Radio Nederland Wereldomroep, 6 Januari 2005
Pola Operator Konflik Poso dan Palu Makin Rumit
Menyusul desakan para pegiat LSM untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta
TGPF guna membongkar para dalang dan operator konflik di Poso dan Palu, Menko
Polhukam Widodo Adi Sutjipto memutuskan membentuk Koopskam, komando
operasi keamanan semacam di Aceh. Menurut peneliti Dr. George Junus Aditjondro
yang tinggal di Palu, seharusnya TGPF dulu, baru Koopskam. Soalnya, pola operator
konflik di Sulawesi Tengah itu melibatkan hybrida atau persilangan kepentingan
kelompok intel, tentara dan polisi, termasuk mereka yang diduga mendalangi
peracunan pegiat HAM mendiang Munir. Demikian George Junus Aditjondro.
Koopskam akan ganggu TGPF
George Junus Aditjondro [GJA]: "TGPF justru untuk menemukan siapa pelaku-pelaku
di dalam berbagai gelombang kerusuhan itu dan bagaimana supaya sesudah
diungkapkan bisa diambil tindakan yang adil atau dilakukan perdamaian total. TGPF
justru bermaksud mencari akar-akar permasalahannya."
"Sedangkan Koopskam, Komando Operasi ini kami tolak karena ini seolah-olah mau
menjadikan seluruh Sulawesi Tengah ini sebagai daerah operasi militer, walaupun
petugas keamanannya bukan militer tapi polisi."
Radio Nederland [RN]: "Apakah kalau komando operasi militer ini dilaksanakan,
sangat mengganggu upaya TGPF?"
GJA: "Saya kira demikian. Kawan-kawan ornop NGO yang tergabung dalam Poso
Centre, menganggap bahwa yang lebih dulu harus dilakukan adalah pembentukan
TGPF dan kemudian pencarian fakta. Berdasarkan itu baru perlu dipikirkan
tindakan-tindakan hukum atau tindakan-tindakan keamanan apa yang harus
dilakukan. Pembentukan Koopskam justru bisa mementahkan permasalahan.
Operasi keamanan dalam hal ini operasi kepolisian."
Koopskam timbulkan eskalasi konflik
RN: Menurut laporan, ada sejumlah satuan Kopassus yang terlibat, betul nggak?
GJA: "Satuan Kopassus belum kami lihat. Tetapi apakah itu Kopassus atau Brimob,
kami merasa bahwa pembentukan Koopskam ini tetap juga mengaburkan
permasalahan dan justru menimbulkan eskalasi konflik atau persaingan di antara
polisi dan TNI, di dalam menyelesaikan masalah Poso ini."
"Dengan kata lain sebenarnya pembentukan Koopskam ini seolah-olah polisi itu harus
mengerahkan seluruh otot-otot mereka, dengan kendali langsung dari Mabes Polri,
untuk bisa mengungkapkan siapa-siapa yang berada di belakang katakanlah jaringan
perusuh lokal."
"Yang kami ketahui sejauh ini, bahwa jaringan perusuh lokal itu pasca Deklarasi
Malino, justru melibatkan orang-orang yang juga dicurigai terlibat dalam kasus
pembunuhan Munir yaitu Mayor Jenderal Muchdi Purwo Pranjono."
Tim Bunga dan Tim Mawar
RN: " Artinya Mayor Jenderal Muchdi ini penggagasnya begitu?"
GJA: "Dia waktu itu adalah salah satu direktur operasi BIN, di bawah Hendropriyono.
Dan kita juga tahu bahwa dia juga punya hubungan yang erat dengan Prabowo
Subianto. Jadi bukan dia langsung yang terlibat tapi pembentukan semacam tim yang
mirip tim Mawar yang dalam kasus Poso disebut Tim Bunga, melibatkan orang-orang
yang juga terlibat di Tim Mawar."
"Nah, mereka inilah yang melakukan proses radikalisasi kelompok-kelompok militan
muslim yang memang punya dendam yang belum terbayar. Dalam arti, dalam
kerusuhan-kerusuhan Poso awalnya, satu, dua, dan tiga, akhirnya lebih banyak
korban di pihak muslim daripada pihak kristen. Nah dendam ini dieksploitasi untuk
terus mendapatkan orang-orang yang bisa direkrut untuk penyerangan-penyerangan
ke daerah-daerah kristen."
"Mengungkapkan hal ini merupakan hal yang sangat sensitif, dan demikian
sensitifnya sehingga tidak cukup dengan mengirim dua atau tiga brigjen polisi ke
Poso, yaitu Makbul Padmanegara, Gorris Mere, dan satu orang lagi, tapi harus
dibentuk semacam komando supaya, walaupun berbasis di Poso, mereka langsung
bergerak dengan legitimitasi dari Kapolri, jadi secara tidak langsung dari presiden RI.
Sedemikian susahnya membongkar petinggi-petinggi bersenjata yang ada di belakang
perusuh-perusuh lokal ini."
"Ini berkembang karena dua dinamika. Satu dinamika bahwa Aceh tidak lagi
merupakan arena pertempuran. Pasca Helsinki banyak pasukan ditarik dari Aceh,
maka kesempatan untuk mencari tambahan rejeki dan juga tempat kenaikan pangkat
di Aceh sebagai daerah operasi militer menjadi nihil, menjadi kering."
"Di pihak lain, Bom Bali II memberikan justifikasi kepada TNI untuk memperkuat
kembali kekuasaannya, melalui komando teritorial. Memperkuat cekalan mereka atas
masyarakat sipil. Nah, ini dinamikanya adalah persaingan antara TNI dan Polri."
Teori Munir: Ambon dan Poso pemantik api
"Di sini kami mau perkenalkan juga teori yang diajukan oleh Munir sebelum dia
berangkat ke Belanda. Menurut Munir, Ambon dan Poso adalah tempat pemantik api
untuk membakar jerami di Jawa. Dengan mengambil konflik SARA, konflik antar
agama di Ambon dan Poso, diharapkan gaungnya akan ke Jawa."
"Misalnya kalau orang kristen terus diserang di Ambon dan Poso, maka bisa terjadi
tindakan balasan bahwa seorang ustad atau sebuah pesantren diserang lagi seperti
Pesantren Walisongo di Karimata Sembilan. Nah ini akan menimbulkan gaung di
Jawa untuk membangkitkan amarah kelompok-kelompok militan muslim di Jawa dan
bisa punya efek destabilisasi politik secara nasional."
"Jadi itulah, Ambon dan Poso adalah pemantik apinya tapi jerami yang mau dibakar
ada di Jawa. Nah, di antara dua tempat ini yang terus menerus bisa dikerjaiin adalah
Poso, dan sekarang kita lihat pola di Ambon sudah mulai bergeser ke Seram di
kalangan komunitas Buton yang ada di sana."
Demikian pengamat Dr. George Junus Aditjondro.
© Radio Nederland Wereldomroep, all rights reserved
|