KOMPAS, Selasa, 27 Desember 2005, 08:35 WIB
Pelaku Pemenggalan Tiga Siswi di Poso Belum Terungkap
Palu, Selasa
Sekalipun sudah dua bulan melakukan pengusutan, namun jajaran kepolisian hingga
kini belum juga berhasil mengungkap pelaku pemenggalan tiga siswi SMU di kota
Poso pada 29 Oktober lalu. "Kasus ini masih dalam penyelidikan," kata seorang
polisi ketika dihubungi di Poso, Selasa (27/12).
Ia menjelaskan, tim penyidik gabungan dari Mabes Polri, Polda Sulteng, dan Polres
Poso, hingga kini masih menghimpun informasi di lapangan untuk mengungkap
pelaku pembunuhan terhadap tiga siswi asal Kelurahan Bukit Bambu tersebut.
Selama ini, katanya, sudah lebih 10 orang dimintai keterangan oleh petugas,
termasuk di antaranya lima orang yang pernah ditangkap dan diproses di Batalyon
714/Sintuwu Maroso Poso, tapi kemudian dilepas karena tak cukup bukti.
Kemudian seorang warga Bukit Bambu yang bisu serta saksi korban Noviani Maleva
yang mengalami luka tebas, namun berhasil melarikan diri dari ancaman maut.
"Semua informasi itu terus didalami petugas, tapi belum ada tanda-tanda mengarah
kepada pelakunya," kata dia.
Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Rais Adam SH, ketika dikonfirmasi terpisah
enggan memberikan komentar secara detail soal perkembangan penanganan
peristiwa pembunuhan itu, dengan alasan kasus tersebut ditangani langsung oleh
Mabes Polri. Rais Adam mengatakan, polisi tak pernah membiarkan penanganan
kasus tersebut sampai semua pelakunya tertangkap dan menjalani proses hukum.
Ditanya soal deadline waktu yang diberikan Kapolri Jenderal Sutanto yaitu paling
lambat akhir tahun 2005 pelaku pembunuhan tersebut sudah tertangkap, Kabid
Humas Polda Sulteng ini meminta didoakan agar kerja-kerja polisi di sana (Poso)
secepatnya membuahkan hasil.
Sebelumnya, Kapolda Sulteng Brigjen Pol Drs Oegroseno dalam sebuah kesempatan
mengatakan penanganan sejumlah kasus aktual yang terjadi di daerah bekas konflik
Poso kurun beberapa bulan terakhir (termasuk kasus bom dan pembunuhan tiga siswi
SMA) masih dalam tahap penyelidikan. "Pihak kami masih menggunakan pendekatan
laboratoris forensik. Tapi kan kalau misalnya ada tersangka (merupakan kerja polisi)
terakhir," katanya.
Menurut Oegroseno, untuk menjadikan mereka (orang yang dicurigai) sebagai
tersangka harus berangkat dari pembuktian laboratoris kemudian scientific-nya,
barulah polisi bergerak. "Ya, kalau ada indikasi si- A, si-B, atau si- C, baru lah
dilakukan penetapan sebagai tersangka," tuturnya.
Polisi tidak mau terjebak dalam pola-pola seperti ada seseorang yang diduga lalu
ditangkap dan lantas menjalani pemeriksaan untuk memenuhi jadwal, setelah itu
dikeluarkan karena tak cukup bukti. "Polisi dalam mengusut sebuah kasus berusaha
tetap profesional, sebab kita memikirkan soal masalah penyelesaikan ke depan,"
tuturnya.
Theresia Morangki (17), Ida Lambuaga (15), dan Alfitha Poliwo (15), ketiganya siswi
SMA Kriten Poso, ditemukan tewas mengenaskan pada 29 Oktober 2005 yaitu
beberapa menit setelah meninggalkan rumah mereka di Kelurahan Bukit Bambu
menuju ke sekolahnya di kota Poso.
Tubuh jenazah ketiga siswi yang masih mengenakan pakaian seragam pramuka itu
ditemukan di badan jalan Kelurahan Bukit Bambu (pinggiran selatan kota Poso)
sekitar pukul 07.00 WITA, sementara penggalan kepala mereka ditemukan di dua
lokasi berbeda kurang dari satu jam kemudian.
Ketiga korban itu sebelum tewas tengah menunggu angkutan umum untuk menuju
kota Poso yang berjarak sekitar sembilan kilometer. Selain korban tewas, seorang
siswi SMU Kristen lainnya bernama Noviani Maleva berhasil selamat dari
keberingasan pembunuh misterius yang mengenakan cadar, namun ia menderita luka
bacok serius di bagian pelipis.
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|