KOMPAS, Senin, 31 Oktober 2005
Pihak Luar Berupaya Kacau Poso
Polisi Dinilai Sudah Tumpul
Poso, Kompas - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Sutanto
meminta warga Poso tidak terpancing oleh kasus pembunuhan tiga siswi SMA
Kristen Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/10). Informasi intelijen menyebutkan ada
upaya pihak luar untuk mengacaukan Poso dan daerah lain di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Sutanto dalam pertemuan dengan tokoh- tokoh agama Poso di
rumah jabatan Bupati Poso, Minggu (30/10). Kami sudah dapat membaca tujuan
mutilasi itu. Kami bisa melihat tiga korban yang diletakkan di mana-mana, ujarnya.
Sutanto datang dari Jakarta bersama rombongan, antara lain Kepala Bagian Reserse
dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Makbul Padmanegara, Kepala Bagian Intelijen
dan Keamanan Polri Inspektur Jenderal Zamris Anwar, Kepala Badan Intelijen Negara
(BIN) Syamsir Siregar, serta Deputi IV Menteri Koordinator Politik dan Keamanan
Demak Lubis. Dengan menggunakan pesawat khusus Polri, rombongan berangkat
dari Jakarta pukul 05.00 WIB dan tiba di Poso sekitar pukul 10.00 Wita.
Sesuai dengan instruksi Presiden, kami ingin berangkat hari Sabtu kemarin. Namun,
karena cuaca buruk, kami menundanya. Presiden amat prihatin dengan kasus ini.
Presiden turut berdukacita sedalam-dalamnya, kata Sutanto.
Pertemuan itu juga dihadiri Panglima Kodam VII Wirabuana Mayjen Arif
Budisampurno, Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng Komisaris Besar
Oegroseno, Kepala Kepolisian Resor Poso Ajun Komisaris Besar Soleh Hidayat,
Gubernur Sulteng Aminuddin Ponulele, dan Bupati Poso Piet Inkiriwang.
Tokoh agama dan masyarakat yang hadir di antaranya Ketua Forum Silaturahim
Perjuangan Umat Muslim Poso Haji Adnan Arsal, Sekretaris Umum Majelis Sinode
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Pendeta Irianto Kongkoli, dan Ketua Majelis
Adat Poso Yohannes Santo.
Menurut Sutanto, cara pihak luar mengacaukan Poso adalah dengan memanfaatkan
kerawanan-kerawanan yang terjadi di Poso pada masa lalu, yaitu ketika terjadi konflik
horizontal di antara warga Poso. Kita jangan terpancing, jangan masuk dalam jebakan
yang mereka buat. Kalau kita terpancing, mereka akan leluasa mengacaukan Poso
dan mengadu domba kita. Karena itu, saya harap tokoh-tokoh agama dan
masyarakat tetap memberi masukan yang kondusif bagi warga Poso, ujarnya.
Selain Poso, kata Sutanto menambahkan, pihak luar itu juga ingin mengacaukan
daerah lain di Indonesia, seperti Palu dan Bali. Ditanya siapa pihak luar yang
dimaksud, Sutanto mengatakan, itu masih dalam penyelidikan intelijen Polri dan BIN.
Upaya pihak tertentu mengacaukan Poso juga diungkapkan Kepala BIN Syamsir
Siregar.
Ada kepentingan orang-orang tertentu yang ingin mengembalikan kekacauan di Poso.
Upaya itu sudah beberapa kali terjadi dan sangat disesalkan karena ada sebagian
warga terpengaruh, katanya.
Ditanya siapa pihak tertentu itu, Syamsir juga tidak bersedia menjawab. Saya tidak
bisa menyampaikan hal itu, katanya.
Ungkap tuntas
Dalam sesi diskusi, Irianto Kongkoli mengatakan, pihak GKST sangat menyadari
adanya pihak-pihak yang berupaya membenturkan umat beragama di Poso. Karena
itu, aparat keamanan dan intelijen diminta mengungkapnya dengan tuntas.
Menurut Irianto, Polri perlu melakukan penyegaran di tubuh Polres Poso dan Polda
Sulteng karena upaya polisi mengungkap berbagai kasus kekerasan di Poso sudah
tumpul. Polisi yang terlibat dalam berbagai kasus juga harus diungkap dan dihukum.
Sementara itu, Adnan Arsal mengatakan, sejak tahun 1998 tokoh-tokoh agama di
Poso senantiasa menggulirkan dialog-dialog antar-umat beragama. Dialog- dialog itu
menghasilkan kesepakatan untuk tidak saling menuduh umat beragama tertentu
apabila ada peristiwa kekerasan.
Adnan meminta pemerintah membentuk tim pencari fakta independen atas berbagai
kasus di Poso. Tim ini perlu dipayungi hukum dengan keputusan presiden. Untuk
menyelesaikan persoalan di Poso, Adnan meminta agar APBD Poso, misalnya,
untuk keamanan, jangan digerogoti.
Kejahatan kemanusiaan
Di Jakarta, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita
menyatakan, pembunuhan tiga siswi SMA di Poso merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan. Derajat kekejian pembunuhan di Poso tidak kalah dengan peledakan
bom di Bali.
Itu jelas kejahatan kemanusiaan yang amat keji yang tak bisa diterima oleh agama
dan budaya mana pun, kata Ginandjar, Minggu. Ia meminta pemerintah mengerahkan
segala upaya untuk menangkap pelaku pembunuhan keji tersebut.
Ginandjar meminta semua pihak menahan diri. Departemen Luar Negeri juga harus
melakukan diplomasi aktif karena pembunuhan itu telah menarik perhatian dunia
internasional.
Anggota Komisi I DPR yang membidangi masalah pertahanan Yuddy Chrisnandi
menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu memberi batas waktu
kepada aparat kepolisian, TNI, dan BIN untuk menangkap para pelaku kejahatan di
Poso.
Tujuh kali 24 jam adalah batas waktu yang memadai untuk menangkap para penjahat
kemanusiaan itu, ucapnya kemarin.
Sikap keras juga ditunjukkan anggota DPD Sulteng Ichsan Loulembah dalam
konferensi pers di Jakarta kemarin. Ia menyatakan, Ini ujian terakhir. Kalau tidak bisa
juga, kita minta bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa saja.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rozi Munir mendesak Polri bekerja
lebih keras dan menyeluruh menangani kasus-kasus kekerasan yang tidak pernah
tuntas di Poso. PBNU amat prihatin dengan kasus pembunuhan sadis tersebut.
Ketua DPR Agung Laksono meminta polisi cepat mengusut pelaku pembunuhan
terhadap tiga siswa SMA di Poso. Ia meminta agar peristiwa itu tidak sampai diseret
ke arah keagamaan. Polisi agar dengan cepat mengejar pelaku, bukan hanya orang,
melainkan juga organisasi di belakangnya, kata Agung, Minggu.
(REI/INU/SUT/IRN/BDM)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|