GELARSmunsa Pamekasan   HomeArtikelEdisi TerbaruUMPTNPTN / PTSForum   Help


Quick link :

Situs Khusus Buat Pelajar Indonesia

, Sekarang adalah

Home
Artikel
Forum
PTN / PTS
UMPTN
Help
 
Majalah resmi milik pelajar Smunsa Pamekasan ini akan selalu di-up-date seperlunya.
Launching pada 5 Maret 2001

Search (cari) : 
  

Artikel Gelar On.
Situs Majalah Remaja yang diterbitkan oleh Smunsa Pamekasan

Emotional Intelligence

Selama ini kitakita barangkali cuma familiar sama yang namanya IQ alias Intelligence Quotient, yaitu tingkat atau nilai kecerdasan. Sampe-sampe ada istilah IQ jongkok. Ini biasanya ditujukan buat standar IQ dibawah 100. Orang-orang yang punya IQ segitu umumnya dicirikan idiot atau telmi alias telat mikir. IQ yang normal umumnya minimal di atas 100 atau 110. Sementara ada juga IQ brilyan yang berkisar di atas 120. Nah, orang-orang pinter dan jenius kayak B.J. Habibie yang sanggup bikin pesawat terbang konon sampe punya IQ sekitar 170-an.

Konsep IQ mengacu pada kecerdasan otak kiri. Otak kiri, dalam analisis para pakar, diyakini bermuatan daya kritis, analisis, logika dan aritmatika. Biasanya orang-orang yang pinter matematika atau cerdas ilmu eksakta, diyakini, memiliki bagian otak kiri yang lebih besar daripada belahan otak kanannya.

IQ didefinisikan sebagai: (1) kemampuan untuk bekerja dengan abstraksi (ide, symbol, prinsip hubungan, konsep dan prinsip); (2) kemampuan untuk belajar dan menggunakan abstraksi tersebut dan (3) kemampuan untuk menyelesaikan masalah termasuk masalah yang sama sekali baru.

Ternyata IQ nggak sendirian. Doski juga punya saudara kandung. Kelahiran saudaranya itu dibidani oleh seorang pakar psikologi Amerika, Daniel Goleman, pada tahun 1950-an. Oom Daniel ini menulis sebuah buku berjudul Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional) yang isinya menyatakan bahwa sesungguhnya IQ bukan satu-satunya faktor kesuksesan tapi yang terutama adalah EI alias Emotional Intelligence, kecerdasan emosional. Nah, EI inilah-beberapa pakar menyebutnya EQ atau Emotional Quotient-saudara kandung IQ yang bahkan sekarang lebih populer dibandingkan kakaknya tersebut.

EI -yang beberapa pakar menyebutnya sebagai "IQ Sosial"- adalah kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam menghadapi atau berhubungan dengan orang lain. Si EI ini berkait erat dengan otak kanan. Hal-hal seperti emosi, daya kreasi atau empati bertempat di belahan otak yang satu ini.

Konon, untuk mencapai kesuksesan hidup, orang tidak butuh IQ tinggi tapi justru butuh EI yang tinggi. Contohnya, orang yang cerdas bukan main tapi gampang putus asa dan tidak mampu berempati (menghayati perasaan) pada orang lain cenderung dijauhi lingkungan sosialnya. Nah, biar doski pinter sekalipun, tapi orangnya judes, mana ada yang suka khan? Sementara orang ber-IQ biasa-biasa saja tetapi sanggup bergaul sehat, alias tidak kuper dan tidak pula kebablasan, umumnya lebih berhasil dalam hidupnya. Nah kabarnya, maraknya tawuran pelajar di Indonesia salah satunya karena ABG Indonesia kurang dilatih ketrampilan EI sehingga kesulitan menerima perbedaan dan tak mudah bertoleransi dengan orang lain.

Ketrampilan apa aja sih yang tergolong dalam EI? Ada 3 faktor dalam EI yakni ketrampilan emosional, kognitif (pengetahuan) dan perilaku. Ketrampilan emosional mencakup identifikasi atau mengenali nama-nama orang; mengungkapkan perasaan atau curhat; menilai kedalaman (intensitas) perasaan; me-manage (menunda atau menahan saat sedih atau marah) perasaan dan emosi; mengurangi stress atau tekanan lingkungan dan mengetahui perbedaan perasaan.

Ketrampilan kognitif antara lain kemampuan memahami sudut pandang orang lain; mengenali isyarat dan aturan sosial atau sopan santun; introspeksi atau evaluasi diri; berpikir positif; kesadaran diri, dan menyelesaikan masalah. Sementara ketrampilan perilaku meliputi kemampuan non-verbal (menyampaikan pesan atau perasaan dengan bahasa atau isyarat tubuh) dan verbal (berbicara).

Semua keterampilan tersebut dapat dimiliki semua orang termasuk kitakita. Contohnya, kitakita dapat melatih ketrampilan emosional dengan cara bersikap sebagai pendengar yang baik (good listener) dan banyak berdiskusi dengan teman-teman sehingga kitakita dapat curhat sekaligus memahami perasaan orang lain. Pada saat bersamaan, dengan cara banyak diskusi dan bergaul dengan orang lain, kitakita dapat melatih keterampilan kognitif dan perilaku. Nah, gampang khan?

Balik

Rhi-D-sign

 




Artikel ini diambil dari berbagai sumber
Hak cipta pada
Hanafi Firdaus®
Copyright 2001