(lihat juga: penjelasan tentang logo FORLOG)
I. Latar Belakang
Indonesia dibangun dengan berbagai latar belakang perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Bahkan, 17 tahun sebelum Indonesia merdeka, pemuda-pemudi Indonesia sudah menancapkan kerangka dasar melalui ikrar Sumpah Pemuda 1928. Dari Sabang sampai Merauke –Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera, dan lain-lain-- mengangkat sumpah "satu Indonesia". Namun sumpah itu terasa amat terkoyak di saat Indonesia berusia lebih dari setengah abad. Lihatlah gelombang kasus yang menyayat hati nurani kita, mulai dari konflik Aceh di wilayah Barat, Jakarta dan Pontianak di wilayah tengah, sampai Ambon dan Timtim di wilayah Timur. Konflik yang memakan banyak korban itu ternyata tak dapat dipisahkan dari perbedaan latar belakang SARA.
Banyak sudah upaya yang dilakukan oleh berbagai kalangan untuk meredam sinyal-sinyal keretakan kebangsaan, kesatuan, dan persatuan. Namun dari berbagai langkah itu, memilih media dialog tampaknya alternatif terbaik untuk menyelesaikan masalah, terlebih jika kita hendak mengantisipasi meluasnya konflik-konflik yang berkepanjangan dan menumpahkan darah. Dialog dapat dilakukan baik dengan antarsesama maupun dengan kepelbagaian suku, agama, golongan dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Atas dasar ini lahirlah sebuah gerakan yang diberi nama Forum Dialog Antarkita yang disingkat FORLOG Sulawesi Selatan.
FORLOG Sulsel dibentuk pada tanggal 9 April 1999 di Jalan Baji Dakka 7 Ujung Pandang oleh sekelompok aktivis (tim kerja) atau tim simpul yang mewakili berbagai latar belakang agama, suku, asal daerah, dan institusi/lembaga yang berbeda dengan mempertimbangkan bukan hanya sebatas forum antara agama tetapi lebih menjangkau hubungan iman dalam pluralitas bangsa Indonesia. Forum ini merupakan impelementasi dari hasil Semiloka "Antisipasi Konflik SARA Menghadapi Pemilu Tanggal 5-7 April 1999 di Hotel Delia Ujung Pandang" yang terselenggara atas kerja sama Intitute for Inter-Faith Dialogue in Indonesia (Dian/Interfidei) dengan The Asia Foundation. Saat itu peserta semiloka menyepakati membentuk Forum Dialog untuk melakukan serangkaian kegiatan kongkret hingga memasuki pertemuan Semiloka "Antisipasi Konflik SARA Tahap II Tanggal 20 – 22 Agustus 1999 di tempat yang sama.
Rentan waktu selama tiga bulan antara April hingga Agustus 1999, FORLOG Sulsel telah melakukan berbagai kegiatan, antara lain (1) Dialog Interaktif di Radio Barata FM setiap hari Rabu atau Jumat siang sebanyak 15 kali, (2) Pencetakan dan pendistribusian stiker yang berisi kutipan ayat-ayat tentang seruan persaudaraan antarsesama manusia dan anti kekerasan, serta (3) Aksi damai anti kekerasan.
Biaya kegiatan itu sepenuhnya bersumber dari kantong masing-masing peserta, bukan karena bantuan dari suatu lembaga atau funding. Alhasil, dana awal yang terkumpul saat itu sebesar Rp 1.350.000,- dari 27 peserta semiloka (@ Rp 50.000,-). Tak ada tujuan lain dari pengumpulan dana ini, kecuali lahir dari komitmen bersama untuk melakukan kegiatan bersama agar saling memahami masing-masing perbedaan untuk memperkokoh persaudaraan.
Memasuki Seminar Tahap II, program terus berjalan namun mengalami defisit anggaran. Peserta akhirnya sepakat lagi merogoh kantong sendiri untuk menutupi kekurangan anggaran itu sambil merancang program tambahan/lanjutan.
Salah satu hasil pertemuan kedua ini, peserta sepakat mempertajam program forum dan ditegaskan bahwa FORLOG Sulsel bukan naungan atau cabang dari lembaga lain. FORLOG adalah sebuah forum independen yang diarahkan sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang non-politis dan non-agamis.
Karena forum ini baru berkiprah, untuk
sementara saat ini sekretariatnya beralamat di Jalan Veteran Selatan No.
181 B, Telp/Faks. (0411) 853 218, Ujung Pandang (menumpang di Kantor Lembaga
Bantuan Hukum dan Pemberdayaan Perempuan Indonesia, LBH-P2i).
II. Visi dan Misi
2.1 Visi
Pluralitas masyarakat Indonesia adalah
sebuah realitas sosial dan kemestian yang harus diterima karena sesungguhnya
ia merupakan potensi besar untuk membangun masyarakat Indonesia baru (civil
society). Dan, dalam agama-agama, pluralisme itu sendiri merupakan
motivator positif untuk legitimasi teologis, karena itu semangat pluralisme
harus diajarkan atau ditumbuhkan.
FORLOG Sulsel didirikan dengan maksud dan tujuan terbangunnya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang inklusif dan akomodatif positif kepada perubahan dan kepelbagaian. Karena perubahan dan kepelbagaian itu adalah suatu kemestian, maka dapat diwujudkan dengan mengembangkan sikap-sikap pada diri masing-masing seperti sikap terbuka, menghargai pendapat orang lain, bebas berpikir positif, bersemangat persatuan dan kesatuan dan sedapat mungkin "predictable" (dapat diduga) manfaatnya sehingga terbina relasi masyarakat yang loyal dan tulus dengan dilandasi semangat partisipatif yang tulus ihlas.
IV. Kepengurusan dan Keanggotaan
4.1 Kepengurusan
Sebagai langkah awal, kepengurusan forum
dalam bentuk kolektif. Namun, untuk lancarnya seluruh rencana kegiatan,
forum akan dikoordinir oleh seorang koordinator dan seorang sekretaris.
Selanjutnya, untuk setiap kegiatan dipilih seorang penanggung jawab/pelaksana
program yang akan mengkoordinasikannya dengan koordinator forum untuk disebarluaskan
kepada seluruh anggota forum.
4.2 Keanggotaan
Saat ini anggota FORLOG Sulsel sebanyak
28 orang (seluruh peserta Semiloka Antisipasi Konflik SARA, Studi Bersama
Antariman), dengan latar belakang institusi/lembaga, pendidikan, suku,
agama, ras, dan asal daerah yang berbeda. Keanggotaan terbuka bagi siapa
saja dan tidak memandang latar belakangnya dengan tetap berpedoman pada
visi dan misi serta maksud dan tujuan terbentuknya FORLOG Sulsel.
V. Program-Program
Visi dan misi serta maksud dan tujuan FORLOG Sulsel diimplementasikan dalam bentuk program-program atau kegiatan-kegiatan, baik secara perorangan maupun secara berkelompok.
Secara berkelompok, FORLOG telah melakukan kegiatan berupa:
Dana awal diperoleh dari kerelaan (sumbangan) anggota. Namun untuk merealisasikan seluruh rencana kegiatan, diperlukan dana yang relatif besar. Karena itu, forum akan mencari dana bantuan (hibah) yang tidak mengikat.