ANTARA, Oct 20 2005 14:15
Kasus penyerangan pos Brimob, saksi akui Asep pernah latihan
di Moro
Ambon (ANTARA News) - Pengadilan negeri Ambon kembali menggelar sidang
lanjutan kasus penembakan Desa Wamkana, Kecamatan Buru Selatan dan
penyerangan Pos Brimob Bawah Kendali Operasi (BKO) asal Kaltim di Desa Loki,
Kecamatan Piru, Kabupaten Seram Bahagian Barat (SBB), dengan memeriksa dua
saksi atas terdakwa Asep Djaya alias Dahlan alias Yahya alias Adji (22).
Majelis hakim yang dipimpin Kharlison Harianja, SH dalam persidangan di Ambon,
Kamis, mendengar penuturan saksi Zainuddin Nasir (28) yang mengaku kenal
terdakwa sejak tahun 2001 saat mengambil sembako.
Perkenalan itu makin erat ketika mereka terkumpul dalam sebuah kelompok
Mujahiddin yang sering melakukan pengajian dan rapat-rapat khusus untuk menyusun
rencana-rencana penyerangan ke berbagai lokasi sasaran.
"Saya makin kenal saudara Asep tahun 2005 ketika dia menetap beberapa bulan di
rumah saya dan dari situ diketahui kalau Asep yang pandai merak! it bom sehari
empat buah itu pernah mengikuti latihan di Moro, Philipina Selatan beberapa tahun
lalu," aku putra asal Padang tersebut.
Zainuddin yang sejak akhir Desember 2000 datang ke Ambon bersama tiga rekan
sekampungnya kini telah menikah dengan seorang wanita asal Desa Wamsisi,
Kecamatan Buru Selatan dan dikaruniai dua orang anak itu mengaku tidak ikut serta
dalam penyerangan dua pos Brimob BKO di desa Loki karena salah satu anaknya
sedang sakit dan dirawat di rumah sakit.
Namun untuk kasus penembakan warga sipil di Desa Wamkana, kecamatan Buru
Selatan pada 4 Mei 2004 yang menewaskan tiga orang, ia mengaku dirinya saat itu
turut menggali senjata milik Mato yang ditanam dalam hutan desa Wamsisi, dan
dirinya mengakui tahu persis rencana penyerangan ke Seram Bahagian Barat karena
ikut hadir dalam rapat di rumah Ustad Arsad untuk merencanakan aksi
penyererangan dimaksud.
"Yang membuka acara rapat ketika itu saudara Asep selajutnya yang banyak
berbicara didalamn! ya seperti Ikhlas dan Abu Harun dan dalam rapat itu juga Ustad
Arsad langsung menentukan siapa saja yang akan melakukan penyerangan ke
Seram Bagian Barat tapi belum ditentukan lokasi serta sasarannya," ujarnya.
Ternyata setelah tanggal 16 Mei 2005 sekitar pukul 08:00 WIT baru dirinya
mengetahui yang menjadi sasaran penyerangan itu pos Brimob dan rekan mereka
Ikhlas tewas di lokasi penyerangan sementara terdakwa Asep menderita luka tembak
lengan kiri sementara Abu Jody terkena tembakan pada lengan kanan.
Sementara saksi lainnya Ismail Vanath (28) awalnya mengaku tidak mengenal para
terdakwa termasuk Assep yang sedang terluka tapi dirinya akhirnya ditetapkan
menjadi tersangka dalam kasus penyerangan pos Brimob yang menewaskan lima
anggota.
"Tanggal 16 Mei 2005 sekitar jam 08.00 WIT saya sedang tertidur lalu dibangunkan
Bripda Ahmad Selah, katanya ada dua pasien sedang mencari saya," ujar mantri
kesehatan yang juga PNS Kesdam XVI/Pattimura itu.
Saat mend! atangi dirinya, para terdakwa mengaku mengalami kecelakaan lalu lintas
sehingga perlu mendapat perawatan medis berupa Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K) namun saksi menyarankan kepada Ustad Arsad agar dilarikan ke
Rumah Sakit terdekat mengingat luka yang dialami terdakwa Assep sangat parah
dengan posisi tulang lengah kiri patah.
Namun belum sempat kedua pasien ini dilarikan ke RS, muncul aparat kepolisian
mengepung rumahnya di kawasan Air Kuning (Kebun Cengkih) dan meringkus semua
pelaku yang ada diantaranya Abdullah Umakitty, Zainuddin Nasir, Asep Jaya, Jody
dan mantri Ismail Vanath.
Perbuatan para terdakwa ini dituntut JPU Hamzah Ohoijulun, Sh dengan pasal 14
Junto pasal 6 Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang terorisme Jo pasal 66
ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga Kamis (27/10) mendatang
untuk mendengarkan keterangan dua saksi lainnya.(*)
LKBN ANTARA Copyright © 2005
|