Point
of View presentase Prof.Dr.Darmawan Mas'ud Rahman
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Suatu
Pendekatan Budaya)
-
Budaya bukan semata-mata aktifitas
yang dilakukan secara terus menerus, melainkan aktifitas rasional yang
dijewantahkan dalam bentuk perbuatan kolektif.
-
Oleh karena sistem budaya dibangun
di atas olah rasional, melalui perenungan dan pikiran yang logis dan mendalam,
maka inti dari segala system budaya sesungguhnya adalah kreatifitas.
-
Masyarakat Indonesia sendiri di
dalam berbudaya di pengaruhi oleh empat sistem budaya
-
Sistem budaya lokal (etnis)
-
Sistem budaya besar (berasal dari
sistem budaya agama-agama besar; sistem budaya Islam, sistem budaya Kristen,
sistem budaya Hindu dan sistem budaya Budha)
-
Sistem budaya Indonesia (sistem
budaya ini masihlah kontroversial, apakah sistem budaya ini ada atau tidak)
-
Sistem budaya global.
-
Dalam perkembangan budaya di Indonesia
pada jaman modern, maka yang bertarung sesungguhnya adalah dua kubu sistem
budaya yang saling tarik-menarik, yaitu :
-
Global culture(globalisasi), yakni
suatu budaya yang bersifat tumpang tindih, pragmentatif dan berubah dengan
sangat cepat (instan);
Local culture (lokalisasi),
budaya ini terbentuk dalam satuan-satuan yang beraneka ragam. Ketika budaya
lokal bangkit menangkal isu globalisasi maka yang muncul justru radikalisme
dan fanatisme budaya dan ujungnya adalah munafiq budaya, yaitu reaksi yang
berlebihan terhadap globalisasi dan karakter bawaannya di samping
memberi ruang terhadap kehidupan modern.
Point
of View presentase Dr. Arlina G.Latief
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Suatu
Pendekatan Ilmu Sosial)
-
Ada beberapa asumsi untuk mencermati
kondisi Indonesia saat ini yaitu :
-
Aspek ketergantungan global, suatu
kelompok hanya mingkin ada karena adanya entitas lain sehingga otonomi
yang mutlak sesungguhnya tidak mungkin. Karena demikian, perlu persenyawaan
antara indefendent dengan defendent.
-
Aspek interaksi. Aspek ini mutlak
dalam system sosial yang bersifat timbal balik, resiflokar, siklus dan
bukan linear. Takarannya adalah mutuality effect, dalam pengertian makin
baik efeknya makin baik interaksi itu berlangsung.
-
Prinsip konservasi dan konflik.
Konservasi berbeda dengan konservatisme. Kalau konservatisme adalah upaya
untuk mempertahankan kemapanan, maka konservasi adalah upaya menjaga integritas
kelompok.
-
Prinsif transformasi, yaitu perubahan
yang tidak saja mengganti pada rolling class tetapi juga pada struktur
baru, iklim baru yang disebut keseimbangan spedy state yang hanya bisa
dicapai kalu setiap pihak melakukan transformasi.
-
Prinsif kesetaraan atau kesederajatan
dalam interaksi.
-
Bagaimana disintegrasi itu bisa
muncul
-
Pertentangan antar sub-system.
-
Komunikasi dan interaksi, serta
rule expectation yang tidak jalan.
-
Energi dari dari internal system
tidak cukup memenuhi kebutuhan minimum dari system.
-
Tekanan supra system secara nasional
ataupun global terlalu berat sehingga dengan sendirinya menimbulkan disharmonisasi
organisasi.
-
Energi tidak diperoleh dari supra
system (support secara nasional).
-
Model transformasi di Indonesia
menekankan pada fondasi ekonomi dari model produksi yang akan menghasilkan
tiga sub-system :
-
Kelompok domnan, yakini pemilik
tanah, pemilik industri (konglomerat).
-
Kelompok yang menghasilkan produksi,
yaitu petani, buruh, dsb.
-
Kelompok auxiliary (pembantu),
yaitu keompok profesional, pegawai negeri, birokrasi, dsb.
-
Di dalam negara, ada dua sub-system
besar yang dominan yaitu, sub-system struktur politik yang mencakup eksekutif,
legislatif dan yudikatif, dab sub-system strutur ideology yang mencakup
sekolah, media massa, parpol, lembaga budaya dan lembaga agama.
-
Semestinya sistem ideologi mewarnai
sistem politik dalam menjaga nilai-nilai. Struktur ideologi perlu memberi
masukan pada struktur politik dan setiap unsur bernegara melalui sosialisasi
dengan pendekatan persuasive. Dengan begitu, struktur politik juga akan
bereaksi secara persuasive.
-
Beberapa issue mendasar:
-
Agama butuh kelembagaan yang tidak
mendukung status quo.
-
Masyarakat butuh respek saling
menghargai.
-
Agama perlu menawarkan konsep
ilmiah soal optimisme dan bukannya ikut terpuruk dalam keterpurukan bangsa
dan negara.
-
Indonesia demikian luas dimana
irama hidup dan penghayatan akan tempo dan interval waktu tidaklah sama.
Agama semestinya bisa berbuat bijak untuk tidak membuat generalisasi secara
mutlak.
-
Publik time. Semestinya orang
lebih sadar bahwa segala sesuatu bergerak dalam rentang waktu terbatas.
Agama perlu hadir dalam memberi nuansa dan makna pada penghayatan waktu.
Semua agama berdasar pada
inklusifitas. Agama perlu mentransformasikan kembali ajaran-ajarannya agar
ia menjadi inklusif.
Point
of View presentase Drs. Alwi Rahman, M.Si.
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Suatu
Pendekatan Budaya)
-
Problematika utama dari proses
transformasi di negara RI adalah karena negara ini tidak memiliki pengamatan
kultural dalam memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan etnik. Olehnya itu dibutuhkan
suatu studi atau gerakan bersama untuk mengisinya.
-
Ada beberapa pertanyaan hipotetik
yang penting untuk dijelaskan perihal kebudayaan kita :
-
Apakah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dibangun di atas pondasi kultural atau di atas pondasi
politik semata-mata? Dan adakah bukti mengenai negara yang dibangun atas
pondasi kultural yang kuat?
-
Mengapa NKRI tampak gugup dalam
memfasilitas hubungan dan keperluan antar etnik?
-
Apakah proses kultural di tingkat
etnik bersedia dikelola oleh birokrasi negara, ataukah justru sebaliknya,
kebutuhan etnik itu dieksploitasi oleh negara?
-
Mengapa segi rivalitas dan kompetisi
dari etnik justru lebih ditonjolkan ketimbang budaya perdamaian, budaya
perdamaian dan budaya kerjasama?
-
Bisakah konflik sosial antar etnik
dan kekerasan sosial dimengerti sebagai pencarian sebuah sistem kultur
dan sistem sosial yang memiliki integritas?
-
Kalaulah konflik yang terjadi
itu arahnya untuk mencapai bentuk sistem kultur dan sosial yang memiliki
integritas justru menyebabkan terjadinya pertumpahan darah di ranah sosial
dan kebudayaan?
-
Dalam persfektif arkeologi sosial,
masyarakat itu dibagi dalam 4 golongan :
-
Masyarakat yang masih tergolong
paling bawah;
-
Masyarakat segmentaris;
-
Masyarakat chip down;
-
Masyarakat state.
-
Masyarakat kita (RI) sesungguhnya
adalah masyarakat state, tetapi etnik kita masih bersifat segmentaris.
-
Ke depan yang dibutuhkan bukan
lagi tokoh-tokoh masyarakat, tetapi mediator-mediator kebudayaan.
Point
of View presentase Dr.Zakaria J. Ngelow
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Suatu
Refleksi atas Kehidupan Umat)
Transformasi agama di tengah-tengah
kekerasan sosial -menjadi suatu persoalan besar, yaitu munculnya keraguan
terhadap peran agama dalam membangun tatanan hidup yang beradab. Keraguan
itu berkembang menjadi suatu kecurigaan bahwa kita sering menyaksikan agama
sebagai penghalang bagi transformasi sosial , bahkan justru jangan-jangan
yang menjadi penyebab terjadinya kerwanan sosial-serta pelbagai persoalan
bangsa Indonesia dewasa ini bersumber dari agama. Apabila hal itu benar
maka yang paling bertanggungjawab adalah tokoh agama,pemuka agama, pakar
agama, dan umat beragama untuk melakukan pembaharuan kahidupan keberagamaannya.
Semangat pembaharuan terhadap
agama tersebut sebenarnya telah terjadi pada munculnya setiap agama . Sebagai
contoh pada abad VII M. Islam mengakhiri zaman jahliyah dan agama Kristen
melakukan pembaharuan kepada umat manusia seusai dengan kondisi saat itu.
Olehnya itu pembaharuan agama
terhadap dirinya merupakan suatu kemestian , agar agama dapat melaksanakan
perannya dalam transformasi sosial-budaya.
Orientasi pembaharuan agama
dalam proses transformasi masyarakat harus memperhatikan beberapa hal yang
sangat signifikan berikut ini:
-
Pelurusan agenda reformasi seoperti
penegakkan demokrasi, supermasi keadilan melalui hukum setrta pembersihan
kekuasaan orde yang KKN. Mengingat pelaksanaan reformasi kita tidak bretika.
Dalam konteks ini agama tidak berdaya . Di mana peran agama ?. Ataukah
agama sendiri tidak beretika ?. Pertanyaan ini bersifat otokritik, karena
agama tidak mampu memeberikan kekuatan morel-etik terhadap aktifitas politik.
Sebab agama lebih banyak berhubungan dengan Tuhan daripada hubungan dengan
manusia. Padanannya yaitu agama terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang
ritual seperti berdoa dan shalat sehinggga lupa dengan ibadah-ibadah sosial
dibandingakan dengan ibadah-ibadah sosial. Seperti yang terjadi pada abad
VII SM. Yaitu umat rajin beribadah, rajin memuji-muji tetapi -yang terjadi
dalam masyarakat ialah hilangnya etika sosial dan saling memeras.
-
Peperangan yang terjadi di mana
-mana telah menjadikan masyrakat sebagaai homo homoni lupus. Hal ini mengindikasikan
hilangnya peran agama. Apatahlagi agama terkadang memperakarsai penajaman
pedang dan peruncingan tombak untik saling membunuh antar pemeluk agama--melalui
legitimasi theologis. Oleh karena itu sangat dibutuhkan transformasi wacana
theologis yang sering dijadikan alat legitimasi kekerasan kepada wacana
theologis yang anti kekerasan.
-
Konflik yang terjadi akibat kesenjangan
ekonomi, penindasan, ketidakadilan dsb. Atas kompleksitas problem tersebut,
agama harus ditransformasikan secara kontekstual untuk memberikan spirit
dan solusi terhadap problem-problem yang ada, melalui pemberdayaan dan
pendampingan kepada kelompok ekonomi lemah-- agar agar perekonomian bangsa
dapat berjalan secara adil dan stabil.
Point
of View presentase Dra.Zohra A.Baso,M.Si.
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Realitas
Sosial Kekerasan)
-
Ada sebuah fenomena yang menjadi
bumerang bagi kelompok pro-demokrasi dan penggerak demokrasi yaitu terjadinya
kekerasan dan kerusuhan sepertinya terencana dan disengajakan. Ironisnya,
fenomena itu dianggap sebagai fenomena kekinian, padahal sesungguhnya adalah
sebuah konsfirasi dari rezim lama (orde baru) untuk comeback dalam pentas
"kekuasaan".
-
Sumber kekerasan itu sendiri berasal
dari :
-
Kekerasan dari negara;
-
Kekerasan budaya;
-
Kekerasan agama;
Point
of View presentase Pdt.Daniel Sopamena,M.Th.
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Transformasi
Agama dan Budaya Dalam Perspektif Kristiani)
-
Penyebab timbulnya konflik antara
lain :
-
Klaim kebenaran. Klaim ini sering
menjadi akar konflik baik intern agama maupun dengan agama lain. Bentuk-bentik
klaim kebenaran umumnya didasarkan atas keyakinan yang membabi buta atas
hasil interpretasi tekstual ajaran agama.
- Klaim kebenaran seperti
tersebut sesungguhnya sah-sah saja sebab setiap pemeluk agama mesti memiliki
keyakinan yang kokoh tentang jalan keselamatan yang dipilihnya. Dalam ajaran
Kristen, klaim bahwa hanya dengan ajaran Kristus orang akan memperoleh
keselamatan adalah hal yang wajar (lihat al-Kitab Yohanes: 14 ayat 6).
- Kewajaran tersebut menjadi
permasalahan sebab dengan meyakini Jesus Kristus sebagai satu-satunya jalan
keselamatan, maka orang-orang Kristen telah melecehkan jalan keselamatan
yang diyakini penganut agama lain. Juga berarti orang-orang Kristen telah
menghampirkankeyakinannya untuk diterima oleh penganut agama lain.
-
Teologi. Rumusan-rumusan teologi
yang berbeda-beda menyebabkan pertentangan dan perpecahan yang memprihatinkan.
Saejarah gereja mencatat bahwa akibat dari perbedaan-perbedaan itu, tidak
saja mengakibatkan perbedaan aliran bahkan sampai kepada akuisisi atas
kelompok lain.
-
Peranan Agama. Agama semestinya
berdiri dalam posisi tidak mendukung kepentingan-kepentingan kekuasaan
tertentu.
Point
of View presentase Dr.M.Qasim Mathar,MA.
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Transformasi
Agama dan Budaya Dalam Perspektif Islam)
-
Perubahan dalam praktek beragama
harus dimulai dengan perubahan dalam pemikiran.
-
Universalitas Islam harus dilihat
sebagai tuntutan wahyu, dalam pengertian wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad
tidaklah bersifat mutlak melainkan temporal dan menuntut penjelasan berbeda
dalam zaman yang berbeda.
-
Baik Islam maupun Kristen telah
gagal menjadikan rakyat Indonesia menjadi umat beragama yang dengan agamanya
mampu menangkal hasutan-hasutan yang tidak berjiwa agama.
-
Yang harus dipraktekkan dalam
membina hubungan hamonis antar umat beragama adalah mempraktekkan hal-hal
yang sensitive, diinternalisasi meskipun menembus entitas-entitas kecil.
-
Kesalehan dalam beragama semestinya
lebih bersifat kesalehan individu daripada membentuk kesalehan kolektif.
Point
of View presentase Christina Joseph, SH.
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
(Transformasi
Agama dan Budaya Dalam Perspektif Hukum)
-
Berbicara tentang hukum maka kita
akan berbicara tentang "justice system" atau "legal system" yang secara
teoritis terdiri dari tiga hal :
-
Substansi Hukum (peraturan hukum)
-
Law Enforcement (penegakan hukum)
-
Kultur Hukum.
-
Dalam kenyataannya, ketiga hal
tersebut (di Indonesia) tidak berjalan sinergis.
-
Berbicara tentang apa yang harus
berubah dari sistem hukum di negara RI, maka ketiga hal tersebutlah yang
semestinya harus berubah.
Point
of View presentase Drs.Ishak Ngeljaratan,MA.
Transformasi
Agama dan Budaya di Tengah-Tengah Kekerasan Sosial
-
Kebudayaan di Indonesia adalah
kebudayaan nasional yang belum terbentuk.
-
Kebudayaan ada kalanya diaktualisaskan
dalam bentuk perkawinan budaya dengan kekuasaan.
-
Mengubah kultur semestinya dimulai
dari produknya dahulu, seperti mengubah tafsir, mengubah produk hukum,
mengubah buku-buku pelajaran dan merubah perilaku manusia.
-
Agama sebagai wahyu sesungguhnya
tidak memiliki permasalahan, tetapi ketika agama diangkat menadi bahagian
dari pemikiran dan perilaku, maka terdistorsi menjadi produk kebudayaan.