SuaraKarya, Sabtu, 24 Desember 2005
Terorisme, dari Bom ke Penculikan
Terorisme itu sejatinya mirip dengan falsafah pencet balon yang kalau ditekan di satu
bagian, maka bagian lainnya akan menggelembung.
Hal itu ditandai dengan selalu berpindahnya lokasi yang menjadi target pengeboman.
Setelah kantor-kantor kedutaan atau perwakilan asing, mal dan tempat hiburan selalu
dijaga ketat, mereka mengebom restoran, seperti pada Bom Bali II.
Sebagaimana kejahatan lainnya, aktor pelaku terorisme selalu mencari cara baru
dalam beraksi, jika cara lama mereka sudah dapat dilumpuhkan oleh polisi.
Setelah aksi bom bunuh diri yang salah satu aktornya, Dr Azahari, berhasil ditembak
oleh satuan antiteror Polri di Batu, Jatim, 9 November 2005, pelakunya lainnya mulai
mencari cara lain yang membuat aparat keamanan harus memutar otak untuk
mencari cara baru menumpasnya.
Kini, aksi terorisme di Indonesia disebut-sebut masih dikendalikan oleh Noordin Moh.
Dia kini diduga merencanakan model aksi baru, yakni penculikan terhadap beberapa
kalangan, termasuk pejabat-pejabat Indonesia dan warga negara asing.
"Mereka (teroris-Red) ada rencana mengubah target, misalnya ingin menculik
orang-orang tertentu," kata Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Syamsir Siregar,
ketika menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (20/12).
Ketika ditanya dari kalangan mana target penculikan, ia menjawab; "Ya (kalangan)
orang-orang yang bisa dipengaruhi situasi tersebut. Bisa orang dari luar,
pejabat-pejabat kita, dan sebagainya."
Kapolri Jenderal Polisi Sutanto seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada pelantikan perwira TNI dan Polri di kampus Akademi Angkatan Laut
(AAL), Bumimoro, Surabaya, Rabu (21/12) mengakui kemungkinan itu adanya
ancaman kelompok Noordin M Top untuk menculik pejabat dan warga negara asing.
"Kemungkinan bisa terjadi. Karena itu kami melakukan pengamanan terhadap semua
lokasi yang menjadi sasaran," katanya.
Menurut jenderal polisi berbintang empat itu, lokasi-lokasi yang menjadi sasaran
teroris adalah tempat berkerumunnya masyarakat dan tempat peribadatan.
"Seperti bom di Bali kan terjadi di restoran. Jadi kami harus mewaspadai tempat
keramaian, tempat peribadatan dan lainnya," kata mantan Kapolda Jatim itu.
Hal itu juga diakui mantan Kapolda Bali Irjen Polisi Made Mangku Pastika yang
menyatakan bahwa setelah dua kali aksi peledakan bom dengan ratusan korban
tewas dan luka-luka, Bali ternyata belum tercatat sebagai daerah yang aman dari
serangan kejahatan teroris.
"Bali masih menjadi sasaran utama para teroris dibandingkan dengan daerah-daerah
lain di Indonesia," kata polisi yang mendapat promosi sebagai Kepala Pelaksana
Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional (BNN) itu ketika ditemui di Denpasar,
Rabu (21/12).
Mengenai aksi kejahatan kemanusiaan itu, para tokoh agama sudah sepakat bahwa
hal itu bertentangan dengan ajaran agama apapun. Karena itu aksi yang selalu
diidentikkan dengan "jihad" - namun salah itu- harus dihadapi bukan hanya oleh polisi,
tapi semua komponen masyarakat.
Salah satu langkah untuk itu adalah berkumpulnya 20 tokoh lintas agama yang
tergabung dalam Komite Indonesia untuk Agama dan Perdamaian (KIAP) di Jakarta,
Rabu (21/12) lalu yang menyerukan agar Natal 2005 dan perayaan penyambutan
tahun baru 2006 berjalan damai.
Ketua Umum KIAP Din Syamsuddin bersama 19 tokoh agama lainnya di kantor
Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta mengharapkan agar aparat keamanan
dapat menjaga keamanan sehingga "Natal Berdarah" tahun 2000 tidak terulang.
Mereka juga mengimbau agar masyarakat yang merayakan Natal dan tahun baru
waspada. Pemuda Muhammadiyah dan Pemuda Anshor dari NU sudah menyatakan
akan membantu aparat keamanan untuk menjaga keamanan.
Bahkan Din yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah pada pertemuan tersebut
menyatakan Muhammadiyah menawarkan fasilitas sekolah dan gedung
pertemuannya untuk kaum Nasrani yang karena alasan tertentu gereja atau tempat
pertemuannya ditutup untuk perayaan Natal.
Pertemuan itu dihadiri Ketua MUI Amidhan, mantan Ketua PGI Nathan Setiabudi,
Paulus Hardi dari Ikatan Sarjana Katolik, Hartati Murdaya dari Walubi, Maya
Rumantir, Wakil Sekjen PBNU Syaiful Bahri, aktivis perempuan dari CSIS Clara dan
wakil dari Konghucu, Hindu, dan lainnya. (Antara/Masuki M. Astro
Copy Right ©2000 Suara Karya Online
|