BRAIN STRORMING
Zakaria:
Peran pendidikan untuk menjadi tukang ritus, hanya membentu pemimpin do'a misalnya. Tapi bagaiman mereka menjadi bisa menjadi tokoh pembaru sosial dengan menggunakan agama sebagaai titik tolaknya.
Dani: Ada otokritik (ada 7). Lemaga agama tidak berfungsi sebagai penghimpun masa, politisasi agama. Agama berfungsi menghimpun agama untuk mendukung negara. Kasus partai krisna yang pernah mengutip ayat yang salah. Agama difungsikan untuk mendukung kepentingan politik.
Harina: agama adalah agen ideologi dalam pengertian sosial. Tetap bagaimana agama mampu memberi nuansa.Memberi nuansa .
Zakaria: Agama mesti menyediakan 3 hal: ideologi dibangun dia atas paham keagamaan, agama menyediakan lemgaga agama, meyediakan kader (masa). Sebagainya agama tidak terlibat langsung dalam politik. Ada paham politik berbaasis agama. Hubungan agama dan politik masuk dalam relasi yang kritis, bagaimana politik dijalankan dengan menggunakan etika. Politik memberi wawasan sehingga agama membumi (merrealita), penegembangan keagamaan yang relevan dengan kenyataan sosial. Bahwa keterlibatan agama tidak mengorbankan nilai-nilai agama. Tapi bagaimana sebaliknya justru mendukung. Realsi agama dan politik adalah timbal balik.
HASIL-HASIL DISKUSI KELOMPOK (Pleno)
Kelompok I Agama dan transformasi
A. Agama terdiri:
- Dipercaya (i)
- Kultus yang sudah paten
- Kode, di sana ada hal-hal normatif dan tindakan.
B. Agama:
- Spritual
- Religion
- Doktrin
- Pembebasan.
C. Semua agama bertemu dalam semangat religiusitas
D. Aspek transenden dari agama/klasik :
- Individual : Klaim kebenaran
- Dikotomis : berbeda ketika bertemu dengan agama lain.
- Suprahistoris : akhir jaman, kiamat.
Revolusi Pemikiran sebagai bahagian dari pembaruan agama.
E. Firman (agama) semestinya menjadi bahan baku dalam transformasi sosial yang sesuai konteks.
Kelompok II Agama dan Kekerasan Sosial
A. Defenisi agama
- Agama adalah wahyu/sistem ajaran
- Agama adalah kelembagaan yang memberi arahan tentang makna dan pengisian hidup.
- Agama adalah lembaga yang menghimpun orang-orang yang percaya kepada Tuhan.
- Agama adalah sesuatu yang mengatur/mengajarkan pola hubungan antara :
- Manusia dengan Tuhan
- Manusia dengan sesamanya.
B. Defenisi Kekerasan Sosial
- Tindakan yang merugikan orang banyak untuk mencapai suatu tujuan
- Cara yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok orang untuk mencapai tujuannya dengan mengabaikan ketentuan-ketentuan sosial.
- Tindakan agresif yang melibatkan banyak orang baik pelaku dan atau korban.
C. Interaksi Antara Agama dan Kekerasan Sosial
- Di dalam setiap agama ada unsur-unsur yang dapat digunakan untuk melegitimasi kekuasaan
- Kehilangan kesadaran agama (nilai-nilai keagamaan) dalam menghadapi suatu realitas sosial
- Politisasi agama
- "Mentuhankan" agama.
- Sakralisasi simbol-simbol agama
Kelompok III Budaya dan Transformasi
A. Defenisi
Unsur-unsur Budaya meliputi :
- Proses
- Interpretasi
- Kesadaran
- Kepentingan
- Multi sektor kehidupan
B. Transformasi adalah Proses pemaknaan kembali atau reinterpretasi terhadap realitas
C. Analisa Interaksi
- Kekerasan sosial
- Politisasi budaya
- Kearifan lokal
D. Visi
Membangun gugusan tatanan kehidupan yang bermakna bagi kemaslahatan manusia.
Kelompok IV Budaya dan Kekerasan Sosial
- Budaya merupakan hasil interaksi/konstruksi sosial (produk manusia secara individual/kolektif.
- Budaya tidak terlepas dari interaksi lokal, nasional , global
- Tidak ada "budaya asing" dalam arti yang drastis, namun budaya selalu berubah dan berkembang.
- Dua cara pandang
- Ideal, "budi" dan "daya" fungsi positif, manusia yang beradab.
- Realitas; budaya dalam arti yang lebih luas: kultur, kebiasaan, tradisi, kearifan lokal = ambivalent, potensi positif dan negatif (kekerasan).
- Fungsi Budaya Sebenarnya :
- Menjaga dan melindungi ketahanan sosial, menghindari kekerasan/disintegrasi/eskalasi.
- Namun faktor ego manusia (individual) faktor lingkungan (kolektif) faktor interaksi budaya yaitu perjumpaan antara ... potensi untuk kekerasan budaya yang nilainya atau mekanismenya berbeda. Seni, nilai budaya lokal tidak melampaui batas kelompok/suku, kurang interaksi/titik temu.
- Dominasi budaya, contoh Jawanisasi.
- Visi
- Manusia harus kembali menjadi subjek budaya
- Kontribusi budaya dalam konflik sosial, jika budaya lokal mampu keluar dari eksklusifisme (primordialisme) dan transformasi nilainya untuk konteks yang plural (contoh sipakatau, pela gandong, situwu maroso)
- Jangan negara membatasi budaya/kearifan lokal menjadi barang "museum".
- Interaksi antara kearifan lokal dan kearifan universal (melampaui batas budaya).
- Unsur-unsur budaya yang perlu ditransformasi (yang menjadi sumber kekerasan dalam konteks modern)
- Hirarki (Kraton-sentrisme)
- Patriarki
- Rivalitas (pikiran kelompok, "orang kita orang mereka".
DIALOG
Round Table Forlog Antarkita Sulawesi Selatan
Tanggal, 16 Oktober 2001 di Hotel Anggrek Delia Makassar
- Moderator: bagaimana sikap beragama ?
- Arlina: bahwa pertanggung jawaban hidup itu sifatnya individual. Ada 4 dimensi dalam diri manusia: spiritual, pikiran (mind), sosial (emosianal) dan fisik. Keempatnya dipengaruhi oleh spiritualitas. Spiritualitas akan memberikan pengaruh ketika kita berkesadaran. Dalam kasus brutalisme misalnya kemanusiawian kita hilang. Dimensi spiritual harus memberi warna kepada tridomain (kognisi, psikomotorik dan afeksi).
- Markus: kita harus membuat sistematika dalam merumuskan agama berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan.
- Moderator: apa masih ada yang lain ?
- Qasim:.Menarik apa yang disebut ibu Arlina, ini seperti yang dijelaskan Quran. Quran berbijara tentang nafas, qalbu dan ruh. Dan Quran mengatakan ruh itu dari Tuhan. Setalah 100 kita mengenal IQ, ditemukan kemudian EQ. Dalam mana orang kemudian menemukan bahwa IQ dan EQ harus diseimbangkan (SQ). Dalam faham keagamaan Islam seperti bunuh diri misalnya tidak dibenarkan, tapi fenomena menunjukan bahwa ada kalangan dalam Islam bahwa bunuh diri di jalan Allah dibenarkan. Padahal dalam sejarah Islam tidak ditemukan rujukannya, bahwa darah itu mahal. Yang ada adalah bahwa membunuh/menghilanhkan satu jiwa/nyawa berarti membunuh seluruh jiwa. Peristiwa Ibrahim membenarkan itu. Jika demikian, bagaimana kegiatan membunuh dapat jadikan simbol untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sama halnya dengan Khalid bin Walid, salah seorang sahabat nabi, yang selalu ingin mati syahid dalam perang. Akan tetapi kematiannya harus di jalani di atas kasur, yang menyebbabkannya menangis. Dalam kesus keindonesiaan, gerakan demo cenderung menggunakan efek biliard: mendemo Amerika ternyata dimaksudakan untuk menurunkan Mega (presiden RI). Ada sekelompok orang yang hendak menerapkan nilai yang tidak bisa dijadikan acuan untuk membangun masa depan Indonesia. Untuk itu kita harus membiasakan diri untuk menerima perbedaan. (Dalam Quran memang ada difirmankan bahwa orang Yahudi lebih baik dari orang Yahudi). Karenanya melakukan transformasi adalah kegiatan paling berat, salah satu agenda yang mesti terus dikembangka adalah bagaimana menangkap substansi dan esessial dari agama.
- Ishak: transforamsi menurut saya (agak miring, menurut saya) disi lebih bersifat sterilisasi agama yang menempatkan manusia pada posisi labilkan. Manusia untuk agama dan bukan agama untuk manusia. Sehingga bukan saja agama dan budaya yang ditransformasi, tapi juga manusia. Transformasi adalah proses memanusiakan terus menerus dan agama dan budaya adalah instrumen transformasi. Di sisni dibutuhkan tafsir-tafsir yang modern untuk beragama. Untuk itu kita perlu merumuskan misi dalam rangka melakukan traansformasi, baik budaya maupun agama (tafsir kitab/agama). Dan transformasi itu menjadi kekuatan untuk melakukan transforamsi manusia.
- Arlina: untuk melakuan reformasi dibutuhkan sebuah kekuatan yang malakukan tindakan mereform. Dan Indo tidak memiliki mayoritas. Dan karenanya kita butuh transformasi. UU masih kita ambil dari Belanda. Yang bisa melakukan transformasi adalah individu, yaitu bagaimana manusia Indonesia bisa melakukan transformasi. Sejauh ini kita tidak melakukan transformasi, karena transformasi bukan untuk mengganti, tapi mengkaji. Transformasi berarti mengecek ulang. Transformasi itu seperti menghidupkan: melakukan rethinking.
- Markus: apa identitas indonesia cukup kuat untuk menjadi/membentuk manusia indonesia. Sebenarnya transformasi yang haarus terjadi adalah bagaimana menjadi manusia universal, dan tidak saja manusia primordial.
- Ishak: proses mengindonesia adalah proses mengisi. Dengan demikian, yang terjadi kemudian adalah turunan bugis dan bukan etnik bugis. Transformasi beda dengan transubstansi. Artinya, bagaimana kita mampu mengindonesia sekaligus meuniversal.
- Moderator: Ada yang lain ?
- Qasim: transformasi kegiatan evaluasi dan rethinking. Dari segi agama, Forlog sudah harus melaksanakan kegiatan yang lebih serius. Misalkan bagaimana menjembatani antara tafsir modern dengan warisan tafsir yang dipedomani oleh kebanyakan umat. Misalkan penafsiran kata din dan millah. Tuhan tidak mungkin menggunakan satu makna dalam dua makna. Tapi karena secara semberono ditafsirkan akhirnya mencelakakan masyarakat.
- Nia: ada penelitian di Bantaeng, bahwa pada sebuah mesjid terdengar ajakan kepada orang lain untuk mengatakan bahwa agama orang lain salah. Pemberian informasi seperti itu menyebabkan kita harus mempertanyakan sosialisasi tafsir dalam memahami agama. Kita mesti melihat kemungkinan itu ?
- Zul: bagaiaman islami itu bisa sampai dididentikan dengan bugis ? apa kita tidak memiliki nilai budaya (bugis) untuk beragama, Islam ? Misalkan, keberadaan budaya bugis yang kemudian diklaim menjadi milik Islam. Mungkin kita mesti melakukan dekonstruksi untuk ini.
- Aty: ada 2 pertama aganma sebagai kekuatan transenden untuk menjadi pedoman hidup manusia, way of life dan kedua respon terhadap dogma. Misalkan, bagaimana islam menjadi kekuatan perubah. Agama harus memiliki kekuatan sebagai perubah. Agama selama ini dijadikan pesakitan, lemah sehingga harus dibela. Perang salib menganologikan pandangan itu, yaitu berperang untuk menegakan kristen. Budaya juga mengalami kondisi yang sama, budaya lemah dan tidak memiliki kekuatan sehingga harus dibela. Dalam kaitan itu, konsep transformasi adalah mengembalikan kekuatan agam dan budaya. Buakn sebaliknya.
- Moderator: bagaimana realitas agama dalam masyarakat ? Misalkan, seperti dikatakan tadi oleh zul, bahwa "keberadaan budaya bugis yang kemudian diklaim menjadi milik Islam. Mungkin kita mesti melakukan dekonstruksi untuk ini".
- Arlina: agama secara statistik menunjukan seseorang islam atau kristen, akan tetapi apa seseorang itu demikian adanya. Sama halnya dengan lagu arab yang beraroma cinta, tapi dipandang dengan khusyuknya. Kata Hung, peradaban timur cenderung mengajak orang untuk berpikir lateral. Kita harus melakukan pembebasan dari pengkotak-kotakan itu.
- Markus: sering kita berbicara tentang eksklusifitas, hingga menghilangkan identitas kita. Padahal kita harus berpandangan bahwa transformasi diarahkan pada kontekstualisasi nilai-nilai agama dan budaya kedalam konteks yang universal. dan karena itu, sesungguhnya bukan ancaman.
- Zakaria: untuk kasus Indo. Penerimaan agama kristen bersamaan dengan sikap meniadakan berbagai aspek dari budaya lokal. Dengan kata lain terjadi kristenisasi pemikiran (misalnya : cara menyanyi). Beberapa puluh tahun kemudian barulah ada kesadaran untuk menumbuhkan budaya lokal. Tidak ada budaya yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari luar. Budaya islam Arab bisa saja berbeda dengan islam Indonesia. Masuknya budaya dari luar dapat merupakan "pengkayaan. Khasus US dan Afganistan harus dapat diselesaikan secara win-win solusion kalau kita mau menghindar dari stigma yang telah dibangun selama ini.
- Moderator : Pendapat bapak tentang slogan membela agama.
- Ishak : Membenarkan masuknya agama "merusak" budaya lokal. Masyarakat kajang dengan budayanya takut dengan penama Islam. Sehingga bagaimana Kajang tetap menjadi islam tanpa merubah namanya menjadi islam. Tidak ada persekutuan agama-agama kristen tetapi yang ada persekutuan gereja-gereja. Harus ada transformasi sikap dalam memandang agamanya sendiri. (Contoh nyatanya : Kalau semua pemeluk agama berpikir bahwa Tuhan tidak perlu dibela, maka tidak akan terjadi perang seperti perang salib misalnya). Filsafat Aristotelesia sangat berkembang di Islam (dan di timur). Di arab Tuhan mewahyukan diri kepada manusia selalui kultur (basa arab).
- Lian : bagaimana dengan Gereja yang membudaya.
- Ishak : Kultur harus dikuatkan terlebih dahulu. Budaya toraja dulu ditegakkan baru gereja kristen toraja bisa berdiri kokoh. Di Tanimbar dalam kebaktian minggu dapat dilihat bagaimana pengaruh budaya terhadap gereja.
- Qasim : Kelompok islam selalu merasa terancam tetapi tidak semua. Betul umat islam terdiri dari kumpulan-kumpulan minoritas. Yang minoritas itu bila tertekan maka secara alami akan bersuara. Kita perlu membuat peta sehingga transfomasi bersifat tetap sasaran.
- Ketika agama dipahami sebagai sikap yang trasenden maka wahyu tersebut bukan budaya. Tetapi ketika diekspresirikan dan ditulis itulah yang disebut budaya (masih dalam perdebatan). Ada sebagian pemikiran yang mengatakan huruf-huruf arab dalam Qulran. Agama harus siap berwarna budaya kalau tidak, akan ditolak dan kalau tidak siap (menyesuaikan diri dengan budaya) akan menjadi sumber ketegangan dalam masyarkat. Piagam Madinah tradisi-dradisi masyarakat nomad madinah yang diformulasikan oleh Nabi Muhamad, merupakan perlindungan kepada kelompok-kelompok kecil. Hijrah Nabi merupakan bukti berhasilnya Nabi mengawinkan antara budaya dan wahyu. Di Indonesia Islam masuk bercorak animisme dan dinamisme sehingga dapat diterima. Maruf (kearifan lokal) dan Mungkar (tidak disukai oleh masyarakat.
- Moderator: kita butuh rehat untuk masuk melakukan sistematisasi materi round table.
HASIL RUMUSAN
A. Klarifikasi pengertian
- Agama memiliki 4 dimensi: spiritualitas, emosional, mental dan fisik
- Transformasi: kegiatan pemikiran atau rethinkign atau reevaluasi yan gharus didesakkan kepada sebuah realitas. Proses meningkatkan kualitas sebagai manusia.
- Proses transformasi: 1) berbeda dengan reformasi, yang membutuhkan force, sedangkan transformasi bertitik tolak pada individu. 2) dalam proses transformasi mengarah kepada yang positif, sementara substansinya tetap.
B. Analisa realitas
- Kesadaran kemanusiaan menjadi inidkator ada tidaknya agama dalam tindakan. Agama menjadi inspirasi bagi perilaku keagamaan. Karena agama harus bertolak pada kesadaran
- Ajaran agama bisa mengalami trasnformatif negatif bilan terdistorsi idealismenya atau dimanfaatkan oleh kepentingan sesaat.
- Kekerasan agama ditransformasi secara politis, ada politisasi agama.
- Beragama secara substansial dan esensial belum menjadi kebiasaan kita.
- Dalam tafsir keagamaan ada-aspek-aspek yang bermuatan budaya.
- Manusia menjadi sentrum, subyek dan obyek transformasi untuk kepentingan manusia sendiri.
- Tokoh agama gagal mentransformasikan nilai-nilai agama.
- Agama memili kekuatan merubah.
- Semestina Islam memberi sumbangsi terhadap pemikiran yang holistik.
- Kesalahan masa silam (sejarah) senantiasa menjassstifikasi masa depan agama.
- Lembaga agama tanpa kultur sulit mampu bertahan.
- Agama ada yang bersifat normatif dan menyejarah.
- Agama ketika bersentuhan dengan budaya, maka harus siap diwarnai oleh budaya atau ditolak.
- Amar ma'ruf merupakan manifestasi apresiasi islam terhadap budaya lokal.
- Belum ada kekuatan yang mendukung lahirnya reformasi, sehingga usaha melakukan transformasi menjadi keharusan.
C. Konsep dan misa untuk agam yang mentransformasi dan ditransformasi
- Ada pemaksaan agama dalam proses transformasi nilai-nilai agama (contoh: bunuh diri/jihad). Oleh karenanya diperlukan usaha transformasi tafsir.
- Harus ada penafsiran ulang terhadap agama lain. Misalnya bagaimana menjadikan manusia sebagai manusia.
- Dalam mana agama menjadi sumber untuk mengubah.
- Hubungan budaya dan agama, harus mendudukan agama sebagai rahmat bagi budaya.
- Di mana posisi budaya dalam agama atau pewahyuan.
D. Konsep dan misa untuk budaya yang mentransformasi dan budaya ditransformasi
- Transforamasi yang dilakuakn harus menjadikan manusia sebagai fokusnya.
- Transformasi manusia hasur diangkat dari sektoral ke universal.
- Ada perbedaan antara nilai budaya daan nilai agama. Transformasi budaya tidak mesti sampai menghilangkan identitas budaya itu sendiri. Demikian pula halnya agama. Paling tidak, pluralitas agama dan budaya dapat terpelihara. Karena kehadiran agama potensial untuk diterima atau malah sebaliknya.
Sesi Tanggapan
Sohra: bagaimana (pemahaman/ajaran) agama dmampu membangun solidaritas umat manusia. Bahma solidaritas manusia yang lembek, maka lahirlah kekerasan di masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan misalnya, karena interpretasi terhadap agama (ulama) yang kaku (maskulin) . Sehingga butuh reinterpretasi. Demikian ppula halnya dengan kondisi budaya yang partriarki yang kemudian mewujud dalam berbagai kebijakan pemerintah yang memarjinalisasi perempuan. Oleh karenanya kita perlu melakukan perombakan terhadap peraturan-peraturan pemerintah yang mendeskriditkan. Selain itu kekerasan sosia yang terjadi di lapangan sosial merupakan manifestasi dari kelunturan nilai-nilai kemanusiaan. Atau manusian mulai mengalami proses materialisme dan tidak lagi egaliter. Sebagai misal bagaimana kita bisa menuju demokrasi sementara kita begitu fedalis ? Dalam konteks kekerasan perempuan selalu menjadi obyek kekerasan. Dimanakah peran agama dan buyada yang mampu merem kekerasan sosial ?
Darmawan: Mari kita potret situasi. Apa itu agama dan apa itu budaya. Bahwa kita berada dalam budaya globalisasi. Pengaruhnya akan memunculkan penguatan kubu lokal. Terjadilah tarik menarik. Dalam konteks ini sejarah memainkan peran cukup signifikan. Padahal, kita tidak mesti mengangkat semua itu. Buadaya: penalaran mendalam dan melewati pertimbangan-pertimbangan yang logis. Kita harus memeberikan tafsir baru (pelurusan) terhadap agama dan budaya. Sebagai bangasa indo kita terjebak ddalam budaya lokal dan agama yang kita anut. Sehingga, melahirkan sikap kaku dan potensial melahirkan kekerasan. Penafsiran budaya dan agama harus memperhatikan aspek kepentingan. Ntuk mrlalukan penafsiran kita harus melepaskan ikatan-ikatan di sekekliling kita. Katakanhal, bagaiama kita bisa menyadari bahwa kita memliki keberagaman.
Zakaria: temuan konsisli tentang pengakuan terhadap agama lain. Teologi pembebasan yang membmikan ajaran injil (memberi tafsir baru terhadap injil). Transformasi agama, faktual ritualitas formalisme dan ritualitas. Berarti mengubah semua itu kearah yang lebih etis atau moral dalam pembaharuan sosial. Demikian juga mentransformasikan hubungan antara agama dengan politik. Ada kecurigaan, bahwa agama masih cenderung dieksploitasi. Kita jangan merasa senang berforlog, tapi bagaimana melihat lingkungan sekeliling kita yan gmembutuhkan kerja-kerja serius.
Lian: selama ini kita menganggap diri sebagai wakil Tuhan dan kita selalu menggap perilaku kekerasan kita sebagai tindakan yang dilakukan atas nama Tuhan.
Markus: sekarang kita akan menuliskan langkah-langkah konkrit menuju usaha-usaha transformatif dalam agama, budaya, hukum, pendidikan dll.
Langkah konkrit
A. Agama kristen
- Bersuara dan bertindak bukan hanya untuk kepentingan gereja, namun untuk kepentingan bersama/bangsa/manusia.
- Tafsir baaru tentang teologi pembebasan perlu mendapat ruang sosialisasi dalam pendidikan kristen.
- Konflik interen mesti diselesaikan (menuju kepada substansi).
- Perrubahan kurikulum agama kristen, reformasi tafsir bible, pembiasaan dialog antar umat dan jangan terlalu curiga pada mayoritas (penduduk) islam.
- Perlu dialog yang kontinyu, sehingga kita memahami agama orang lain.
- Merubah paradigma berfikir para tokoh gereja yang mengatasnamakan agama untuk kepentingannya. Mengembalikan fungsi gereja pada makna yang sesungguhnya, yaitu tempat ibadah.
- Upaya menampilkan kristen sesuai dengan esensi agama (publikasi tafsir yang relefan).
- Transformasi sistem lembaga pada agama. Tabir atau sekat kehidupan bermasyarakat dikurangi.
- Pemahaman moral/etik soail dan teologi pembebasan.
- Reinterpretasi pemaknaan agama yang simbolisme ke agama yang bermoral, etis. Kesadaran individu, sosialisasi.
- Untuk kristen Indonesia harus semakin terbuka dalam berbaur dengan agama-agama lain.
- Tokoh-tokoh masyarakat kristen harus lebih terbuka memasyarakatkan, supaya kecurigaan umat Islam esklusinya bisa diredam. Sehingga, terbangun komunikasi yang baik.
- Tiadak boleh apriori terhadap agama Islam
- Perlu pendekatan persuasif terhadap masarakat, terutama kalangan gross-root
- Reinterpretasi pemahaman agama
- Tidak perlu ragu untuk berpendapat
- Perlunya penafsiran agama yang inklusif
- Revolusi pemikiran sebagai bagian dari pembaharuan agama-agama (tokoh agama,pendeta dan ustaz dsb)
- Aagama Kristen harus terbuka agar tidak menjadi agama yang ekslusif dari kondisi yang minoritas, khusus di Indonesia
B. Agama Islam
- Adanya saling pengertian dan meyakini agama yang ada.
- Dituntun lahirnya tokoh-tokoh agama yanag memiliki wawasan koprehensif antara kebangsaan, pluralisme, kemoderenan dll.
- Tidak apriori terhadap agaman non islam. Melakukan aksi bersama untuk perdamaian.
- Agama bekerja pada tataran moral masyarkat dan tidak menekan budaya untuk hidup. Agama tidak hanya melangit.
- Membuka pemahaman "solidaritas antara sesama umat islam" menjadi solidaritas kemanusiaan.
- Jangan mudah terprovokasi.
- Hubungan kritis antara agama dan politik.
- Mau terbuka dengan masukan-masukan yang membangun dari luar.
- Selalu diikut sertakan dalam satu wahana yang perlu dipraktekkan sesuai dengan apa yang diyakini.
- Upaya untuk menampilkan islam sesuai dengan esensi agama (publikasi tafsir-tafsir yang relefan).
- Perlu ada rethinking atau evaluasi keberagamaa melalui terjemahan dan tafsir kitab suci alquran dan hadits. Reinterpretasi tema agama tentang eksistensi agama lain. Membangun hubungan solidaritas kemanusiaan lewat dialog dan kerja sama.
- Tidak mengedepankan syari'at sebagai dasar dakwah, tapi lebih pada konsep murni yaitu tauhid.
- Metode dakwah perlu dibenahi, tafsir terhadap alquran dan hadis perlu dikontekstualisasikan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
- Transforming dualisme dari simbolisme ke arah substansialistik.
- Transformasi fundamentalisme Islam
- Penanaman faham inklusivisme (perenial)
- Pembumian Al-quran
- Perubahan kurikulum agama Islam yang sangat radikal sayariatnya
- Pembiasaan dialog antar agama
- Perlu ada revolusi pemikiran -termasuk pembaharuan agama (tokoh agama,pendeta,ustaz dsb)
- Agama harus terbuka ,dan tidak menjadi agama ekslusif dari kondisi yang mayoritas
- Pentingnya memahami makna Islam secara baik bagi pemeluknya
- Perlunya transformasi pemahaman Islam yang tekstual ke pemahan yang kontekstual dan aktual
- Reinterpretasi pemahaman agama
- Perlunya pendekatan yang cerdas, terutama bagi pemahaman kelompok radikal/pokal
- Memahami ajaran agama Islam secara konperhensif
B. Budaya
- Ada hak pada masing-masing individu untuk mengapresiasi tata nilai budaya yang dianut, bukan malah memaksakan nilai dominan kepada mereka.
- Memeberi contoh dalam bersikap konsisten melalui tampilan budaya setempat.
- Agama harus mengakar pada budaya setempat.
- Perlu establish struktur nation and building.
- Adanya hegemonisasi budaya lokal.
- Membangun budaya yang koperatif, bukan budaya rivalitas.
- Transformasi budaya tidak bisa dilepas-pisahkan dari eksistensi manusia.
- Tepis budaya yang merugikan.
- Memperkuat dasar saling pengertian yang tidak semu, tapi lebih mendasar.
- Melakukan rekonstruksi pola pikir umat beragama dengan jalan studi bersama.
- Penggalian nilai-nilai luhur budaya lokal.
- Penghargaan atas nilai-nilai budaya harus ditanamkan sejak dini. Kampanye pariwisata besar-besaran.
- Konsep kebudayaan berwajah 3 dimensi (lokal, global dan universal).
- Integrasi nilai agama dan kebudayaan.
- Memajukan kearifan lokal yang mendapatkan ruang dalam budaya-budaya setempat.
- Mempertemukan dan mendekukung interaksi antara budaya-budaya lokal misalnya dalam rangka kesenian wacana nilai budaya.
- Pelatihan dan pendampingan masyarakat.
- Perlunya kesadaran humanistik
- Menjaga budaya lokal tanfa menafikan budaya nasional yang mempunyai nilai positif
- Pemberian orientasi budaya bagi masyarakat
- Pembongkaran budaya patriarkhi
- Pemberian orientasi budaya bagi diri
- Transformasi budaya bagi masyarakat
- Revitalisasi budaya dalam masyarakat
- Merubah budaya yang diskriminatif dengan budaya yang egaliter.
- Mengangkat dan melanggengkan budaya yang memiliki makna dan nilai-nilai kearifan untuk meminimalisir konflik
- Budaya diangkat ke permukaan (memberikan budaya lokal dalam tradisi budaya global)
C. Hukum
- Revolusi hukum (sistem, material dan personal).
- Wibawa hukum (kelembagaan).
- Aparat hukum butuh training moral.
- Agama jangan dilembagakan.
- Pembebasan hukum secara radikal dari semua unsur KKN.
- Memberi contoh menghormati hukum walau keadaannya menyakitkan.
- Nilai-nilai kebenaran yang ada dalam agama-agama harus mendapat citranya dalam hukum positif sehingga rakyat terdorong untuk mentaati hukum.
- Adanya perangkat hukum yang mengatur agama dan budaya.
- Pembenahan moral para penegak hukum.
- Reformasi sistem hukum dan moral hukum.
- Law inforcement.
- Penegakkan supermasi hukum dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dalam menentukan kepastian hukum sehingga manfaatnya dapat dirasakan masyarakat
- Penegak hukum yang KKN harus dibasmi
- Hukum adat yang masih sesuai parlu dilestarikan
- Menjunjung tinggi keadilan
- Harus ada kesepakatn bersama tentang aturan yang dianut
- Mengakaji ulang hukum yang ada dengan harapan sistematika yang lebih jelas
- Tidak ada
- Menyatukan persepsi tentang hukum dan melakukan kewajiaban sebagaimana mestinya tanapa membedakan masyarakat dari golongan manapun
- Supremasi hukum
- Pendidikan hukum
- Penegakkan supremasi hukum dan bukan supremasi undang-undang
- Law enforcement yang memiliki prespektif keadilan masyarakt
- Pengahormatan warga negara terhadap hukum baik tertulis maupun hukum sosial, adat dalam masyarakat
- Evaluasi hukum
- Hukum sebagai harapan masyarakat
- Hukum yang tidak memihak
D. Pendidikan
- Pendidikan tidak hanya berfokus pada IQ.
- Sistem dan kurikulum pendidikan lebih diarahkan pada pendekatanmuatan lokal.
- Memberikan pemahaman mendasar tentang agama dan budaya ke segenap lapisan masyarakat secara benar.
- Harus ada pendidikan alternatif bagi masyarakat bila pendidikan formal tidak mengajarkan hak-hak mereka. Atau bagaimana menjalankan keduanya secara simultan.
- Pengungkapan sebuah pengajaran lebih jelas, ata holistik integral.
- Dibutuhkan pendidikan moral.
- Pendidikan agama harus selain formal keagamaan juga pendidikan budi pekerti.
- Perubahan kurikulum tentang ideologi, agama dan budaya.
- Kelembagaan pendidikan seperti IAIN dan STT perlu direformasi agar tidak memperkeruh situasi.
- Pemahaman semangat pluralisme. Anti kekerasan lewat kurikulum dan aksi ekstra kurikuler.
- Pembenahan kurikulum pendidikan dengan orientasi pemahaman mengeani pluralitas yang etis, sara dan perlu dikedepankan.
- Merubah kurikulum baku dengan kurikulum yang benar-benar "mendidi" tidak memandang siswa sebagai obyek didik. Memberikan model pendidikan yang lebih pada moralitas dan humanis.
- Lebih dicanangkan pada perubahan kurikulum menuju keseteraan manusia.
- Pendidikan yang menekankan pada persaudaraan.
- Merubah kurikulum pendididkan Indonesia yang sampai saat ini tidak profesional.
- Perubahan kurikulum mengutamakan dimensi moral.
- Pendidikan seharusnya dapat melahirkan out put yang mengintegrasikan kesadaran ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman. Agamawan harus juga budayawan.
- Yang berubah dari pendidikan ialah kurikulum yang lebih manusiawi
- Penyebarluasan pernyataan atau stiker/logo/brosur untuk menggugah rasa kemanusiaan di lembaga pendidikan
- Muatan kurikulum salah perlu diperbaiki dengan memberikan solidaritas kemanusiaan
- Perlunya pendidkan yang mengarah kepada paham plural di sekolah-sekolah dasar hingga perguruan tinggi
- Harus ada mata pelajaran / mata kuliah yang menjelaskan kepada anak didik bahwa perbedaan agama dan budaya kita bukan merupakan halangan bagi kita untuk hdup berdampingan
- Perlunya pelajaran tentang budaya atau seni perlu diperbanyak
PESERTA ROUND TABLE
FORLOG ANTARKITA SULAWESEI SELATAN
Tanggal, 16 Oktober 2001 di Hotel Anggrek Makassar
NO. |
N A M A |
01. |
Abd. Gafar Tahir |
02. |
Abidin Wakano |
03. |
Alimuddin |
04. |
Andi Zohra Baso |
05. |
Andre |
06. |
Arlina G. Latif |
07. |
Asrianto Saili |
08. |
Aty Rambe |
09. |
Busry Nurdin Sagala |
10. |
Cory |
11. |
Dani Sopamena |
12. |
Darmawan Mas'ud |
13. |
Dyah K. Rahadi |
14. |
Ifan |
15. |
Ishak Ngeljaratan |
16. |
Jusmiati Lestari |
17. |
Kaharuddin A. Tokkong |
18. |
Cristina J. Hatubessy |
19. |
Cristina Yosef |
20. |
Markus H. Rambe |
21. |
Muh. Hatta |
22. |
Muh. Qasim Mathar |
23. |
Muh. Yusuf T. |
24. |
Muh. Zul Asy'ari |
25. |
Mustaari Mustafa |
26. |
Nur 'Ala |
27. |
Nur Hidayat Said |
28. |
Shinta Febriani |
29. |
Widji Sri Rahayu |
30. |
Yuberlian Padele |
31. |
Yusuf Rahmat D. |
32. |
Zakaria J. Ngelow |
33. |
Zet. A. Sandia |