KOMPAS, Sabtu, 26 November 2005
Susah Payah untuk Menciptakan dan Mempromosikannya
Meski harus dengan susah payah, Provinsi Maluku terus berupaya mengembalikan
citranya sebagai daerah damai dan bebas konflik. Upaya menciptakan perdamaian
digalakkan dari jajaran pemerintahan hingga kalangan masyarakat bawah. Pemerintah
memelopori kegiatan massal hingga pertemuan tingkat nasional di Ambon.
Maluku Damai telah dipromosikan dalam setahun, bahkan sampai ke luar negeri.
Perdamaian menjadi prioritas pembangunan Pemerintah Provinsi Maluku ke depan.
Dalam promosi itu Pemprov M! aluku mendapat dukungan dana APBD dan APBN.
Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Ir S Assagaf mengutarakan hal itu di Ambon,
Jumat (25/11).
"Susah payah kami berpromosi Maluku Damai. Masyarakat Maluku sangat sadar
dengan perdamaian, mereka tidak terpengaruh oleh konflik kecil yang muncul di desa.
Setiap ada persoalan kami selalu membahas secara bersama tanpa rasa curiga.
Saya setahun tinggal di wilayah komunitas Kristen tanpa ada gangguan," paparnya.
Oleh karena itu, Assagaf mengajak masyarakat Indonesia untuk mengunjungi Maluku
tanpa rasa takut. Menurut dia, Maluku telah siap menerima pendatang maupun tamu
dari mana saja. "Anda sudah menyaksikan kehidupan di Ambon. Ke mana-mana
tidak ada gangguan kan?" ujarnya.
Setahun belakangan ini Kota Ambon dan wilayah bekas konflik di Maluku
menunjukkan keamanan secara signifikan.
Masyarakat bebas ke mana- mana ! meski menyusuri wilayah dua komunitas yang
pernah bertikai. Rumah ibadah seperti gereja dan masjid tampak mulai direhabilitasi.
"Katong so capek bertikai lagi," tutur David Mustika, warga Poka, Kota Ambon.
Dukungan keamanan juga datang dari kalangan aparat kepolisian dan TNI yang
menindak tegas masyarakat pelanggar hukum. Polisi Maluku langsung menyeret para
pelaku kasus peledakan bom dan penembakan ke pengadilan.
Assagaf mengungkapkan, selama setahun belakangan hanya dua konflik terjadi,
justru terjadi pada skala lokal yang berseteru soal adat desa. Menurut dia, konflik
antara warga Desa Mamala dan Desa Marole, Kamis lalu, serta kasus Waihong
bukan konflik agama.
Mayoritas masyarakat di Mamala dan Marole beragama Islam, sedangkan kasus di
Waihong terjadi karena kesalahpahaman antara aparat keamanan dan pemuda pada
pesta perkawinan. Atas konflik Mamala dan Marole telah diselesaikan secara
persuasif.
Senjata api disita
Gubernur Maluku Karel Ralahalu di Ambon kemarin menyesalkan konflik internal dua
desa (Mamala dan Marole) sehingga memunculkan korban. Secara khusus ia
meminta Polda Maluku segera bertindak dan melakukan penyisiran atas penggunaan
senjata organik dan peluru tajam.
Menurut Ralahalu, konflik Mamala dan Marole tidak akan menjalar ke mana-mana.
"Konflik (di sana) hanya persoalan adat," sebutnya.
Konflik antara warga Desa Mamala dan Morela di Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah,
Kamis, berakibat seorang meninggal, 10 warga dirawat, dan 10 rumah penduduk
dibakar.
Kerusuhan di Leihitu, 40 kilometer dari kota Ambon, berhasil diredam aparat
keamanan.
Kepala Divisi Humas Polda Maluku AKBP Artsianto Darmawan menyebutkan, Jumat,
jajaran kepolisi! an Maluku dan TNI telah melakukan penyisiran atas pemilikan
senjata api dan senjata tajam yang dipakai warga.
Dalam penyisiran itu polisi menyita 17 senjata laras panjang rakitan, tiga senjata
pendek rakitan, enam granat pipa rakitan, 71 butir peluru tajam, dan 50 panah wayer.
(zal)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|