KOMPAS, Sabtu, 03 Desember 2005
Meski Ambon Kembali Dikejutkan Bom, Warga
Ambon, Kompas - Masyarakat Kota Ambon tidak panik atas sejumlah teror bom.
Sebulan terakhir teror bom melanda kota bekas konflik itu, yakni menjelang Lebaran
pada awal November dan Rabu (30/11) malam lalu di sebuah hotel di Ambon.
Kepala Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Ajun Komisaris Besar
Leonidas Braksan, Jumat (2/12), mengatakan, teror kerap terjadi menjelang hari raya
keagamaan.
Kompas menyaksikan kehidupan masyarakat Kota Ambon berlangsung normal.
Mereka tidak terpengar! uh atas teror bom. Kami tahu ada bom, tetapi kami serahkan
kepada polisi, kata Alexander, warga Batu Meja.
Rabu malam lalu polisi mengamankan sebuah benda yang diracik seperti bom. Benda
itu diletakkan di samping pintu masuk sebuah hotel bintang tiga di Kota Ambon.
Setelah diteliti, benda tersebut hanya lempengan besi kosong yang dipasangi sumbu
lalu dibungkus mirip bom. Menjelang Lebaran lalu, teror yang sama juga dilakukan.
Saat itu bom diletakkan di Jalan Diponegoro.
Kami terus menjaga Kota Ambon dari aksi-aksi teror terutama menjelang Natal dan
Tahun Baru. Kami aktif turun ke masyarakat melakukan sweeping sewaktu-waktu,
katanya.
Ia mengatakan, razia dilakukan karena para pelaku teror di Maluku belum tertangkap,
di antaranya Batar yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan di Ambon dan
penyerangan pos Brimob di Loki, Seram Barat.
Kepala Kepolisian Resor Maluku Tengah Ajun Komisaris Besar I G Ngurah Gunawan
mengatakan, pihaknya tengah mencari pengikut Batar untuk klarifikasi pengaduan
masyarakat Haya. Warga mendatangi Markas Polres Maluku Tengah di Masohi,
Kamis lalu, meminta polisi mencari 12 anak yang dikirim Batar ke Jawa.
Menurut keterangan, anak- anak Haya yang berusia 12-17 tahun itu akan
disekolahkan di pesantren di Jawa. Namun, sejak kepergian mereka Juni lalu,
sebagian orangtua tidak mengetahui keberadaan anak-anaknya tersebut.
Salah satu orangtua, Iqbal Hayoto (45), mengungkapkan, sejak kepergian putrinya,
Ulia Zain Hayoto (16), dia tak pernah tahu keberadaan anak tersebut. Bertelepon dan
berkirim surat pun tidak, katanya. Menurut Iqbal, ia merelakan putrinya ke Jawa untuk
menambah pendidikan agama. Ulia diantar Uztadz Azar, salah seorang pengajar
agama di Haya, dan Batar. Ikut dalam rombongan Ulia adalah empat anak lainnya. S!
ebelum rombongan Ulia, Batar telah mengirim tujuh anak ke Jawa.
Kepala Desa Haya Hasan Wailisa meminta polisi mengusut kasus pengiriman anak
Haya ke Jawa itu. (zal)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|