The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

SINAR HARAPAN


SINAR HARAPAN, Sabtu, 19 November 2005

Orang Kristen Dalam Belenggu Kemunafikan

Oleh Web Warouw

Kasih itu gampang, yaitu kepedulian. Apakah kita peduli terhadap tetangga yang menderita dan kekurangan? Inilah salah satu pertanyaan yang bersifat introspeksi diri yang dikemukakan seorang intelektual senior, Pendeta DR. SAE Nababan.

Di bawah ini wawancara SH dengan seorang ingtelektual senior, Pendeta DR. SAE Nababan, di Jakarta

Bagaimana bapak melihat situasi sosial politik terkini?

Keadaan kita cukup sulit dan kompleks, Sebagian besar pemain (politik) sekarang pernah ikut menentukan di masa Orde Baru. Di samping itu, yang mengecewakan justru di era reformasi ini jumlah orang miskin makin bertambah. Masalah lain timbul silih berganti, sehingga orang tidak tahu masalah mana yang harus ditangani terlebih dahulu.

Apanya yang salah, apakah reformasi gagal?

Reformasi belum gagal, masih ada kekuatan muda yang masih mampu terus mengoreksi. Jangan kita salahkan sistem dan tradisi, karena manusia yang menciptakan sistim itu yang tidak benar. Ciri-ciri khas manusia Indonesia adalah kemunafikan. Ini adalah masalah utama.

Di satu pihak kita ingin memberantas KKN, tetapi justru cara untuk melakukan KKN semakin canggih. Untuk mengambil keputusan, yang penting bagi bangsa ini harus harus ada rasa ikhlas, tulus, dan konsisten. Kemunafikan adalah bukti dari kegagalan agama-agama di Indonesia.

Tanggung jawab agama seharusnya membantu manusia meninggalkan kemunafikannya. Bagi orang Kristen, Kristus datang untuk membasmi kemunafikan di tengah-tengah agama Yahudi di masa itu. Tetapi, dia harus bayar dengan sangat mahal, yaitu dengan hidupnya sendiri. Dengan demikian, dia bisa mengatasi kemunafikan ini.

Kemunafikan bukan hanya masalah orang Kristen. Masdar F. Mas’udi pernah menuliskan bahwa secara lahiriah Indonesia paling religius. Tidak ada bangsa yang punya rumah ibadah formal maupun informal sekaligus ramai pengunjung sebanyak negeri ini.

Tetapi pada saat yang sama, bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang paling korup dan paling culas. Saya setuju, gereja-gereja penuh dengan kebaktian lima kali dalam satu hari, baik di hotel maupun ruko. Tetapi apakah sebagai umat Kristen kita bebas dari praktik KKN?

Tapi saat ini memang orang Kristen tertindas bukan?

Saat ini, ada kengerian orang-orang Kristen menghadapi pelarangan beribadah atas nama SKB. Tapi tahukah Anda bahwa orang Kristen pada masa itu ikut menentukan terbitnya SKB? Jangan seolah-olah orang Kristen saja yang ditindas. Inilah kemunafikan.

Kita juga harus berani mengatakan bahwa ada juga orang-orang Kristen yang ikut menindas orang lain dan mengakibatkan penderitaan pada orang lain. Di masa Orde Baru, cukup banyak orang Kristen yang memanfaatkan kesempatan untuk kepentingannya sendiri. Jangan memberikan kesan, bahwa hanya kita yang bersih dan menderita saat ini.

Gereja-gereja di Indonesia seharusnya memfokuskan pada pendewasaan iman dari Kristen susu menjadi Kristen makanan keras. Kristen susu puas dengan melakukan ritual dan seremoni agama, tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak sesuai dengan yang diimani.

Selama sewindu reformasi, saya tidak melihat perubahan pada gereja-gereja tersebut. Salah satu kelemahan gereja pada masa Orde Baru adalah sikap konformisme, dan ikut-ikutan, serupa dengan dunia ini. Saking ikut-ikutan dan dijinakkan mereka berbondong-bondong membawa emas ke Cendana. Jangan lupakan ini.

Apa yang harus dilakukan?

Yang harus dilakukan adalah mendidik umat dapat bersikap kritis dan realistis tetapi tidak membebek dan ikut-ikutan. Kalau terjadi pelarangan pembangun gereja dan ibadah, kita harus introspeksi.

Sebagai bangsa kita bersyukur punya UUU 45, Pasal 29 tentang kebebasan beragama. Tetapi penguasa dan DPR dari zaman ke zaman tidak pernah membuat kebebasan beragama tersebut menjadi undang-undang. SKB dikeluarkan secara darurat pada tahun 1969.

Revisi adalah memperpanjang keadaan darurat. Bukan kerukunan yang harus diundangkan, tetapi kebebasan yang harus diundangkan agar tercipta kerukunan. Ini juga memperparah kemunafikan di Indonesia. Kita harus terganggu karena semua ini dan tidak boleh merasa puas dengan keadaan sekarang. Saat ini, kita butuh UU kebebasan beragama.

Perbaikan apa yang perlu dilakukan orang Kristen?

Dalam Galatia 5:22-23 jika buah-buah roh, yaitu kasih dan damai sejahterah dilakukan, saya rasa tidak akan ada tetangga yang merasa terganggu. Kasih itu gampang, yaitu kepedulian. Apakah kita peduli terhadap tetangga yang menderita dan kekurangan?

Saya tidak bisa membayangkan tetangga yang kita kasihi akan menggangu kita. Damai sejahtera adalah keadilan. Tidak ada damai sejahtera kalau tidak sama-sama cukup makan. Kita mesti aktif memperjuangkan jalan keadilan untuk menuju damai sejahtera.

Kita harus introspekesi apakah kita hanya sebagai kelompok agama, atau kita mau melaksanakan ajaran kasih yang kita imani itu supaya berguna buat semua manusia.

Orang Kristen juga suka gaya hidup eksklusif, baik itu kesukuan maupun denominasi gereja. Belakangan ini, orang paling suka bersalam “shalom”, ini pertanda ekslusif. Kita ada bahasa Indonesia, kenapa ikut-ikutan pakai bahasa asing.

Kalau saudara-saudara kita yang Muslim pakai bahasa Arab apakah artinya kita juga harus pakai bahasa Ibrani. “Shalom” sendiri memiki arti sosial ekonomim yaitu pemerataan dan keadilan.

Yang ungkapkan kata ini seharusnya memperjuangkan keadilan yang memungkinkan pemerataan sehingga semua orang cukup makan, tapi justru ini jadi ekslusif dan menjadi bagian dari komersialisasi agama Kristen secara global.

Komersialisasi agama Kristen bagaimana?

Saat ini ramai orang ikut wisata rohani ke tanah suci, Yerusalem, Israel, katanya. Wisata saja pendekatan turisme dan komersial. Aneh kalau kegiatan rohani diwisatakan apalagi ke Israel.

Karena perlakuan Israel pada Palestina, dalam gerakan Oikumene, saya menolak pergi ke Israel. Saya tidak percaya ada tanah suci. Tidak ada tanah yang paling banyak darah dicurahkan di muka bumi selain di Palestina.

Kita jangan munafik menutupi perlakuan Israel pada rakyat Palestina sebagai tetangganya. Israel menganggap rakyat Palestina sebagai binatang dan orang Kristen bangga kalau wisata ke tanah suci Israel.

Hal lain, memang benar orang Kristen beribadah di ruko karena tidak dapat izin. Kalau demikian yang terpenting mendesak terbitnya UU kebebasan beragama. Selain itu, kita harus melihat pola beragama kita, menjadi bagian dari kesaksian yang baik ataukah menjadi batu sandungan.

Contohnya, saya tidak sependapat melihat pembangunan gedung gereja besar dan mewah di tengah kemiskinan bangsa. Ini menjurus ke agama kuil.

Sejak di DGI/PGI, saya tekankan kita tidak membela gedung gereja. Tidak ada dalam Alkitab yang mengutamakan kita membela gedung gereja. Jemaat-jemaat kaya di kota-kota besar, justru sekarang menjadi bagian dari komersialiasi agama dan menjadi bagian dari persaingan mewah-mewahan gedung.

Inilah kemunafikan, banyak gedung ibadah mewah, tapi tidak peduli pada jutaan manusia yang tidak punya rumah sendiri dan tidak makan. Saya rasa Tuhan tidak menyukai keadaaan ini. Apa jawabmu?

Menurut Anda, mengapa agama Kristen menjadi munafik seperti ini?

Kita kerdil dalam beragama. Kalau semakin dewasa, seperti dalam Ibarani 5:14, panca indera yang terlatih membedakan yang baik dan yang jahat. Pimpinan gereja seharusnya bisa mendidik warga, jangan sekadar ikut-ikutan ritus saja.

Ini semua kegagalan kami sendiri yang menamakan diri sebagai pelayan, hamba Tuhan dan pendeta. Apa yang dibawa oleh Yesus adalah pemberontakan terhadap sistem agama yang menindas, yang munafik, yang membela status quo seperti orang-orang Farisi dan Saduki.

Orang Kristen seharusnya paling depan menggalang solidaritas buat rakyat miskin dan tertindas, tapi kita hanya berdoa pada Tuhan hanya memberkati orang-orang Kristen. Tuhan kita bukan seperti itu. Di Mazmur Daud, sudah kita lihat Tuhan itu baik pada semua orang. Jangan kita persempit kebaikan Tuhan. Pimpinan gereja harus memberikan teladan pada umat.

Apa sebenarnya kehendak Kristus di muka bumi ini?

Saat ini, secara global kita menghadapi penguasaan sistem kapitalisme ekonomi politik yang mengemban hukum rimba. Kalau gereja tidak melawan ini dengan hukum kasih maka dia akan termakan dan ikut dunia yang dikuasai kapitalisme.

Perubahan dalam proses reformasi memang membutuhkan pertobatan kita semua, tetapi kalau hidup sudah enak, susah untuk bertobat, dia hanya memilih gereja yang meninabobokkan dengan ritual, pulang dari gereja hidup di tengah kemunafikan lagi.

Hidup seperti ini akan dibela mati-matian olehnya. Ini bukan cita-cita Yesus. Yesus datang ke dunia ini untuk menyampaikan kabar pembebasan pada orang miskin, orang yang tertindas, tidak semata-mata dengan pendekatan rohani saja.

Apa yang salah teologinya?

Tragis memang pendidikan teologi di Indonesia ini. Mereka yang memilih teologi adalah mereka yang tidak diterima di universitas negeri dan swasta. Kalau mereka yang ada otaknya jelas tidak akan masuk teologi. Kalau yang jadi pendeta dan hamba Tuhan adalah mereka yang berotak cemerlang maka keadaannya pasti lain.

Saat ini, pendeta mentalnya sebagai pegawai agama. Seharusnya, mereka tahu bahwa mereka hanya hamba yang tidak punya kuasa dan kemampuan selain dari roh kudus bukan material. Ini penting karena pendidikan teologi kita hanya mencetak pegawai agama saja yang cari makan di tengah umat.

Bagaimana dengan kesatuan gereja?

Gerakan oikumene di Indonesia dalam bentuk PGI mau mengajak gereja bersatu. Tetapi dalam satu aliran saja ada pembedaan antara gereja yang kaya dan gereja yang miskin.

Mereka tidak punya solidaritas antara sesama aliran, apalagi mau bicara penyatuan gereja. Ini omong kosong. Di jaman ini, yang menariklah yang diikuti orang. Namun dalam kebebasan beragama yang kita anut, kita tidak boleh menyerah dan tidak ikut dunia, tetapi harus terus memperjuangkan ajaran Kristus yang benar.

Tuhan punya rencana yang lebih baik pada dunia ini karena dia mencintai semua orang. Kita harus muncul dengan semangat baru, dan tidak terpendam dalam kemunafikan beragama. Umat harus bertumbuh.

Setiap warga jemaat bertanggung jawab di tengah masyarakat. Di gereja pendeta dan pemimpin gereja yang bertanggung jawab pada umat. Jadi di gereja, pendeta dan pemimpin adalah pelayan jemaat, di luar gereja semua umat Kristen adalah sama sebagai pelayan masyarakat.

Kita tidak lagi memakai kekuasaan untuk melayani seperti zaman feodal, tetapi memakai kasih dan pengampunan sebagai kuasa, bukan menindas. Perubahan harus nyata dalam gerja dan umat Kristen. Oleh karena itu, umat Kristen juga ikut bertanggung jawab terhadap kebobrokan bangsa ini. n

Copyright © Sinar Harapan 2003
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/haroekoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044