAS, Analisis yang
digunakan adalah Pemetaan Konflik dan analisis Bawang Bombay. Pada pemetaan masalah Kelompok tersebut mencoba untuk memeta konflikkan Mahasiswa D3
UNHAS dengan Pimpinan Fakulta Sastra yang mengharuskan, Mahasiswa untuk
membayar uang pendirian Laboratorium.
Mahasiswa D3 tidak keberatan jika beban itu diberikan juga kepada mahasiswa S1 yang juga akan menggunakan
laboratorium itu. Pihak-pihak yang
dapat menjadi mediator adalah : Rektor,
Senat Mahasiswa Fakultas, Senat Fakultas, dan ketua progam., dengan spesifikasi
sebagai berikut : Rektorat memiliki
hubungan yang erat dengan kedua pihak yang berkonflik, Senat Fakultas (terdiri
dari guru-guru besar) juga memiliki fungsi yang sama, Senat Mahasiswa Fakultas Fakultas dapat membantu mhs D3
untuk menekan Pihak fakultas. Dalam
Analisis Bawang Bombay, Terpetakan kebutuhan dan kepentingan
pihak fakultas dan mahasiswa berbeda, dan pada linkaran posisi, Dekan tetap mempertahankan kebijakan
tersebut, walau dari pihak mahasiswa telah melakukan penolakan dengan bernagai
cara. Dari, pernyataan, demonstrasi,
mosi tidak percaya, sampai audiensi dengan rektor.
Kelompok
III,
Kasus Poso, Pasca Deklarasi Malino.
Dari analisa Pohon konflik didapati masalah, yang muncul dipermukaan yang dikenal dengan (daun
dan buah) yaitu: a. Ketakutan/trauma,
b. pengungsi dan kelompoknya, c. pemaksaan kehendak antara pengungsi yang ingin
pulan ke daerah asal dengan yang ingin tetap tinggal tempat penggunsian,
Pemaksaan kehendak antar yang pro dan kontra dekalrasi malino. Dari
pihak pemerinta, diangap masalah telah selesai sehingga terkesan lepas tanggung
jawab. Kelompok tersebut yang
beranggotakan beberapa aktifis yang langsung terlibat dilapangan berusaha
menggali akar konfliknya, antara lain sebagai berikut : Ada dua
kepentingan yang berperan :
Kepentingan pemerintah :
Ekonomi, takut kehilangan wibawa, dan kehilangan kepercayaan) sehingga
membuat pertemuan yang seolah-olah dipaksakan
Malino. Kepentingan penggungsi
dalam hal ini adalah : a. Tidak adanya
rasa aman, b. Tidak percaya TNI/POLRI dan pemerintah, dan c. Tidak adanya komunikasi antara pemerintah
dan penggungsi. Analisis berikutnya dengan
menggunakan metode pohon konflik.
Kelompok
IV.
Tentang, konflik di Merauke antara pendatang dan penduduk lokal tahun
94-an. Penduduk pendatang menilai
penduduk lokal tidak dapat menerima mereka,
dengan adanya diskriminasi dalam penerimaan pegawai negeri, dimana
penduduk lokal memiliki porsi yang lebih,
hal lainnya adalah tidak adanya rasa terima kasih penduduk lokal karena
pendatang telah membawa pembaharuan di tanah papua. Sedangkan dari penduduk lokal berpikir sebaliknya. Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan
melibatkan tokoh agama.
Kelompok
V. Konflik
antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah Kabupaten Gowa dalam memperebutkan
Pabrik Kertas Gowa. Berikut analisis
dengan menggunakan pohon konflik :
Pada bagian daun dan buah : a.
Pabrik kertas tidak beroperasi, b.
kerugian P.T. WIKA (BUMN), c.
Tidak kondisif (sikon), d. Pem.
Kab frustasi dengan membuat lapangan Golf.
Pada batang terdapat : Perebutan
antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Pada akar konflik dapat diidentifikasi : Perbedaan pandangan terhadap
UU 22/1999 dan PP 85/2000. Pem. Kab. Mau berkompromi dengan
syarat Pemerintah Pusat mengganti kerugian PT. WIKA 50 % dan mencabut PP 85/2000. Dengan menggunakan analisis Bawang
Bombay, diidentifikasi kebutuhan kedua pihak sama yaitu adalah uang (Kas
Negara Vs PAD), Kepentingan Kedua pihak berkempentingan untuk memiliki
dan mengelolah pabrik tersebut, dan pada lingkaran Posisi :
Pemerintah Pusat Mempertahankan PP.
85/2000 tentang Izin operasi PT. WIKA
dan Pem. Kab. mempertahankan
kepemilikan dengan dasar pijak UU No 22/1999 (tentang OTODA) yang memberikan kewenangan lebih kepada
Pemerintah kabupaten.
Dalam pemetaan
Konflik : Teridentikasi
pihak-pihak terlibat : DPRD I dan II, Tokoh Masy. Adat, LSM, Parpol, Gubernur,
PT WIKA (BUMN) sesuai PP 85/2000.
Analisis terakhir adalah Analisis Pilar.
Eskalasi
Konflik : Fase pra konflik : Ketegangan pusat dan daerah,
perbedaan pandangan mengenai konsep otoda, PP No, 85/2000. Fase konfrontasi : Pemda menggalang dukungan masyarakat, LSM, ORMAS dan Parpol,
Menekan PP untuk mencabut PP 85/2000 dan Pemerintah pusat tetap
mempertahankan. Fase klimaks : Membuat
lapangan golf pada areal pabrik, Fase
akibat : PT. WIKA tidak dapat
beroperasi. Pada Fase Konflik : menyurat Pemerintah Pusat untuk
menyelesaikan konflik.
Ety (fasilitator)
Intervensi
à
Memasuki konflik dengan tujuan mengelola konflik (mencapai suatu
pemecahan)
Bagaimana
melakukan intervensi:
1.
Analisa
2.
Pilih
orang yang tepat à intervener =
mediator
3.
Persiapkan
strategi à
Pra mediasi
4.
Pikirkan
tujuan intervensi:
-
Pendek
-
Menengah
-
Panjang
Tujuan
a.
Pendidikan
(pribadi/masyarakat)
b.
Membanggun
hubungan
c.
Melakukan
advokasi
d.
Memperbaiki
komunikasi
e.
Mengurangi
kekerasan
f.
…
Strategi
Setelah penjelasan mengenai Intervensi, kita masuk pada Sessi penutup dari semua rangkaian kegiatan
Lokakarya yaitu : Evaluasi dari semua
pihak yang terlibat dalam bentuk pesan
dan kesan. Keharuan menyelimuti
saat-saat akhir dari lokakarya ini, bukan saja mulut yang berbicara tetapi
hati.
Demikian laporan naratif ini dibuat. Tentunnya masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat kami butuhkan. Harapan kami laporan ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya
Semoga lokakarya ini bukan saja meninggalkan
kesan yang mendalam bagi orang yang terlibat didalamnya, tetapi juga ada
komitmen dari semuanya untuk terus berjuang menegakkan rekonsiliasi dimuka bumi
ini!
LEMBANG SURA (From: Toraja)
Garangki lembang sura
Lopi di maja-maja
Latanai Solo Dua
Umpa Misa Inawa
Kedenni Anging Mangiri
Barak Ti Liu-Liu
Manda Komi Sola Dua
Sidekkeng Lego-Lego
Basing-Basing na Toraja
Suling Nato Palopo
Umnbai Ladi Papada
Di Pasi Olani
Olani Batu Rirrik
Batu Tang Polo-Polo
Umbai Polo ni Batu
Tang Lapolo Inawa
Hevenu Syalom Aleichem
(Israel)
(Kami membawakan kamu damai)
Dm A Dm
Hevenu
Syalom Aleichem,
Assalamu alaikum
D7 Gm
Hevenu
Syalom Aleichem,
Assalamu alaikum
A Dm
Hevenu
Syalom Aleichem,
Assalamu alaikum
Ku
bawa damai sejaht'ra
A7 Em7 A Dm
Hevenu
Syalom, Syalom, Syalom Aleichem,
Asalam, salam, salamu alaikum
Ku
bawa damai, damai, damai
sejaht'ra
Shalatullah
Salamullah (Arab)
Shalatullah
Salamullah Ala Thaha Rasulillah
Shalatullah
Salamullah Ala Yaa Sin Habibillah
Tawasaina
bibismilah wabil hadi Rasulillah
Wakulli
mujahidillilah bi ahlil badri ya Allah
Ilahi
sallimil ummah minal afaati wanni ma
Wamin
hammin wamin gumma
bi
ahlil badri ya Allah.
Herr,
gib uns deinen Frieden (Jerman)
C=
1 4 ketuk
Am F
G C
1 . | 1 1 1 1 | 2 .
| 3 . |
Herr, gib
uns deinen Frie - den,
Tuhan, b'rikan
kami da - mai,
3 3 | 4 4
| 5 4 | 5 . |
gib uns
dei - nen Frie - den.
b'rikan ka
- mi da - mai.
___ ___
___
6 . | 6 .
| 7 7 6 7 | 1 1 7 |
Frie
- den, gib uns deinen Frieden, Herr
Da -
mai, b'rikan
kami damai, ya
6 5 | 4 3
| 2 . | 1 . ||
gib uns
dei - nen Frie - den
b'rikan ka
- mi da - mai.
Sulawesi
pa'rasanganta
Butta
passolongang ceratta
A'jari
tanggongang malompo
Ri
katte tuma' bbuttayya
Punna
tenakisipainga
Naki
massing-massing ngu'rangi
Ta'amang
sannang salewangang
Tamakkulle
amang boritta
Reef: Cinisaai bori bellayya
Bellanamo kamajuanna
Tene mamo julu bangsana
Amang sannang pa'ransanganna
Sambori
sampa' rasanganta
Bajimaki
a'julu ati
Naamang
sannang salewangang
Sulawesi
pa'rasanganta.
Ku tak pandang (agamanya) apa
Asalkan mencintai Kedamaian
Kalauhatimu s'perti hatiku
Engkaulah saudara-saudariku
(2)
…dari suku…
(3)
…warna kulit …
(4)
… dari bangsa …
(5)
…
Am Dm
Pray for the peace of humanity
Am Dm
pray for the peace of humanity
G C Am E
pray for the peace of humanity
E Am
Humanity shall live in peace
Dm G C
Syalom, Salam, Shanti, Sancai,
Dm
G E Am
Shadu, Syalom, Humanity shall live in peace.