KOMPAS, Rabu, 04 Januari 2006
Koopskam Sulteng Terbentuk
Polisi Sebar Kuesioner kepada Warga Maesa
Jakarta, Kompas - Menyusul peledakan bom di pasar tradisional Kampung Maesa,
Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, 31 Desember 2005, pemerintah membentuk Komando
Operasi Keamanan Sulawesi Tengah sekaligus menambah jumlah pasukan yang
akan diterjunkan ke daerah itu.
Hal tersebut diungkapkan Deputi IV Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan (Polhukam) yang juga Kepala Desk Poso, Demak Lubis, di Jakarta,
Selasa kemarin, seusai menghadiri rapat koordinasi terbatas tentang Palu untuk
tingkat eselon I.
Komando Operasi Keamanan (Koopskam) Sulawesi Tengah (Sulteng) itu, menurut
Demak, nantinya bertugas mengungkap berbagai peristiwa teror yang selama ini
terjadi di Sulteng. Badan tersebut terdiri dari berbagai unsur, seperti Polri, TNI, dan
aparat pemerintah daerah serta akan berkedudukan di Kota Palu.
Demak menambahkan, menurut rencana Inspektur Jenderal Paulus Purwoko (Kepala
Divisi Humas Mabes Polri) dan Brigjen AY Nasution (Kepala Staf Divisi II Kostrad,
Cilodong) masing- masing akan ditunjuk sebagai Komandan dan Wakil Komandan
Koopskam Sulteng. Brigjen (Pol) Wahono ditunjuk sebagai Komandan Satuan Tugas
(Satgas) Palu.
Koopskam Sulteng nantinya membawahi Satgas Pengamanan Poso yang sudah
terbentuk sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2005 dan Satgas Palu
yang dibentuk bersamaan dengan Koopskam Sulteng.
Menurut Demak, Koopskam Sulteng diharapkan sudah bisa bekerja efektif mulai
Rabu ini. "Koopskam Sulteng diberi tenggat paling lambat enam bulan, atau
diharapkan bisa tiga bulan, untuk mengungkap dan menangkap pelaku peledakan
bom selama ini, termasuk di Kampung Maesa," ujarnya.
Sebarkan kuesioner
Kepala Bagian Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Makbul Padmanagara
menggelar pertemuan dengan sekitar 80 warga Kampung Maesa kemarin. Pertemuan
di Kantor Wali Kota Palu itu bertujuan mendorong warga untuk mau memberikan
keterangan berkaitan dengan bom di Pasar Maesa.
Beberapa orang yang hadir dalam pertemuan itu adalah korban ledakan yang telah
keluar dari rumah sakit. Kepada korban dan warga, polisi membagikan kuesioner
berisi pertanyaan seputar peristiwa yang menewaskan tujuh warga tersebut.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulteng Ajun Komisaris Besar Rais Adam
mengatakan, polisi telah meminta keterangan 52 warga, 35 di antaranya ditetapkan
sebagai saksi.
Setelah Richie Saputra dan ibunya, Ho Beng Swang, kemarin dua korban lagi dirujuk
ke RSUD dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar, Sulawesi Selatan. Keduanya adalah
pasangan suami-istri Aris Marimpi (37) dan Julianti Sanda (34).
Keduanya sudah menjalani operasi amputasi kaki di RS Budi Agung, Palu. Aris
diamputasi kaki kanannya, sementara Julianti diamputasi kaki kirinya.
Dari Denpasar dilaporkan, Tim Investigasi Kepolisian Daerah (Polda) Bali kembali
memeriksa empat tersangka kasus peledakan bom bunuh diri di Kuta dan Jimbaran
pada 1 Oktober 2005. Polisi menduga keempat tersangka itu mengetahui rencana
peledakan bom di Pasar Maesa.
Namun, Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar AS Reniban menolak
mengungkapkan hasil pemeriksaan secara rinci.
Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Bachrul Alam di Jakarta
mengemukakan, bom di Kampung Maesa berbeda dengan bom di Pasar Tentena,
Poso. "Materi bom yang meledak di Palu terdiri dari klorat, sulfur, dan aluminium.
Sementara materi bom Tentena terdiri dari TNT (trinitrotoluene), sulfur, dan klorat.
Bom Palu berisi kepala mortir beserta ekor yang di dalamnya ditemukan gotri,
sementara bom Pasar Tentena berisi paku," katanya. Anton menambahkan, polisi
kini terus memeriksa M yang diduga kuat sebagai pelaku
peledakan.(REI/DOE/AYS/DWA/NDY)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|