Radar Madura / Jawa Pos / 23  Apr. 2001
Kecewa, Pengungsi Ancam Kembali ke Sampit
SAMPANG - Akibat semakin tidak jelasnya penanganan kasus  pembantaian masyarakat etnis Madura di Kalimantan Tengah, Forum Komunikasi  Korban Kalteng (FK3) mengancam akan bergerak sendiri untuk kembali ke Sampit.  "Bila dalam jangka waktu satu bulan, kasus ini tetap tidak ada penyelesaian  secara konkrit, maka jangan salahkan kami bila bergerak dengan menggunakan cara  kami sendiri," ungkap Ketua FK3 KH Mas?ad Ikhsan.
Menurut pengasuh Ponpes  Nahdhatul Wathon Sampit ini, sampai saat ini, pemerintah pusat belum melakukan  langkah yang berarti dalam menyelesaikan kasus pembantaian bernuansa SARA di  Sampit. Buktinya, konflik etnis yang terjadi di tanah Kalimantan bukannya  semakin berkurang, bahkan semakin meluas ke daerah-daerah lain.
"Yang sangat kami sesalkan,  mengapa pemerintah pusat tidak segera melokalisir daerah konflik. Bahkan,  sepertinya, mereka sengaja membiarkan warga etnis Madura dihabisi oleh orang  Dayak. Jadi, tolong masalah ini segera diselesaikan. Sebab, kesabaran kami ada  batasnya," tegas KH Mas?ad.
Sementara itu, puluhan ulama  yang tergabung dalam Forum Pembela Korban Sampit (FPKS) menggelar pertemuan  mendadak di Ponpes Robithotul Islamiyah di Jalan Kusuma Bangsa Sampang. Hadir  dalam pertemuan ini KH Alawy Muhammad, KH Muqtadir Shonhaji, KH Yahya  Hamiduddin, dan KH Fauroeq Alawy Muhammad LC.
Dalam pertemuan itu, FPKS  mengeluarkan beberapa pernyataan sikap yang isinya menuntut pertanggungjawaban  pemerintah pusat atas peristiwa pembantaian yang terjadi di Sampit. Selain itu,  FPKS juga menuntut pemerintah pusat segera mengembalikan para pengungsi ke  tempat asalnya di Kalimantan Tengah, dengan jaminan keamanan penuh.
Mereka juga mendesak  pemerintah pusat menyelesaikan kasus ini secara moral dan hukum, serta menjaga  semua aset dan hak milik pengungsi yang ada di Kalteng. "Bila tuntutan ini tidak  mendapat tanggapan serius dari pemerintah pusat, maka FPKS akan melakukan  langkah sendiri," tegas KH Fauroeq Alawy Muhammad LC, tanpa bersedia menjelaskan  langkahnya itu.
Menurut KH Fauroeq, latar  belakang dikeluarkannya tuntutan ini disebabkan keprihatinan tokoh ulama atas  belum adanya langkah-langkah konkrit penyelesaian kasus Sampit. Pemerintah  dinilai oleh FPKS hanya sebatas memberikan bantuan pada pengungsi. Belum  melangkah untuk menyelesaikan kasus ini secara sungguh-sungguh dan komprehensif.
"Terus terang, kami khawatir  dengan kondisi bangsa yang semakin tidak menentu ini, akan menjadikan kasus  tragedi kemanusiaan di Kalteng seperti kasus Sambas yang sampai sekarang  nasibnya dibiarkan begitu saja," tandas KH Fauroeq. (fiq).
--- *** ---
Radar Madura / 26 April  2001.
Ribuan Orang Daftar  GPTK
Ra Imam: Tragedi Kalimantan  Tengah Tanggung Jawab Pemerintah
BANGKALAN - Ini beda dengan pasukan  berani mati (PBM). Tapi, pendaftarnya juga ribuan. Ternyata, Gerakan Pembelaan  Tragedi Kalimantan (GPTK) yang menampung relawan untuk tragedi Kalimantan sudah  menerima ribuan relawan.
Menurut salah satu  penggagasnya RH Nasir Zaini, di Sumenep saja pendaftar GPTK sudah  mencapai 4.500 orang. Kebanyakan mereka mendaftar secara langsung ke  ketua Ikatan Keluarga Madura (Ikamra) Wilayah Timur H Abdurrahim.  Sedangkan di Bangkalan dan Sampang mencapai sekitar 1000 pendaftar.
"Mereka sudah  berbondong-bondong mendaftar sejak Selasa kemarin. Padahal, formulir pendaftaran  masih belum selesai dicetak,"ungkap Nasir.
Sementara penggagas GPTK lainnya KH Imam Buchori mengatakan bahwa kehadiran GPTK bukanlah  suatu ancaman atau bahkan sikap skeptis warga Madura. GPTK akan memberikan  nuansa yang dinamis dan tetap menjaga norma agama dan norma  kebangsaan.
"Selama pemerintah mau  memperhatikan kami sebagai orang yang di-dhalimi, kita akan tetap sportif dan  akan menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan aturan atau tata cara yang ada,"  tegasnya. "Saya tidak ingin kehadiran GPTK akan semakin memperunyam  permasalahan."
Yang menarik, formulasi  gerakan GPTK adalah tidak akan pernah melakukan negosiasi atau rekonsiliasi  dengan pihak Dayak atau Melayu. "Kami tidak akan berurusan dengan mereka.  Beberapa kali pertemuan sudah dilakukan, tapi hasilnya tidak ada. Semua hanyalah  seremonial belaka," tandasnya.
Menurut dia, tragedi  Kalimantan adalah tanggung jawab pemerintah dan harus diselesaikan oleh  pemerintah pula. Selain menuntut agar segera dilakukan roling jabatan untuk daerah yang ditimpa musibah, seperti Sampit dan Palangkaraya, dia juga  berharap agar pemerintah memberikan maklumat kepada daerah lain di Kalimantan  agar tragedi berdarah ini tidak terulang lagi.
Ra Imam juga menuntut kepada  pemerintah agar segera menangkap para provokator yang menjadi dalang kerusuhan  Sampit. Semua yang berkaitan dengan tragedi Sampit, menurutnya, harus  diselesaikan secara serius dengan menegakkan supremasi hukum.
"Bila semua tuntutan kita  tidak diterima, kita akan menerapkan langkah pamungkas, yaitu menyerbu  Kalimantan. Penyerangan bagi kami bukan prioritas, tapi bagaimanapun itu tetap  akan dijadikan langkah pamungkas," tandasnya.
Hal itu juga ditegaskan Nasir  yang juga Korwil Ikamra Madura. Dia bilang, penyerangan ke Kalimantan akan  dilakukan setelah beberapa tahap yang dilalui tidak menemukan hasil yang  konkrit. "Semua anggota GPTK akan dilatih ilmu perang gerilya. Saya sendiri  yang akan memimpin penyerbuan itu," tandas Nasir berapi-api.
Menurut Ra Imam, kemungkinan  para relawan GPTK akan dilatih di Gunung Geger. Yang akan memberikan latihan  ilmu kanuragan akan dipimpin langsung oleh KH Abdullah  Schal.
"Kalau penyerangan itu tidak  jadi, karena tuntutan diterima, para anggota GPTK tidak rugi. Sebab, latihan itu  juga akan digunakan untuk perisai diri dan keluarga mereka, baik yang ada di  Madura maupun pengungsi yang segera akan kembali ke Sampit dan Palangkaraya,"  ujarnya. (C-3)