KOMPAS, Selasa, 29 November 2005
Laporkan Gangguan Keamanan Warga Bakar Tempat
Perkumpulan di Haya
Ambon, Kompas - Menteri Dalam Negeri Moh Maruf menginstruksikan agar gubernur,
bupati, dan wali kota seluruh Indonesia menerapkan pola pelaporan cepat kepada
Departemen Dalam Negeri jika ada gangguan keamanan dan konflik di wilayah
masing-masing.
Selama ini, kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri), daerah- daerah terkesan
mengabaikan laporan ke pusat. Padahal, pelaporan gangguan keamanan, yang
melibatkan masyarakat banyak, kepada pemerintah pusat penting dan kasus terkait
harus dicarikan solusinya segera.
Demikian penekanan Mendagri sebagaimana disampaikan Sekretaris Jenderal
Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Prayogo Nurjaman ketika membuka Rapat
Koordinasi Pemerintahan Se-Provinsi Maluku di Aula Kantor Gubernur Maluku, Senin
(28/11) di Ambon. Rapat itu dihadiri Gubernur Maluku Karel Ralahalu, Panglima
Komando Daerah Militer Maluku Mayjen Syarifudin Suma, Kepala Kepolisian Daerah
Maluku Brigjen (Pol) Adityawarman, dan bupati serta wali kota se-Maluku.
Tadi pagi sebelum datang ke sini, Pak Menteri (Mendagri Red) menelepon saya
dengan pesan mengingatkan bapak gubernur, bupati, dan wali kota agar segera
membuat laporan tertulis ke Jakarta apabila terjadi gangguan keamanan. Ini pesan
penting Mendagri, kata ! Prayogo menjelaskan.
Ia mengatakan, terlambatnya laporan ke Jakarta membuat saran atau petunjuk dari
Depdagri kepada daerah untuk penanganan gangguan serta solusinya kerap
terlambat. Pak Mendagri acap kalah cepat dibandingkan dengan wartawan, ujarnya.
Masyarakat Desa Haya Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, Sabtu pekan lalu sekitar pukul 16.00, membakar
bangunan Pesantren Al-Mujahidin yang terletak di Dusun Sakanusa. Pembakaran
dilakukan sehari setelah polisi menangkap buronan, Briptu Syarief Tarabubun, dan
menciduk 34 warga.
Syarief adalah anggota Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Lease. Ia diduga menjadi
otak penyerangan Kafe Villa Karaoke di Ambon bulan Februari 2005. Penyerangan
tersebut mengakibatkan dua orang tewas.
Pembakaran dipicu ketidakpuasan warga atas keberadaan pesantren yang
pengajarannya dinilai berbeda dengan akidah Islam. Bangunan pesantren (dari papan)
diobrak-abrik warga.
Kepala Polda Maluku Brigjen (Pol) Adityawarman di Ambon kemarin mengatakan,
pembakaran bangunan itu terjadi karena masyarakat tidak suka terhadap sikap
pengurus pesantren yang tertutup dalam merekrut anggotanya. Mereka yang direkrut
itu terdiri atas para pemuda desa tersebut.
Saya menyesalkan tindakan main hakim sendiri. Sebetulnya yang dibakar adalah
bangunan tempat perkumpulan. Namun, warga menganggap itu pesantren, katanya.
Adityawarman menambahkan, warga tidak puas terhadap cara mereka merekrut
pemuda desa. Selain itu, katanya, karena akidah serta pengajaran yang dilakukan
orang-orang tersebut berbeda dengan akidah Islam.
Kepala Polda tidak memerinci perbedaan pengajaran dimaksud. Akan tetapi, dia
membenarkan tentang adanya pelatihan ala militer terhadap anggota perkumpulan.
Kepala Divisi Humas Polda Maluku Ajun Komisaris Besar Artsianto Darmawan
mengatakan, Ustadz Batar masuk dalam daftar pencarian polisi berkaitan den! gan
keterlibatan penyerangan Markas Brigade Mobil di Seram Barat beberapa waktu lalu.
Menurut Kepala Polda Maluku, dari 34 orang yang diciduk polisi karena diduga kuat
terkait dengan pelarian Syarief Tarabubun seorang di antaranya, Bunyamin, sudah
ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga menyembunyikan Syarief.
Mereka yang menjadi saksi pelarian Syarief adalah para pemuda desa berusia 19-20
tahun. Kini 14 orang masih diperiksa Polda Maluku dan 20 orang diperiksa Polres
Maluku Tengah.
Mengenai Desa Haya yang menjadi tempat pelatihan organisasi tertentu, Kepala
Polda membenarkan hal itu. Ia menyebutkan, polisi sesungguhnya telah
mengidentifikasi tempat pelatihan yang tergolong baru itu di Desa Loki, Seram Barat.
Desa Loki terletak di lembah Tanjung Siul yang terpencil dari keramaian. Untuk
sampai ke Loki, pengunjung harus menempuh perjalanan dengan sepeda motor
sejauh 40 kilometer.
Rawan
Menyangkut masalah pelaporan kepada Mendagri, Sekretaris Jenderal Depdagri
Prayogo menyatakan, daerah harus membangun sistem informasi dan komunikasi
yang baik agar persoalan di daerah tertangani. Ia berharap bupati dan wali kota
berkoordinasi dengan gubernur dalam pengambilan keputusan.
Kalau bupati dan wali kota berangkat ke Jakarta, wong dilaporkan kepada gubernur.
Ditelepon saja gubernurnya, oke katanya.
Ia menunjuk contoh keterlambatan laporan dari Nias sewaktu bencana gempa bumi
hebat, Maret 2005. Saat gempa terjadi Bupati Nias berada di Jakarta. Karena tidak
lapor, gubernurnya juga tidak tahu, katanya.
Perlunya sistem pelaporan cepat kepada Menteri Dalam Negeri terutama ditujukan
bagi daerah-daerah bekas konflik dan rawan bencana. (ZAL)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|