I. LATAR
BELAKANG UMUM
BERBAGAI
KEJAHATAN SOEHARTO / ORDE BARU
Tiga
puluh dua tahun lebih rezim Orde baru (Soeharto sebagai personifikasi Orba,
serta Militer dan Golkar sebagai manifestasi Organisasi Orba, dan berbagai
Kroni di Ekonomi maupun di Birokrasi) berkuasa. Selama itu pula Indonesia
berlumuran darah, sebagai buah dari Prilaku politik, Kerakusan, ketamakan serta
kekejaman Orde Baru untuk mempertahankan kekuasaan dan menumpuk kekayaan
(beberapa peristiwa dapat lihat di tabel)
I
. I BEBERAPA KASUS
PEMBANTAIAN RAKYAT
Peristiwa |
Kasus |
Tahun |
Korban |
Keterangan |
1965
–1971 |
Pembantaian
PKI |
1965
- 71 |
800.000–3.000.000
jiwa |
Kategori
kasus Politik |
Tanjung
Priok |
Pembantaian
massal |
1984 |
250
Jiwa |
Kategori
kasus Politik |
27
Juli |
Kompetisi
politik |
1996 |
30
Jiwa |
Kategori
kasus Politik |
Makasar |
Penolakan
tarif |
1985 |
4
mahasiswa |
Tuntutan
Mahasiswa |
Haur
Koneng |
Tanah |
- |
25
orang |
Dipolitisir
sebagai PKI |
DOM
Aceh |
Pembantaian
massal |
1980
- 90 |
30.000
jiwa |
Dituduh
GAM |
Waduk
Nipah |
Pembuatan
waduk |
- |
47
jiwa |
Dituduh
PKI |
Lampung |
Warsidi |
- |
25
jiwa |
Dituduh
GPK |
Trisakti |
Turunkan
Harga |
1998 |
4
jiwa |
Tuntutan
Mahasiswa |
Irian
/ Papua |
Pembantaian
massal |
1970
- 90 |
8.000
jiwa |
Dituduh
GPK |
Tim
Mawar |
Penculikan
Aktivis |
1996
- 97 |
22
orang |
Kategori
kasus politik. |
Marsinah |
Pembunuhan |
- |
1
orang |
Tuntutan
normatif Buruh |
Udin
Bernas |
Pembunuhan |
- |
1
orang |
Pemberitaan
Wartawan. |
Dan
lain-lain |
- |
1970
- 90 |
Sekitar 1.000.000 jiwa |
Dituduh
PKI / NII / GPK |
Berbagai kasus lain sampai saat ini
diperkirakan sekitar 200 kasus pembunuhan / pembantaian yang dilakukan Orde
Baru dengan berbagai motif. Total
perkiraan korban dari sekitar 200-an kasus tersebut mencapai tidak kurang dari
1.000.000 jiwa (meninggal). Dengan demikian maka selama 32 tahun Orde Baru
berkuasa tidak kurang dari 4.000.000 jiwa Rakyat telah menjadi korbannya.
Dalam satu kesempatan Diskusi, Sejarawan Ong
Hok Ham, menyampaikan bahwa, jika dibandingkan antara jumlah korban saat
kekuasaan kolonial Belanda 350 tahun dan kekuasaan Orde Baru 32 tahun maka
ternyata jumlah korban saat Orde Baru berkuasa jauh lebih besar
dibanding saat kolonial Belanda menjajah Indonesia.
I . 2
BEBERAPA KASUS PENGGUSURAN
Peristiwa |
Daerah |
Luas
tanah |
Korban |
Ciulenyi |
Bandung |
300 hektare |
1.000 KK |
Raci |
Pasuruan |
2.000 hektare |
4.000 KK |
Grati |
Pasuruan |
8.000 hektare |
12.000 KK |
Nyamil |
Blitar |
90 hektare |
400 KK |
Kunir |
Lumajang |
80 hektare |
400 KK |
Pungguk |
Blitar |
36 hektare |
150 KK |
Nyinyir |
Blitar |
100 hektare |
600 KK |
Sunggal |
Medan |
167 hektare |
200 KK |
Tj
Bulan |
Sum-Sel |
12.000
hektare |
100.000 KK |
Martoba |
P
Siantar |
54 hektare |
130 KK |
Percut |
Deli
Serdang |
1.236 hektare |
2.000 KK |
Tuntungan |
Sumatera
Utara |
1.000 hektare |
1.800 KK |
Kedung
Ombo |
Jawa
Tengah |
4 Kecamatan |
27.000 KK |
Pulau
Bintan |
Riau
kepulauan |
23.000 hektare |
14.000 KK |
SUTT/SUTET |
Jawa
– Bali – Sumatera - dll |
Ratusan desa |
- |
Agrabinta |
Cianjur
Selatan |
10 desa |
10.000 KK |
Dan
lain-lain |
- |
- |
1000.000
KK |
Kasus-kasus penggusuran tanah lainnya masih berjumlah sangat banyak (sekitar 1.800 kasus yang tercatat) diberbagai daerah dengan perkiraan korban gusuran tidak kurang dari 3.000.000 jiwa. Motif umum dari kasus pengusuran ini adalah pengambilan Hak tanah Rakyat menjadi Pabrik, Pangkalan militer, Waduk, dan sebagainya.
Kasus |
Perkiraan Korupsi ( Rp ) |
Keterangan |
BBPC |
Rp 118.000.000.000,- |
Monopoli penanaman dan distribusi cengkeh. |
Timor |
Rp 10.000.000.000,- |
Manipulasi pembuatan Mobil Nasional |
DAKAB |
Rp 85.000.000.000,- |
Manipulasi dan Korupsi melalui Yayasan. |
SUPER SEMAR |
Rp 90.000.000.000,- |
Manipulasi dan Korupsi melalui Yayasan. |
Tata Niaga Jeruk |
Rp 32.000.000.000,- |
Monopoli tata niaga jeruk di kalimantan. |
Impor Gandum |
Rp
800.000.000.000.000,- |
Manipulasi dan Korupsi Impor Gandum dari
AS |
Jalan Tol |
Rp
60.000.000.000.000,- |
Monopoli pengelolaan jalan tol. |
PERTAMINA |
Rp
77.000.000.000.000,- |
Korupsi dan Penyeludupan minyak di
Pertamina. |
Listrik Swasta |
Rp
160.000.000.000.000,- |
Korupsi dan Manipluasi pembelian listrik
swasta. |
FREEPORT |
Rp
200.000.000.000.000,- |
Korupsi, Manipluasi dari konsesi FREEPORT. |
Dana Non Budgeter |
Rp
200.000.000.000.000,- |
Korupsi dana Dept yang tak tertulis di
Budget |
Mark Up dana BUMN |
Rp
150.000.000.000.000,- |
Korupsi dari memanipulasi dana BUMN. |
Dana Reboisasi |
Rp 50.000.000.000,- |
Korupsi dana Reboisasi untuk IPTN. |
Diperkirakan masih ada sekitar 1.200 macam
bentuk korupsi, kolusi dan manipulasi yang dilakukan oleh Soeharto dan Kroninya
(Militer, Birokrat dan Swasta / Konglomerat) dengan jumlah perkiraan uang
Rakyat yang dikorupsi berjumlah tidak kurang dari 220 milyard dollar AS, mulai
dari tahun 1967 hingga saat ini.
I . 4 KASUS-KASUS LAIN.
Selain kedua kualifikasi kasus tersebut di
atas maka masih banyak ternjadi kasus lainnya yaitu antara lain adalah ;
Penangkapan semena-mena, Pembredelan media massa, Penculikan Aktivis Mahasiswa,
Aktivis Buruh, Penyalahgunaan
kewenangan dan sebagainya.
Dari seluruh peristiwa kekejaman
Orde Baru dengan berbagai kasus tersebut di atas yang menelan begitu banyak
korban ternyata hingga saat ini tidak satupun yang terungkap, bahkan
sebaliknya, Hukum (Sistem dan Birokrasi) pada kenyataanya justeru memberikan
vonis bebas kepada Soeharto dan Kroninya. Dari peristiwa bebasnya Soeharto dan
Kroninya maka sesungguhnya kita tahu dan sadar bahwa Hukum ternyata memang tidak
berpihak pada Rakyat dan Rasa Keadilan yang hidup di masyarakat. Hukum saat ini
justeru di jadikan alat untuk melanggengkan Impunity, contohnya antara lain
adalah ketika Kejaksaan Agung memilih
gugatan terhadap Soeharto dari kasus Yayasan – yayasannya dengan Dakwaan pada
Soeharto selaku kapasitasnya sebagai ketua yayasan tersebut bukan sebagai
kapasitasnya selaku Presiden, padahal sesungguhnya seluruh praktek korupsi yang
dilakukan Soeharto dapat terjadi karena kekuasaan dan kewenanganya selaku
Presiden (Abuse of Power / penyalahgunaan wewenang dulu baru terjadi Korupsi).
Contoh lain, adalah kenapa tuntutan terhadap Soeharto hanya terfokus pada
persoalan Yayasan saja tidak menyentuh persoalan-persoalan pelanggaran HAM dan
Kekejaman Politiknya. Singkatnya, sampai saat ini mekanisme hukum dan perangkat
birokrasi (Aparat penegak hukum) tetap tidak pernah berhasil mengungkap
berbagai peristiwa pembantaian, penggusuran, Korupsi, Manipulasi dan Kolusi
yang terjadi dan kemudian menangkap, mengadili serta memenjarakan para
pelakunya.
II.
MASALAH
A.
HUKUM (SISTEM DAN PERAGKATNYA) TIDAK BERPIHAK PADA KEADILAN
Sebagian besar hukum positif (KUHP, KUHAP,
UU Anti Korupsi, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presien,
Keputusan Menteri serta berbagai peraturan perundangan lainnya) yang berlaku di
Indonesia dibuat pada masa pemerintahan Orde Baru yang diciptakan oleh Soeharto
(Eksekutif saat itu yang berwenang untuk ikut membuat undang-undang bersama DPR
/ Legislatif). Dalam menciptakan Hukum tersebut Soeharto telah mempertimbangkan
agar perbuatan dan prilaku Politik dan
Ekonominya tidak dapat dijerat oleh Hukum, setidaknya dalam tafsir
konstitusionalnya.. Selain itu untuk lebih menjamini perlindungan hukum
terhadap dirinya maka kemudian Soeharto juga menempatkan orang-orang yang loyal
/ setia padanya untuk menduduki posisi-posisi strategis dan menentukan dalam
seluruh struktur pemerintahan (perhatikan komposisi Parlemen dan Kabinet yang
diisi oleh orang-orang loyalis Orde Baru), khususnya dalam hal ini adalah
Yudikatif (Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Departemen Kehakiman dan
Kepolisian). Dengan demikian maka
jangan heran bahwa sejak berkuasa sampai saat ini Soeharto serta
kroninya tidak dapat tersentuh oleh hukum, sebab jelas hal yang sangat mustahil
untuk menyeret dan mengadili Soeharto dengan menggunakan hukum yang dia
ciptakan. Hukum menjadi alat untuk melanggengkan Impunity.
B. TIDAK
ADANYA POLITICAL WILL PEMERINTAH
Pernyataan Gus Dur bahwa ia akan
mengampuni Soeharto setelah di adili pada hakekatnya adalah pernyataan politik
yang tidak perlu dan prematur dalam konteks penegakan nilai-nilai Keadilan.
Begitu pula dengan sikap politik Gu Dur yang belakangan ternyata mengampuni
tiga orang konglomerat (Marimutu Sinivasan, Samsul Nursalim, Prayogo Pangestu)
juga adalah investasi yang buruk bila Gus Dur berniat untuk menanamkan fondasi
Demokrasi Dari ke dua hal tersebut
tampak bahwa pemerintahan Gus Dur tidak memiliki Political Will untuk menyelesaikan
secara komprehensif persoalan-persoalan lama ( pelanggaran HAM, Korupsi,
Kolusi, Kejahatan Politik dan Sebagainya ). Dari sisi lain bisa juga
ditafsirkan bahwa Pernyataan dan Sikap Gus Dur tersebut mengindikasikan telah
terjadi kompromi politik antara Eksekutif dengan para Konglomerat dan Orde
Baru.
C. KOLABORASI
PARLEMEN DENGAN MILITER DAN ORDE BARU
Dengan ditetapkanya prinsip
Non-retroactivity dalam hasil ke dua amandemen UUD 1945 dengan definisi yang sumir dan samar yang
membuka ruang terjadinya penyesatan dalam tafsiran konstitusional bahwa para
pelaku pelanggaran HAM dan pelaku kejahatan kemanusiaan dan politik di masa
lalu tidak perlu diadili semakin menjadi jelas dan tegas bahkan sangat vulgar
bahwa di parlemen telah terjadi konspirasi dan kolaborasi antara Parlemen
dengan Militer dan Orde baru (Perhatikan komposisi susduk DPR/MPR). Berikutnya
bahwa yang terjadi ternyata tidak hanya Soeharto seorang yang mendapatkan
Impunity melainkan juga kroni-kroninya di Militer, Golkar dan Kroni Ekonominya.
D.
KEJAHATAN KEMANUSIAAN, KORUPSI, KOLUSI TERUS TERJADI
Tidak
adanya sanksi terhadap para pelaku kejahatan HAM, Korupsi, Kolusi dan
sebagainya sebagai akibat lemahnya hukum, tidak adanya poltical will pemerintah
dan terjadinya kolaborasi Parlemen dengan Militer dan Orde Baru, sedikit banyak telah membangun situasi yang
kemudian mewajarkan setiap bentuk kejahatan tersebut dan selanjutnya menjadi
sah untuk di ulangi dikemudian hari. Setidaknya itulah gambaran situasi yang
terjadi saat ini. Bahkan hal itu menjadi semakin terlihat ketika Parlemen dan
Eksekutif telah sepakat untuk kembali memberlakukan UU PKB yang jelas-jelas
mengandung semangat Represif dan berwatak Fasis.
Korupsi di setiap Lembaga Tinggi
Negara, Departemen, BUMN dan berbagai Instansi pemerintah terus terjadi dengan
kuantitas yang tidak berkurang bahkan dengan kualitas yang semakin berkembang.
Sementara itu, Kolusi dan Nepotisme juga tidak ada pengurangan sama sekali.
Tender-tender proyek, penentuan kebijakan ekonomi, dan penyelesaian kasus-kasus
perdata maupun pidana juga dipenuhi dengan kolusi dan nepotisme.
Perampasan terhadap hak-hak Rakyat
tidak pernah diselesaikan bahkan terus berulang-ulang terjadi. Kasus-kasus lama
tidak terselesaikan kasus-kasus baru kembali bermunculan. Tidak ada kejeraan
sedikitpun dari para pelaku kejahatan terhadap Kemanusiaan, Politik dan
kejahatan Ekonomi hingga hari ini.
III
MAHKAMAH RAKYAT SEBAGAI SOLUSI
A.
HUKUM DAN KEADILAN
Hukum (Recht / Law) pada hakekatnya
bukanlah tujuan melainkan Mekanisme, cara atau alat ( tool ) untuk menuju pada
penegakan Keadilan ( justice ). Artinya ketika, hukum itu rusak dan tidak mampu
membawa Rakyat pada Keadilan yang di rindukan dan di cita-citakan maka bukan
berarti bahwa Keadilannya juga harus dikorbankan demi hukum, apalagi ketika
disadari bahwa hukum yang ada, hukum yang di buat bukanlah berpihak pada
kepentingan Rakyat dan bukan berpijak pada Rasa keadilan yang hidup di
masyarakat melainkan berpihak kepada kelas yang berkuasa. Dengan demikian, jika
hukum tidak dapat mewujudkan Keadilan maka Keadilan pasti, cepat atau lambat
akan mencari jalannya sendiri.
Hukum dibuat oleh Negara, tetapi
keadilan tidak diciptakan oleh Negara, keadilan tidak di buat, keadilan lahir
ada dan tumbuh dalam setiap urat nadi dan hati nurani Rakyat. Keadilan yang
Universal tidak diskriminatif dan keluar dari sekat-sekat perbedaan Suku, Warna
kulit, Kebangsaan, Keyakinan bahkan Agama sekalipun. Sebab nmilai-nilai
keadilan yang Universal itu justeru menjadi perjuangan semua umat manusia dari
berbagai Suku, Warna kulit, Jenis kelamin, Agama, Keyakinan dan sebagainya.
Setidaknya nilai keadilan universal itu berlaku umum di berbagai tempat, di
berbagai wilayah negara. Keadilan Universal menyatakan dalam realitasnya bahwa DIMANAPUN TIRANI PASTI TUMBANG ( 12 Diktator ).
No |
Diktator |
Negara |
Harta dan Kejahatan |
Hukuman |
1 |
Idi Amin |
Uganda |
Korupsi 20 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1
juta jiwa |
Lari ke luar Negeri. |
2 |
Baby Doc |
Haiti |
Korupsi 35 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1
juta jiwa |
Lari ke luar Negeri. |
3 |
Roh Tae Woo |
Korea |
Korupsi 22 Milyard Dollar US, Pembunuhan
500 ribu jiwa |
Penjara 22,5 tahun |
4 |
C Do Hwan |
Korea |
Korupsi 20 Milyard Dollar US, Pembunuhan
670 ribu jiwa |
Di hukum mati |
5 |
Alfredo S |
Paraguay |
Korupsi 30 Milyard Dollar US, Pembunuhan
800 ribu jiwa |
Buang ke luar Negeri |
6 |
JB Bokasa |
Afrika |
Korupsi 35 Milyard Dollar US, Pembunuhan
900 ribu jiwa |
Penjara seumur hidup |
7 |
N Causescu |
Rumania |
Korupsi 28 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1
juta jiwa |
Tembak Mati. |
8 |
L Garcia M |
Bolivia |
Korupsi 30 Milyard Dollar US, Pembunuhan 1
juta jiwa |
Penjara 30 tahun |
9 |
F Marcos |
Philipina |
Korupsi 30 Milyard Dollar US, Pembunuhan
800 ribu jiwa |
Lari ke luar Negeri |
10 |
J Videla |
Argentina |
Korupsi 41 Milyard Dollar US, Pembunuhan
1,2 juta jiwa |