The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Selasa, 03 Januari 2006

Pembunuh Berkacamata Kuda di Palu

Peter Rosler Garcia

Orang berkacamata kuda membunuh lagi, kali ini di Palu. Orang itu tentu lain dari kuda bertingkap mata. Tetapi, mereka bukan orang biasa. Hati mereka penuh dengan kebencian dan pikiran mereka picik sekali. Juga mereka suka mereduksikan ikatan antarmanusia yang mencakupi bermacam hal kepada satu aspek saja yang membelah-belah kaum manusia.

Sejarah sudah memberi banyak contoh tingkah laku semacam itu. Dari contoh itu kelihatan bahwa kelompok dungu dan picik itu sangat suka mereduksi manusia kepada aspek ras, suku, atau agama.

Pengurangan ikatan antarmanusia punya satu tujuan saja: menguasai dan memanipulasi orang yang sesama ras, suku, atau agama. Dan mengasingkan, mengusir serta akhirnya membunuh orang yang lain ras, suku, atau agama. Orang berkacamata kuda dengan gampang bisa menjadi pembunuh. Itu juga sudah dibuktikan oleh sejarah kaum manusia.

Kekejaman Nazi Jerman

Contoh paling dahsyat tentu saja kelompok Nazi Jerman. Mula-mula mereka mengasingkan kaum Yahudi. Jerman ”asli” dilarang membeli barang di toko milik Yahudi atau menikah dengan orang Yahudi. Kemudian sinagoga dan rumah ibadah Yahudi dibakar. Juga, orang Yahudi dipaksa menjual rumah, tanah, toko, dan perusahaan mereka kepada orang Jerman ”asli”. Akhirnya, kelompok Nazi membunuh dalam pabrik kematian mereka, kira-kira enam juta orang Yahudi dari hampir seluruh negara Eropa.

Semua kejahatan itu didasarkan atas satu alasan saja: darah kaum Yahudi kurang bermutu dan mencemari darah kaum Jerman ”asli”. Rasisme kasar itu tentu dungu sekali. Darah Yahudi dan darah Jerman sama merah dan sama bermutunya. Dalam Perang Dunia I transfusi darah antara serdadu Jerman-Yahudi dan serdadu Jerman-”asli” berlangsung tanpa soal apa pun.

Yang lebih menyedihkan sekali, pengalaman dahsyat itu tidak bisa menghalangi terulangnya hal yang sama. Sejak runtuhnya rezim Hitler, kelompok berkacamata kuda berhasil mengasingkan dan membunuh banyak orang dalam hampir seluruh ujung dunia. Misalnya di Rwanda, anggota suku Hutu membunuh lebih dari satu juta warga suku Tutsi walaupun kedua suku itu punya bahasa, agama, kebudayaan, dan falsafah hidup yang sama. Dan banyak sekali di antara mereka kawin campur.

Satu-satunya perbedaan, suku Tutsi pada umumnya lebih kaya. Dan dulu mereka dipakai oleh kolonialis Eropa sebagai alat penguasaan seluruh bangsa Rwanda. Demi alasan-alasan itu, orang Tutsi dibantai.

Lebih sedih lagi, kelompok kacamata kuda itu juga bisa menang sekali lagi di Eropa. Kali ini alasan untuk membunuh orang lain adalah perbedaan agama. Dulu di wilayah Balkan, yang kemudian menjadi Yugoslavia, orang-orang beragama Katolik, Kristen Ortodoks, dan Islam hidup bersama secara baik dan serasi. Sultan-sultan Turki yang dulu menguasai sebagian besar wilayah itu tidak pernah melarang agama Ortodoks atau Katolik. Di bawah pemerintah Turki semua penduduk Balkan punya kebebasan beribadat. Hal itu masih berlangsung di bawah pimpinan rezim Tito.

Tetapi, waktu Yugoslavia pecah, khususnya orang Serbia yang beragama Kristen Ortodoks dan orang Kroasia yang beragama Katolik berusaha merebut bagian paling besar wilayah itu untuk mereka sendiri. Kelompok paling kecil, yaitu orang beragama Islam (Bosnia), menjadi kelompok yang paling menderita. Dan hanya intervensi bersenjata dari negara Eropa lain (yang beragama Kristen) menghalangi jumlah korban orang Bosnia yang lebih besar.

Sejarah penuh kebetulan

Apa alasannya bangsa Serbia-Kroasia-Bosnia yang tidak begitu besar punya satu bahasa tetapi tiga agama? Sejarah manusia adalah penuh dengan hal kebetulan. Wilayah Balkan itu menjadi titik pertemuan tiga kerajaan besar: Rusia, Turki, dan Austria-Hongaria. Pada dasarnya mereka satu bangsa. Dan sudah sejak lama mereka punya kebiasaan menikah campur agama. Hanya orang berkacamata kuda bisa melupakan sejarah dan ikatan keluarga mereka.

Di kepulauan Indonesia, Islam dan Nasrani diterima suku-suku Indonesia sekitar lima abad lalu. Sebelumnya nenek moyang kebanyakan menganut agama asli atau Hindu-Buddha. Namun, sering penganut Islam dan Kristen lupa bahwa kedua agama itu berasal dari Timur Tengah dan bahwa keduanya agama saudara.

Yang jelas, kelompok kacamata kuda bisa juga ditemui di Indonesia, misalnya di Palu atau di Poso. Mereka melupakan bahwa korban mereka sesama manusia, warga negara Indonesia, suku yang sama, dan berbahasa sama walaupun berbeda agama.

Dalam hal semacam ini negara perlu lebih berperan. Fatwa-fatwa pemimpin agama yang mengharamkan pluralisme agama sama sekali tidak berguna. Fatwa semacam itu hanya menyiram minyak ke dalam api ekstremisme dan menggairahkan kelompok berkacamata kuda.

Peter Rosler Garcia Ahli Politik dan Ekonomi Luar Negeri, Hamburg, Jerman

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/haroekoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044