SINAR HARAPAN, Rabu, 04 Januari 2006
Terlibat Korupsi, Tiga Pejabat Dinkes Maluku Ditahan
Oleh Izaac Tutalessy
Ambon – Tiga pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Maluku menjadi tersangka
dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan kalibrasi pada Proyek
Peningkatan Pelayanan Mutu Farmasi dan Pengadaan Alat-alat Kesehatan (Alkes)
2004.
Tiga pejabat itu, yakni Harry Hitijahubessy (Pimpinan Proyek), Johanis Hursepuny
(Sekretaris Panitia Tender Alat Kalibrasi) dan Yan Lawalatta (Ketua Panitia
Penerimaan dan Pemeriksaan Barang Proyek Alkes).
Total anggaran proyek tersebut mencapai Rp 27 miliar.
Pejabat sementara Kepala Bidang Humas Polda Maluku, Ajun Komisaris Besar Didik
Widjanarko di Mapolda Maluku, Rabu (4/1) pagi ini menjelaskan, ketiga pejabat
Dinkes Provinsi Maluku telah diperiksa sekitar delapan kali dalam statusnya sebagai
saksi pada 2005.
Menurutnya, penyidik Reskrim Polda Maluku sudah mengeluarkan surat perintah
penangkapan dan selanjutnya menyampaikan surat tersebut saat itu juga kepada
pihak keluarga ketiga pejabat tersebut, sekaligus surat pemberitahuan dari Polda
menyangkut status ketiganya.
Widjanarko mengaku secara umum keterlibatan ketiga pejabat di jajaran Dinkes
Provinsi Maluku tersebut sudah jelas sehingga kepolisian berani mengubah status
ketiganya menjadi tersangka dan langsung ditahan usai pemeriksaan Selasa (3/1)
siang.
Keterangan yang diperoleh SH menyebutkan, sejumlah proyek yang pekerjaan
maupun penyerahan barangnya dalam proyek tersebut diketahui belum rampung 100
persen, namun karena kepentingan pengucuran dana, maka tersangka Yan Lawalatta
yang juga dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panitia Penerimaan dan Pemeriksaan
Barang, lantas menandatangani berita acara pemeriksaan dan penerimaan barang,
dengan menyebutkan bahwa proyek tersebut telah rampung 100 persen. Padahal,
kenyataan di lapangan sangat bertolak belakang.
Alat-alat kalibrasi yang diadakan ternyata tanpa ada packing list-nya dan nomor seri
(serial number). Alat tersebut hanya dibungkus dengan plastik, sedangkan serial
number-nya ditulis dengan menggunakan spidol. Alat tersebut juga seharusnya
dikalibrasi pada 2004 oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Namun ternyata
alat kalibrasi itu terakhir kalinya dikalibrasi pada 1993 atau 12 tahun lalu. Oleh karena
itu, diduga alat tesebut bukan dibeli langsung dari produsen maupun distributor, tetapi
merupakan barang bekas yang diperoleh dari pasar loak. n
Copyright © Sinar Harapan 2003
|