KOMPAS, Selasa, 01 November 2005
Hampir Seribu Warga Tentena Hadiri Pemakaman Ida Yarni
Poso, Kompas - Warga Tentena berduka. Senin (31/10) kemarin lautan manusia
menghadiri pemakaman Ida Yarni Sambue (15). Jumlahnya diperkirakan hampir
seribu orang. Ida adalah satu dari tiga korban pembunuhan di Poso, Sabtu lalu. Dua
korban lainnya, Theresia Morangki (15) dan Alfita Poliwo (19), telah dikebumikan di
Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Bukit Bambu, Kecamatan Poso Kota, Minggu.
Warga Tentena mulai keluar rumah sekitar pukul 10.00 Wita saat acara ibadah
penguburan Ida dimulai di Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Bukit Zaitun,
Tentena. GKST Bukit Zaitun adalah gereja yang khusus dibangun untuk pengungsi
dari Kelurahan Bukit Bambu.
Ibadah dipimpin Pendeta Tacoburi dan berlangsung khidmat selama sekitar satu jam.
Pada pukul 11.00, peti jenazah Ida dibawa ke pemakaman, sekitar 500 meter dari
GKST Bukit Zaitun.
Sehari sebelumnya, pemakaman Theresia dan Alfita juga dipadati warga. Kedua
korban dimakamkan dalam satu liang kubur, diletakkan berdampingan.
Markus Sambue (53) dan Wanggo (48) "ayah dan ibu Ida" mengatakan, mereka
sangat terpukul dengan kematian Ida.
Keluarga Markus adalah satu dari puluhan keluarga asal Kelurahan Bukit Bambu
yang mengungsi ke Tentena tahun 2000 pascakonflik horizontal. Selama di Tentena
mereka menjadi buruh tani. Dua tahun lalu mereka diminta kembali ke Bukit Bambu.
"Saat itu pemerintah dan polisi mengatakan suasana sudah aman," kata Markus.
Sebagian warga, termasuk orangtua Theresia dan Alfita, juga orangtua Nofiana
Malewa (15) "korban selamat yang sampai saat ini dirawat di RS Bhayangkara Palu"
mengikuti anjuran itu. Setamat SMP Ida melanjutkan ke SMA Kristen Poso dan
tinggal di rumah kakaknya di Bukit Bambu. Apanya yang aman? Anak-anak kami
yang hendak berangkat ke sekolah justru dipenggal, kata Wanggo dan Markus
terbata-bata.
Kepada Kompas, orangtua korban mengatakan, pelaku kejahatan itu adalah
orang-orang yang tidak beragama dan tidak memiliki hati nurani.
Kami sangat sadar bahwa ini adalah upaya sekelompok orang untuk membenturkan
kembali umat beragama di Poso. Namun, di sini kami katakan, warga Poso yang
memiliki keyakinan berbeda dengan kami adalah saudara-saudara kami. Jadi, kami
tegaskan, kami tidak akan terpengaruh dengan provokasi itu. (REI)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|