Media Indonesia, Minggu, 08 Januari 2006 10:45 WIB
Hendropiono: Jangan Berspekulasi Soal Pelaku Bom Palu
Penulis: Bintang Krisanti
JAKARTA--MIOL: Mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) AM Hendropriono
mengimbau masyarakat agar tidak berspekulasi mengenai pelaku pengeboman di
Palu maupun tempat lainnya.
Hal itu dikatakan Hendropriono kepada wartawan seusai rapat kerja Partai PDIP,
Sabtu (7/1) di Jakarta. Dalam rapat tersebut Hendropriono hadir sebagai nara sumber
bidang intelejen dalam pembahasan masalah terkait dengan kemanan negara.
"Jangan terjebak dalam pengandaian. Setiap orang bisa membuat analisa lalu
dicari-cari fakta yang cocok. Ini bisa menyesatkan," katanya.
Pendapat ini disampaikan terkait kecurigaan sejumlah LSM bahwa pelaku bom Palu
berasal dari kelompok. Hendro mengatakan Sulawesi Tengah kerap menjadi sasaran
aksi teror karena kondisi struktur masyarakat yang berasal dari berbagai etnis dan
agama. Akibatnya ada pihak yang memanfaatkan kondisi tersebut dengan
menciptakan konfilk dan berharap akan cepat terjadi pergolakan.
Pihak ini ia yakini sebagai pelaku yang berasal dari jaringan Al-Jamaah Al-Islamiyah
(AJAI). Hal ini berdasarkan tindak penyusupan yang dilakukan 15 warga Timur Tengah
ke Sulawesi Tengah beberapa tahun lalu. Penyusup tersebut, termasuk salah
satunya Umar Faruk, telah dikeluarkan dari Indonesia pada tahun 2002.
Namun Hendro menilai saat itu pemerintah terlambat karena kelompok itu telah
tinggal cukup lama di Sulawesi. Saat ini menurutnya, pemerintah masih
mengembangkan penyelidikan pada jaringan tersebut.
Ia mengatakan setidaknya jaringan AJAI terdiri dari 11 angkatan hasil pendidikan di
Afghanistan, Pakistan dan Filipina. Pemerintah sendiri baru berhasil mengidentifikasi
beberapa anggota AJAI.
Terkait dengan upaya pengungkapan pelaku bom Palu dan teror di Sulteng, Hendro
menilai pembentukan satgas dan Koops Sulteng sebagai langkah maju dalam bidang
militer. Namun ia mengatakan untuk menghindari aksi semacam tidak cukup hanya
melalui cara operasional tapi harus dilakukan pendekatan kepada masyarakat
khususnya umat Islam agar tidak mudah terjebak dalam kaderisasi.
Hendro mengatakan dalam hal ini peran intelejen semakin penting, bukan hanya
menangkap pelaku tetapi membaca bentuk ancaman. Intelijen juga harus mampu
menemukan upaya untuk mencegah teror termasuk penanggulangan terhadap
kegiatan penggalangan kader.
Secara keseluruhan, menurutnya, konflik horizontal hanya dapat dicegah jika
didukung kebijakan politik pemerintah. Kebijakan pemerintah saat ini yang banyak
dipengaruhi neoimperalisme dinilai membawa kerawanan akan infiltrasi ideologi dan
sekterianisme. Akibatnya masyarakat mudah disusupi dan dipengaruhi dengan
ideologi baru yang cenderung mendorong orang mengembangkan steriotip tentang
kelompok lain.
Sementara itu menanggapi kasus formalin yang tengah mencuat, Hendro mengatakan
pemerintah seharusnya tidak langsung memublikasikan masalah penyalahgunaan
formalin ke publik. Seharusnya pemerintah terlebih dulu mengusut dan
menyelesaikan kasus tersebut secara hati-hati.
"Lihat saja karena isu formalin diumumkan langsung seperti itu, pedagang dan rakyat
yang tergantung pada itukan langsung terkena imbasnya, seharusnya pemerintah
usut dan tindak sampai tuntas baru umumkan hati-hati," kata Hendro.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu lalu telah
mengumumkan penyalahgunaan penggunaan formalin pada beberapa jenis bahan
makanan seperti tahu, ikan segar, mi basah, dan bakso. Setelah pemberitaan
tersebut beberapa pedagang dan sektor usaha terkait mengaku mengalami penurunan
tingkat penjualan cukup drastis.
Hendro mengatakan seharusnya pemerintah memikirkan langkah operasional yang
tepat dalam menanggulangi kasus penyalahgunaan formalin. Yang pertama, setelah
menemukan penyimpangan seharusnya pemerintah mengusut tuntas kasus tersebut,
termasuk mekanisme peredaran formalin. Kedua, pemerintah segera menindak
pelaku-pelakunya. Setelah itu pemerintah juga harus dapat memberikan solusi untuk
menutup penyalahgunaan formalin.
Setelah semua itu dilakukan dan dilakukan langkah-langkah perbaikan, maka
pemerintah dapat mengumumkan kasus tersebut dengan hati-hati. Menurut Hendro
keterbukaan pemerintah pada berbagai kasus saat ini akibat pemahaman reformasi
yang keliru.
"Setelah reformasi, saya lihat bagaimana kita mudah sekali umumkan kalau sudah
menemukan sesuatu, padahal bukan itu sebenarnya hakekat keterbukaan," katanya.
Menurut Hendro penanggulangan terbaik harus dilakukan dengan perbaikan dari dasar
tanpa perlu banyak publikasi. Terkait dengan kecurigaan adanya permainan politik
dalam kasus formalin, Hendro mengatakan tidak melihat adanya kemungkinan itu.
Yang jelas ia menyesalkan pengumuman luas kasus itu. (OL-06)
Copyright © 2003 Media Indonesia. All rights reserved.
|