SINAR HARAPAN, Rabu, 02 November 2005
Beredar SMS Bernuansa SARA
Masyarakat Diminta Tak Terprovokasi
Oleh Suradi/Mega Christina
Jakarta – Menjelang Idul Fitri 1 Syawal 1426 Hijriah, kalangan tokoh berbagai agama
berkumpul di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya Jakarta, Selasa (1/11)
malam.
Mereka mengungkapkan keprihatinan mendalam atas berbagai peristiwa kekerasan
yang terjadi di Tanah Air, khususnya di Poso, Sulteng, dan lebih khusus lagi atas
beredarnya ancaman terhadap etnis Tionghoa melalui pesan singkat atau SMS.
"Kami mengajak umat beragama tetap menjaga kesatuan dan kerukunan serta tidak
terpancing atau terprovokasi SMS yang ingin merusak kesucian Idul Fitri dan ingin
memecah belah kerukunan beragama di Tanah Air, melalui hasutan yang sangat tidak
bertanggung jawab," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin bersama tokoh agama seperti pendeta Nathan Setiabudi, Ketua
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi Tanuwibowo, Ketua DPP Walubi Rusli,
Rohaniawan Budha, Ketua Forum Kristiani Jakarta Gustav Duve, aktivis sosial Clara
Yuwono, praktisi hukum Gunawan Tjahyadi, dan sejumlah tokoh etnis Tionghoa
seperti Lius Sungkarisma mendadak berkumpul di Kantor Muhammadiyah untuk
menyikapi beredarnya
SMS ancaman yang bisa merusak kerukunan umat beragama dan mengancam
integrasi bangsa.
Para tokoh agama yang berbicara satu per satu hampir semunya mengingatkan agar
masyarakat tidak terpancing dengan SMS provokatif, meski mengatasnamakan
agama Islam. Sebab mereka yakin, islam tidak mengajarkan kekerasan dan ulah
segelintir orang yang biadab itu harus disikapi dengan hati-hati dan kepala dingin.
Presiden Perintahkan Usut
Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri dan
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menyelidiki dan mengusut pengirim SMS
anonim. Hal itu berkaitan dengan maraknya SMS yang bernada mengadu domba
masyarakat dalam konteks SARA, memfitnah, dan menghujat satu golongan atau
kelompok masyarakat ataupun pemerintah, bahkan presiden sendiri.
"Presiden meminta masyarakat untuk tidak turut menyebarluaskan (mem-forward)
SMS-SMS yang tidak bertanggung jawab tersebut, karena hal itu sama saja dengan
menyebarluaskan fitnah ataupun keresahan dalam masyarakat," kata Juru Bicara
(Jubir) Presiden, Andi A. Mallarangeng dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta,
Selasa (1/11) malam.
Menurutnya, Presiden juga mengharapkan masyarakat dapat merayakan Idul Fitri,
Hari Natal dan Tahun Baru serta hari-hari besar lainnya dengan tenang bersama
keluarga. Karena itu, Kepala Negara meminta masyarakat untuk waspada dan tidak
mudah terpancing dengan beredarnya SMS-SMS yang tidak bertanggung jawab
tersebut.
"Apalagi jika SMS tersebut dikirim secara anonim, tanpa pengirim yang jelas dengan
menggunakan kartu telpon prabayar. Kredibilitas sebuah SMS juga tergantung pada
kejelasan pengirim dan sumber beritanya, sehingga bisa dikonfirmasi dengan jelas
pula," lanjut Andi.
Pada kesempatan itu, Andi menyebutkan adanya Keputusan Menteri Komunikasi dan
Informasi (Menkominfo) tentang kewajiban mendaftar semua nomor prabayar dengan
identitas yang jelas. Keputusan Menkominfo No. 23/Kominfo/M/10/2005 itu berlaku
mulai tanggal 28 Oktober 2005. Dengan ini semua nomor prabayar juga dapat
diidentifikasi dengan jelas pemiliknya.
Pecah-belah
Pendeta Nathan Setiabudi mengungkapkan kegeramannya atas kebiadaban yang
menimpa tiga siswi SMA di Poso. Beredarnya SMS bernada provokatif dan
dialamatkan kepada etnis Tionghoa, menambah kegundahannya. "Apa lagi yang akan
terjadi hari-hari mendatang ini," katanya sambil menambahkan semua itu memukul
perasaannya.
Menurutnya, pada saat ini yang penting bagaimana menjaga dan memperkuat
integritas bangsa dengan menanamkan rasa saling percaya diantara umat beragama
agar usaha untuk memecah belah dan membuat kekacauan atas nama agam bisa
dihindari.
Tanpa mengurangi peran agama dan elemen lain, Nathan menekankan pentingnya
tiga pilar utama di Tanah air yang memegang kunci bagi integrasi bangsa, yakni
agama Islam dengan umatnya, agama Kristen dengan umatnya, dan terakhir
masyarakat etnis Tionghoa yang memegang kunci perekonomian.
"Ketiga pilar ini harus bekerja sama dengan baik, dan tentunya elemen-elemen
bangsa lain," katanya.
Terkait dengan peristiswa Poso, baik Natahan Setiabudi, Din Syamsudin, dan
tokoh-tokoh agama lainnya berharap pemerintah dalam hal ini Presiden Yudhoyono
bertindak tegas dan semua pelaku serta motif di belakang pembunuhan sadis di Poso
harus diungkap serta pelakunya dihukum berat.
Copyright © Sinar Harapan 2003
|